Di rumah kecil dan kumuh ini terdapat sebuah keluarga yang hanya terdiri dari ayah dan anaknya. Tidak ada yang spesial dari tempat ini, hanya rumah semrawut dan terlihat tidak pernah diurus oleh pemiliknya. Dari dalam rumah sering terdengar tangisan anak kecil yang sedang meminta ampun agar tidak dihajar oleh ayahnya. Tidak ada tetangga di sekelilingnya yang mau ikut campur urusan tersebut.

Sang ayah rupanya pecandu alkohol dan kerap kali memukuli anaknya karena sedang berada di bawah pengaruh alkohol. Sang anak bahkan sebenarnya menyayangi ayahnya karena tidak tahu harus hidup dengan siapa lagi. Kendati demikian pengaruh alkohol yang sangat kuat membuat sang ayah kerapkali lepas kendali dan menghajar si anak kapanpun ia mau.




Panggil saja nama anak ini sebagai Edo. Ia sering menjadi bulan-bulanan ayahnya ketika melakukan kesalahan sekecil apapun. Kemarahan sang ayah bahkan menjadi luar biasa ketika ia sedang mengkonsumsi alkohol. Segala kemauan ayah harus diturutinya agar bisa tinggal bersama. Namun kendati demikian, Edo sang anak kecil kadang tak luput dari kesalahan.



Sejak dini hingga saat ini, Edo terlalu sering dipukuli yang membuat teman imajinasinya merasa tertekan dan ingin menegakkan keadilan. Tampak dari jarak jauh ia melihat teman imajinasinya yang memang sejak lama berpakaian seperti robot dengan menggunakan pakaian yang terbuat dari sampah-sampah besi dan seng bekas. Tetapi kali ini ia melihatnya sedang mengenakan pisau.



Tepat dari belakang, sang ayah yang sudah keterlaluan ini akhirnya ditusuk oleh teman imajinasi Edo. Sang ayah tertusuk cukup dalam yang membuatnya kehilangan banyak darah dan tak mampu bertahan. Edo bahkan sudah terkapar dan tak kuat untuk bangun lagi karena babak belur sehabis dihajar brutal.



Kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata dan tidak ada anggota keluarga yang memprediksi bahwa akan terjadi kejadian mengerikan seperti ini. Edo bahkan sama sekali tidak mengetahui bahwa situasi rumah kini berubah drastis. Sang ayah yang kehilangan darah dalam jumlah besar perlahan-lahan menemui ajalnya dan tak sempat tertolong.




Edo akhirnya menangis dan menyesali perbuatannya yang tidak bisa apa-apa. Ia bahkan menyesali mengapa teman imajinasinya malah membunuh ayahnya. Teman imajinasinya hanya bisa terdiam tanpa sepatah kata pun karena sudah tertekan melihat Edo yang setiap hari dipukuli.




Edo pada akhirnya mendapatkan hukuman penjara 20 tahun. Ia harus mendekam di jeruji besi karena dinyatakan telah membunuh ayahnya. Kini edo harus merasakan realita dibalik jeruji besi dalam jangka waktu yang sangat lama. Ia selalu menangis dalam hatinya mengapa mendapatkan cobaan yang semakin lama semakin berat dan jauh dari kemampuan dirinya. Edo juga langsung dituntut seberat-beratnya karena sebagai anak semata wayang ia tidak memiliki pengacara, tidak memiliki keluarga dekat, dan tak punya orang dalam sehingga hukuman bersifat sangat tajam baginya.



Setelah menunggu penantian panjang, 20 tahun kemudian ia akhirnya bebas masa tahanan. Ia sudah tumbuh besar dan tampak dewasa. Bahkan tidak ada satupun orang yang menjemputnya, sehingga ia harus jalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Dalam hatinya tidak ada tempat lain yang akan menerimanya selain pulang ke rumahnya.




Sesampainya di rumah, Edo langsung membuka pintu dan terlihat kondisi rumah yang tak terawat dan sangat kumuh. Dirinya bahkan terdiam untuk sementara waktu karena ternyata teman imajinernya yakni "si robot" masih ada dan menunggunya.



Perasaan kaget bukan kepalang ini membuat Edo langsung mendekati robot tersebut dan ingin membuka topengnya. Perlahan-lahan ia membuka topeng robot tersebut dan yang terjadi sungguh menyedihkan.





Edo pada akhirnya tak kuasa menahan tangisan karena dirinya kini diberi cobaan lagi yang melebihi batasan dirinya. Ia terus menerus menangis dan menyesali perbuatan yang terjadi 20 tahun lalu. Kenapa semua ini harus terjadi padanya.