
TRIBUNBENGKULU.COM - Terungkap sosok 2 senior kejam yang tega membully hingga menganiaya Santri di Jambi, pihak ponpes dituding lindungi pelaku
Senior kejam tersebut adalah Rosan dan Firman, mereka berdua tega menyiksa APD hingga tak berdaya.
"Mulut anak saya ditutup, tangannya dipegang, kaki pelaku nendang kemaluan anak saya," jelas Rikarno orang tua korban.
Akibat kekejaman dua orang ini, santri di Jambi mengalami luka lebam.
Ia bahkan tak tidak bisa buang air besar selama tiga hari.
"Sudah membaik," terang Rikarno Diwi.
Menurutnya, APD sebenarnya sudah pernah mengalami hal serupa oleh pelaku berbeda.
Kejadian terjadi bulan September lalu.
Namun kata Rikarno Diwi, pihak ponpes melarang santri menceritakan pada orang tua di rumah.
"Pihak pondok berpesan kepada murid bahwa menceritakan ke orang tua yang bagus-bagus saja, yang jelek tidak usah," kata Rikarno Diwi.
Ia pun menegaskan tak mau menempuh jalan damai, baik dengan pelaku mampun pihak pondok pesantren.
"Saya tak mau damai dengan pihak mana pun," katanya.
Rikarno bahkan sudah membuat laporan di Polda Jambi.
Laporan tersebut, teruang dalam laporan polisi nomor STPL /343/XI /2023/ SPKT/ Polda Jambi tanggal 30 November 2023.
"Proses hukum akan tetap berlanjut agar ada efek jera," katanya.
Sementara pihak Pondok Pesantren Tawakal Tri Sukses Kota Jambi justru melindungi pelaku.
Pengawas Yayasan Tri Sukses Jambi, Hasan justru mengatakan dua belah pihak sudah menempuh jalur damai.
"Sudah damai, gak ada permasalahan. Sampai sekarang sudah kami amankan," kata Hasan pada Tribun Jambi.
Kata Hasan, pihak pesantren sudah melakukan mediasi antara santri dengan senior.
"Pelaku dan korban sudah damai," kata Hasan
Kronologi Kejadian
Seperti yang diketahui, santri yang mendapat perlakuan bully dari seniornya di pesantren bernama APD (12) di pondok Tawakal Tri Sukses Kota Jambi.
Ia diduga menjadi korban bully seniornya sendiri hingga mengalami luka lebam dibagian paha, cidera bagian kelamin.
Diketahui, santri tersebut berinisial APD (12) yang duduk di bangku kelas VII.
Mengetahui adanya dugaan bully yang dilakukan terhadap sang anak, orangtua APD lantas murka dan melaporkan hal tersebut ke Polda Jambi.
Rikarno Diwi orang tua korban menyebut anaknya mengalami luka lebam dan cidera dibagian kelamin, karena digesek secara keras menggunakan kaki oleh seniornya.
"Prakteknya itu mulut anak saya di tutup, tangannya dipegang kakinya juga dipegang secara kuat dipaksa, terus kaki pelaku itu nendang kemaluan anak saya," kata Rikarno, Kamis (30/11/2023).
Lanjutnya, setelah selesai melakukan perbuatan tersebut korban mengalami kesakitan. Tak sampai disitu, pelaku justru menginjak perut korban.
"Luka lebam dikanan kiri paha, kemaluan sampai testisnya atau biji kemaluannya bengkak dan diperut juga," ujarnya.
Rikano menyebutkan, para pelaku ini bukan teman sebaya dari anaknya. Pelaku merupakan senior yang sudah lulus namun mengabdi di pondok pesantren tersebut. Pelaku tersebut ialah Rosad dan Firman.
"Pelaku sudah lulus sekolah SMA, sedangkan anak saya masih kelas 7 SMP," sebutnya.
Dia menerangkan, kondisi terkini korban sudah mulai membaik dan sudah bisa buang air besar, karena selama 3 hari korban tidak bisa buang air besar dan buang angin. Korban mendapatkan perawatan secara intensif.
"Allhamdulilah sudah membaik dan sudah keluar, sekarang di rumah sakit Bhayangkara untuk melakukan visum," terangnya.
Menurut Rikano warga Sungai Bahar, kabupaten Muaro Jambi sang anak harus dibawah ke psikolog karena secara sikis sang anak terganggu.
Dia menjelaskan, anaknya bukan kali ini saja menjadi korban bully.
Pertama kali korban mendapatkan perlakuan bully pada bulan September di asrama putra, mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti didorong dan dijepit ke lemari besi.
"Pada bulan 9 pertama kali, sampai urat saraf dibelakang ini terjepit hingga bahu belakang bengkak tapi pelaku berbeda dan dilain tempat," jelasnya.
"Sudah sering mendapatkan perlakuan itu, cuma pihak pondok berpesan kepada murid bahwa menceritakan ke orang tua yang bagus-bagus saja yang jelek tidak usah," tambahnya.
Pada September lalu, korban sempat ditanya soal kenyamanan ketika belajar di pondok pesantren tersebut.
Saat itu korban terdiam hingga menangis kepada orang tuanya.
Setelah itu orang tua korban juga bertemu kepada guru sebanyak 4 guru dan 2 pamong.
"Meraka bilang ditindaklanjuti, tapi kenapa urat saraf anak saya kejepit itu pada September dan sangat saya sayangkan. Bahkan bukti saya bawa anak untuk urut saya sampaikan dan kirim tapi tidak direspon," ujarnya.
Menurutnya, pihak pesantren tidak mengetahui langsung didepan mata saat kejadian perundungan tersebut.
Namun, setelah kasus ini mencuat baru pihak pondok pesantren menghubungi orang tua korban.
"Allhamdulilah udah ada itikad baik dengan menjenguk korban di rumah sakit. Kita sempat ngobrol mediasi ada itikad baik. Tapi saya jawab saya sedang fokus penyembuhan anak," ungkapnya.
https://bengkulu.tribunnews.com/2023...indungi-pelaku
Beberapa waktu lalu juga, di Gontor, korban sampai mokad, dan respons ponpesnya juga serupa, tutup2i kejadian, bahkan sampai pihak RS ponpesnya ngibul bilang kalau si santri meninggal karena sakit.
Setelah ibu korban ngecek jenazah korban penuh luka lebam dan minta tolong ke Hotman Paris, baru pihak ponpes mengakui, tapi masih sempet ngeles, kalau ketika masuk ponpes, ortu sudah menandatangani klausa utk tidak membawa apapun yg terjadi di ponpes ke pihak berwenang.
Yang di Lamongan beberapa bulan lalu juga sama, pihak ponpes ngeles.
Akhirnya baru deh sok2an dukung2 buat mengungkap kasusnya.
Belum lagi yg di pekalongan bulan oktober lalu yg proses hukumnya mandeg.
Penganiayaan santri di ponpes lainnya baru2 ini juga terjadi di Blitar, korbannya dibacok oleh sesama santri.
Dan Temanggung, korbannya meninggal.
Kayaknya memang seperti ini maksudnya kalau Islam itu solusi untuk bullying.