- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
GATAU JUDULNYA APA


TS
maypurpleblue
GATAU JUDULNYA APA
Tulisan ini aku dedikasikan untuk ketiga sahabat terbaikku, yang hampir selalu ada di saat suka dan sedihku, yang menjadi saksi perjalanan hidupku. Kami berteman mulai dari hari pertama masuk kampus sampai detik ini, dan semoga sampai nanti-nanti.
Tulisan ini aku tulis sebagai rasa syukur padaNYA, karena sudah mempertemukan kami berempat dan membuat kami merasa seperti keluarga.
Tulisan ini aku tulis sebagai rasa terima kasih ku pada mereka bertiga, karena sudah menganggapku seperti saudara.
Juga sebagai usahaku untuk terus mengingat mereka dan kenangan – kenangan kami, kalau—kalau suatu saat aku (sudah) mulai lupa.
**********
SATU
Bandung, Agustus 2006
sekitar pukul 06.00 WIB
Hari ini, hari pertama aku berstatus mahasiswi dan sepagi ini aku sudah sampai di kampus untuk mengikuti kegiatan pengenalan kampus. Aku yang diantar Bapak dengan motornya, meminta turun di gerbang utama karena ku lihat, sudah banyak orang yang memakai pakaian sepertiku (kemeja putih dan rok/celana hitam) masuk dengan berjalan kaki. ‘Mereka pasti sama2 anak baru juga’ pikirku. Gak enak rasanya kalo aku aku tetap minta diantar Bapak sampai ke gedung tempat acara. Bukannya malu karena jalan sama Bapak, tapi malu karena kesannya manja masih diantar orang tua. Aku turun dari motor dan menyerahkan helm ke Bapak. Terus sibuk merapikan rok hitam dan kerudung putihku.
Dalam hati menggerutu, 'kenapa juga sih dresscode-nya harus pakai rok? Aku yang kurang feminin ini kan jadi kagok kalo jalan pake rok, apalagi model span begini!''
Setelah salim, Bapak langsung putar balik dan melaju dengan motornya. Aku menghela nafas, memandangi Bapak yang semakin menjauh. Kasihan Bapak…
Hari ini, hari pertama aku berstatus mahasiswi dan sepagi ini aku sudah sampai di kampus untuk mengikuti kegiatan pengenalan kampus. Aku yang diantar Bapak dengan motornya, meminta turun di gerbang utama karena ku lihat, sudah banyak orang yang memakai pakaian sepertiku (kemeja putih dan rok/celana hitam) masuk dengan berjalan kaki. ‘Mereka pasti sama2 anak baru juga’ pikirku. Gak enak rasanya kalo aku aku tetap minta diantar Bapak sampai ke gedung tempat acara. Bukannya malu karena jalan sama Bapak, tapi malu karena kesannya manja masih diantar orang tua. Aku turun dari motor dan menyerahkan helm ke Bapak. Terus sibuk merapikan rok hitam dan kerudung putihku.
Dalam hati menggerutu, 'kenapa juga sih dresscode-nya harus pakai rok? Aku yang kurang feminin ini kan jadi kagok kalo jalan pake rok, apalagi model span begini!''
Setelah salim, Bapak langsung putar balik dan melaju dengan motornya. Aku menghela nafas, memandangi Bapak yang semakin menjauh. Kasihan Bapak…
Lokasi rumah dan kampusku benar-benar dari ujung ke ujung. Rumahku di daerah Cileunyi dan kampusku ada di Setiabudi. Kalo dari maps, jaraknya yang sekitar 25km itu kalo pake motor bisa hampir 2 jam karena melewati beberapa titik-titik macet jalanan dan lampu merah Bandung yang terkenal menguji kesabaran. Tadi pagi saja kami harus berangkat abis subuh karena Bapak takut terlambat. Iya bener! Justru Bapak yang takut terlambat. Malah dari H-1 Bapak mengecek motor karena motor butut kami sudah lama tidak pernah perjalanan jauh. Aku sendiri malah santai dan tidak antusias. Memang, walaupun Bapak orang yang tidak ekspresif dan super pendiam, tapi di sikon ini dia terlihat lebih semangat karena akhirnya aku bisa kuliah di tempat yang dia sarankan. Senang karena akhirnya anaknya sudah jadi mahasiswa, sudah kuliah! suatu hal yang menurut Bapak hebat dan tempat orang pintar karena Bapak gak pernah merasakannya. Aku? Biasa saja. Bukannya gak bersyukur, tapi jujur saja kuliah di kampus ini bukan keinginanku. Bahkan gak ada dalam rencana cadanganku. Apalagi jurusan yang kuambil. Aku hanya sekedar menuruti perintah dan keinginan Bapak.
Sebenarnya dari SMA, aku sudah punya rencana ingin melanjutkan sekolah kemana makanya aku berusaha keras buat mewujudkannya. Karena aku tertarik belajar ekonomi atau akuntansi, plan A ku adalah bisa masuk sekolah kedinasan yang khusus belajar tentang itu. Tapi gagal, okelah. Terus plan B ku cari kampus negeri yang ada jurusan itu, yang bisa masuk lewat PMDK. Alhamdulillah, lolos! Tapi kampusnya di Semarang. Aku pribadi sih gak masalah. Justru Bapak yang merasa itu masalah. Dari awal Bapak memang gak ikut campur soal kuliah dan kampus karena Bapak gak begitu paham kecuali satu, aku harus kuliah dan harus di kampus negeri. Mindset Bapak itu kalau sekolah negeri pasti lebih murah karena Bapak pun tau kalau kuliah butuh biaya besar. Tapi begitu Bapak tau kalau aku ingin kuliah di Semarang, Bapak langsung melarang dengan alasan lokasi dan biaya, walaupun aku sudah meyakinkan Bapak kalo disana nanti bisa sambil bekerja karena ada saudara kami yang punya toko di salah satu pasar disana dan sudah mengijinkanku bekerja di tokonya. Mendengar itu, Bapak malah semakin tegas melarang. Bapak cuma ingin aku belajar!
Sebenarnya aku sudah punya alternatif buat jaga2 seandainya Bapak gak mengizinkanku ke Semarang. Diam2 aku mendaftar di salah satu Sekolah Tinggi di Bandung. Kampus swasta, masih baru dan banyak tawaran beasiswa. Kalau aku masuk, aku adalah angkatan pertama disana. Alhamdulillah, aku diterima dan dapat full beasiswa. Makanya saat lulus SMA, aku sudah percaya diri untuk tidak ikut mendaftar SNMPTN. ‘Buat apa? Toh aku sudah diterima di dua kampus. Kenapa juga harus repot2 ikut ujian yang saingannya se-indonesia?’ pikirku. Tapi begitu kusampaikan beasiswa itu ke Bapak, Bapak juga gak setuju dengan alasan itu kampus swasta dan Bapak gak tau itu kampus apa. Orang2 tua memang biasanya cuma tau kampus negeri dan yang terkenal saja.
Singkat cerita, Bapak malah menyarankan supaya aku masuk kampus yang sekarang ini. Memang jauh dari rumah, tapi selain ini kampus negeri, biayanya juga relatif murah. Bapak dapat rekomendasi dari temannya yang anaknya alumni sini dan sekarang sudah bekerja jadi guru honorer di suatu SMP. ‘Lha, emang aku mau jadi guru?’batinku kesal. Seingatku, seumur hidup, ini pertama kalinya aku dan bapak berdebat. Pertama kalinya juga bapak bicara banyak.
Aku diam.
Aku terkesiap. Bapak, orang paling tenang dan pendiam yang aku kenal, yang sendirian bekerja keras dan berusaha sebisa mungkin mencukupi kebutuhan anak2nya (aku dan adikku) meskipun kami hidup penuh keterbatasan ekonomi. Orang yang selalu mendukung keinginan dan cita2 anaknya karena Bapak yakin kalo anaknya bisa dan dia pun mampu mendukungnya. Orang yang gak pernah bilang lelah dan terlihat lelah di depan anaknya tapi guratan lelah selalu terlihat di wajahnya setiap kali Bapak tidur.
Bapak, yang juga mengisi peran ibu di rumah..untuk pertama kalinya merasa khawatir dan terdengar bersalah tidak bisa mengikuti keinginan anaknya. Kalau udah begini, aku bisa apa?
Terpaksa lah aku ikut ujian SNMPTN dan cari jurusan yang passing grade dan peminatnya rendah supaya auto lulus dan memang benar! Satu bulan kemudian saat aku baca pengumuman di koran, ada namaku disana. Aku bahkan lupa itu kode untuk jurusan apa karena pilihan pertama dan kedua ku memang asal mengisi saja.
Motor Bapak sudah hilang dari pandangan, aku berbalik, berjalan melewati gerbang utama dan disambut masjid kampus yang cukup megah. Kemudian mataku tertuju pada tembok pendek di samping kananku yang terukir nama kampusku dengan logo besar diatasnya. Di atas tembok itu ada spanduk:
Hhhh..aku menghela nafas lagi.
Sebenarnya aku sudah punya alternatif buat jaga2 seandainya Bapak gak mengizinkanku ke Semarang. Diam2 aku mendaftar di salah satu Sekolah Tinggi di Bandung. Kampus swasta, masih baru dan banyak tawaran beasiswa. Kalau aku masuk, aku adalah angkatan pertama disana. Alhamdulillah, aku diterima dan dapat full beasiswa. Makanya saat lulus SMA, aku sudah percaya diri untuk tidak ikut mendaftar SNMPTN. ‘Buat apa? Toh aku sudah diterima di dua kampus. Kenapa juga harus repot2 ikut ujian yang saingannya se-indonesia?’ pikirku. Tapi begitu kusampaikan beasiswa itu ke Bapak, Bapak juga gak setuju dengan alasan itu kampus swasta dan Bapak gak tau itu kampus apa. Orang2 tua memang biasanya cuma tau kampus negeri dan yang terkenal saja.
Singkat cerita, Bapak malah menyarankan supaya aku masuk kampus yang sekarang ini. Memang jauh dari rumah, tapi selain ini kampus negeri, biayanya juga relatif murah. Bapak dapat rekomendasi dari temannya yang anaknya alumni sini dan sekarang sudah bekerja jadi guru honorer di suatu SMP. ‘Lha, emang aku mau jadi guru?’batinku kesal. Seingatku, seumur hidup, ini pertama kalinya aku dan bapak berdebat. Pertama kalinya juga bapak bicara banyak.
Quote:
Aku diam.
Quote:
Aku terkesiap. Bapak, orang paling tenang dan pendiam yang aku kenal, yang sendirian bekerja keras dan berusaha sebisa mungkin mencukupi kebutuhan anak2nya (aku dan adikku) meskipun kami hidup penuh keterbatasan ekonomi. Orang yang selalu mendukung keinginan dan cita2 anaknya karena Bapak yakin kalo anaknya bisa dan dia pun mampu mendukungnya. Orang yang gak pernah bilang lelah dan terlihat lelah di depan anaknya tapi guratan lelah selalu terlihat di wajahnya setiap kali Bapak tidur.
Bapak, yang juga mengisi peran ibu di rumah..untuk pertama kalinya merasa khawatir dan terdengar bersalah tidak bisa mengikuti keinginan anaknya. Kalau udah begini, aku bisa apa?
Terpaksa lah aku ikut ujian SNMPTN dan cari jurusan yang passing grade dan peminatnya rendah supaya auto lulus dan memang benar! Satu bulan kemudian saat aku baca pengumuman di koran, ada namaku disana. Aku bahkan lupa itu kode untuk jurusan apa karena pilihan pertama dan kedua ku memang asal mengisi saja.
-----------------------------
Motor Bapak sudah hilang dari pandangan, aku berbalik, berjalan melewati gerbang utama dan disambut masjid kampus yang cukup megah. Kemudian mataku tertuju pada tembok pendek di samping kananku yang terukir nama kampusku dengan logo besar diatasnya. Di atas tembok itu ada spanduk:
SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU UNIVERSITAS NEGERI SETIABUDI
Hhhh..aku menghela nafas lagi.




namakuve dan bukhorigan memberi reputasi
2
89
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan