Kaskus

Story

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Dara: Kuntilanak Hamil - KUNCEN
Dara: Kuntilanak Hamil - KUNCEN


Quote:


Dara: Kuntilanak Hamil - KUNCEN

Malam itu aku merapikan beberapa berkas milik pasien yang datang ke klinik tempatku bekerja. Aku adalah bidan yang baru dipindah ke desa ini. Desa yang agak jauh dari perkotaan. Di desa ini aku disediakan sebuah rumah untuk tinggal selama menjalankan tugas. Lokasi klinikku berada di jalan utama desa, tapi suasananya lumayan sepi dan agak jauh dari rumah-rumah warga. Sebenarnya ada beberapa warung dan pangkalan ojek di samping klinik, tapi malam-malam gini mereka sudah tutup. Sementara di belakang klinik ada persawahan milik warga.

Selesai merapikan berkas-berkas, aku pun mulai menyapu lantai klinik. Malam ini niatnya aku akan menginap di klinik karena aku tidak berani pulang malam. Biasanya kalau selesai berjaga seharian di klinik, aku pulang pada sore hari. Agak menakutkan kalau harus pulang malam, karena jalanan menuju rumah yang disediakan untukku cukup gelap dan sepi. Tapi ternyata, keputusanku untuk tidak pulang ke rumah menjadi keputusan yang salah!

Pukul 22:30 aku memutuskan untuk tidur di sofa depan. Klinik ini sebenarnya hanya bangunan kecil dengan dua ruangan. Satu ruangan periksa, satu lagi administrasi. Lalu ruang tunggu di bagian depan dengan beberapa sofa dan kursi. Di sofa inilah aku memutuskan untuk tidur dengan selimut. Di luar gelap gulita, tidak ada penerangan sama sekali meski ini jalan desa. Angin dari luar sedikit masuk melalui ventilasi. Udara jadi sejuk. Aku pun mengantuk dan dalam beberapa menit aku pun tertidur.

Tok … Tok … Tok ….

Aku membuka mata dan mendadak terbangun dari tidurku karena pintu depan klinik diketuk. Yang pertama kali kulihat adalah jam dinding, apakah aku bangun kesiangan? Tidak. Ternyata jam masih menunjukan pukul 01:15 dini hari. Siapa yang datang ke klinik jam segini? Aku mengambil kacamata dan memakainya. Selimut aku sibak dan segera bangkit dari sofa.

Kakiku bergegas berjalan menuju pintu untuk mengecek siapa yang datang. Barangkali ada situasi darurat. Sesampainya di depan pintu, aku memasukkan kunci dan memutarnya. Pintu pun aku buka. Angin dingin langsung masuk seketika saat pintu dibuka. Dan ternyata tidak ada siapa-siapa di luar sana. Suasana malam begitu sepi, bahkan suara jangkrik pun tidak ada.

“Halo?” panggilku memastikan tidak ada orang.

Setelah itu aku pun memutuskan untuk kembali masuk. Akan tetapi aku langsung terkejut usia melihat ke dalam klinik. Di lantai klinik, ada jejak kaki tanah seseorang yang berjalan menuju ke ruang periksa. Seketika aku terdiam, mulai ketakutan. Badanku pun gemetar. Pandanganku mengarah ke ruang periksa, siapa yang ada di sana? Siapa yang masuk ke sana? Sejak tadi aku di depan pintu tidak ada orang yang masuk.

“Astaghfirullah,” ucapku dengan nada pelan. Mulutku mulai komat-kamit membaca doa yang aku bisa. Aku tahu ada yang tidak beres di sini.

Aku memberanikan diri untuk berjalan ke ruang periksa. Jantungku berdetak sangat kencang saking tegangnya. Sesampainya di depan ruang periksa, aku membukt pintu dan melihat ke dalam. Tidak ada siapa-siapa di sana. Buru-buru aku kembali berjalan ke depan dan menutup pintu. Kuambil handphone-ku yang ada di meja kecil dan menelepon seseorang.

Aku menelepon Pak Andre, ketua RW yang bertanggungjawab di daerah tempatku tinggal. Aku mau meminta tolong agar dijemput. Harapanku, Pak RW masih bangun jam segini karena setahuku dia cukup rajin meronda. Sayangnya, saat dibutuhkan Pak Andre malah tidak mengangkat telepon. Sambil menunggu telepon diangkat, jejak kaki di lantai aku bersihkan dengan kain pel hingga bersih.

Tok … Tok … Tok ….

Tiba-tiba pintu depanku kembali diketuk. Aku pun langsung melempar kain pel dan langsung lompat ke sofa Selimut kupakai untuk menutup sekujur tubuh. Aku sangat ketakutan. Kuharap Pak Andre mengangkat, tapi belum juga ada jawaban dari teleponku. Yang kubisa saat ini hanyalah berdoa dan mencoba untuk tidur sampai pagi.

Tok … Tok … Tok …

Suara ketukan itu terus terdengar.

Tok … Tok Tok Tok Tok ….

“Permisi, Bu Bidan!” panggil seorang perempuan dari luar.

Mendengar itu, aku langsung terdiam. Ternyata kali ini benar-benar ada orang. Aku langsung membuka selimut dan menatap ke pintu. Sepertinya memang ada orang. Akhirnya kuputuskan untuk menahan rasa takutku dan bangkit dari sofa untuk mengecek siapa yang datang.

“Ya sebentar!” Aku berjalan ke pintu dan langsung membukanya.

Terlihat ada seorang wanita memakai daster abu-abu muda yang sedang duduk di kursi panjang depan klinik. Tangannya memegangi perut buncitnya. Mungkin kandungannya sekitar 7-8 bulan. Rambutnya tampak basah seperti habis mandi atau disiram air. Kemudian anehnya, wanita itu tidak memakai alas kaki. Selain itu, semuanya normal seperti manusia pada umumnya.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku yang agak bingung melihat wanita ini.

“Mau periksa kandungan, Bu,” jawab wanita itu.

“Oh sebentar ya, masuk aja dulu, Bu. Saya mau siapkan ruangannya ya,” ucapku yang kemudian langsung bergegas masuk ke ruang tempatku biasa memeriksa kandungan. Aku menyiapkan beberapa peralatan dan juga menyiapkan ranjangnya. Kira-kira 5 menit aku di sana, barulah aku keluar lagi untuk mempersilakan pasienku masuk.

“Silakan, Bu! Sudah sa—“

Tiba-tiba wanita tadi sudah tidak ada di tempatnya duduk. Aku berjalan ke luar sambil celingak-celinguk melihat sekitar. Wanita itu benar-benar sudah tidak ada. “Ibu?” panggilku. Tapi tidak ada jawaban dari siapa-siapa. Hingga aku kembali merasa takut dan memutuskan untuk kembali masuk ke dalam.

Alangkah terkejutnya aku saat masuk ke dalam. Jejak kaki itu muncul kembali di lantai klinik. “Astaghfirullah!” ucapku yang kaget. Di momen ini aku semakin ketakutan dan langsung menutup pintu. Menguncinya rapat-rapat. Kali ini aku tidak membersihkannya dan langsung melompat ke sofa untuk buru-buru tidur.

“Bu Bidan, saya kapan diperiksanya ya?” tanya seorang wanita dari dalam ruangan periksa.

Aku pun semakin terkejut. Suara wanita tadi tiba-tiba terdengar dari arah ruang periksa. Aku mulai ketakutan karena kurasa ini sudah tidak masuk akal. Setelah menghilang, kini tiba-tiba wanita itu malah terdengar ada di ruang periksaku. Aku yakin ini ada yang tidak beres.

“Bu Bidan, ayo periksa saya!” katanya lagi.

Biar takut, tapi aku penasaran. Bodohnya aku, aku malah bangkit dan sok-sok berani untuk mengecek ke ruang periksa. Aku berjalan dan memegang gagang pintu ruang periksa dengan tangan gemetar. Napasku juga sudah tidak karuan saking tegangnya. Pelan-pelan pintu kubuka dan aku melihat ke dalam.

“Ayo periksa saya, Bu! Takutnya bayi saya ikutan mati kaya saya!” ucap wanita berdaster abu-abu muda tadi yang kini sudah berbaring di atas ranjang.

Wanita itu sudah berubah. Wajahnya menjadi menyeramkan, kulitnya putih pucat seperti mayat. Bagian bawah matanya menghitam dan pupil matanya mengecil melotot ke arahku. Sekujur badannya juga basah kuyup termasuk rambutnya yang lepek. Wanita itu memperlihatkan senyuman yang lebar, menunjukkan gigi-giginya yang tampak sudah menghitam entah membusuk atau kenapa.

“Bu. Ayo, Bu! Periksa saya! Hihihihihi!”

“Aaaaaaaa!!!” Aku pun berteriak saking ketakutannya. Langsung aku berlari kembali dan melompat ke sofa. Tubuhku meringkuk sambil menutupi badan dengan selimut sambil menangis ketakutan.

“Bu Bidan, Bu!” Wanita itu terus menerus memanggilku dari dalam ruang periksa sambil sesekali tertawa. “Hihihihihi!”

Hingga akhirnya aku tidak tahan dan memutuskan untuk meninggalkan klinik malam itu juga. Aku langsung membuka pintu dan bergegas ke luar klinik. Malam itu aku nekat pulang ke rumah sendirian di tengah malam. Di jalan yang sepi dan gelap ini aku belari sambil menangis. Aku tidak tahu harus minta tolong ke siapa, sementara jarak ke rumah terdekat mungkin sekitar 500 meter dari sini.

Aku baru ditolong usai bertemu seorang pengendara motor yang rupanya adalah pedagang yang hendak berangkat ke pasar. Belakangan kutahu namanya Pak Awi. Ia menolongku dan mengantarku sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, barulah aku bisa tenang walau agak takut juga karena masih sendirian.

Keesokan paginya baru warga mulai ramai menanyakan keadaanku. Mungkin Pak Awi cerita ke warga lain. Dari keterangan yang diceritakan warga, kabarnya sosok yang menggangguku adalah sosok bernama Dara. Namanya sudah terkenal di desa ini sebagai salah satu urban legend yang memang kerap mengganggu warga desa khususnya di sebuah kolam ikan terbengkalai yang memang dekat dengan klink tempatku bekerja.

Sosok urban legend bernama Dara ini memiliki sejarah yang cukup miris dan menyedihkan, warga bercerita kepadaku. Tapi aku tidak mempedulikannya karena aku ingin melupakan kejadian malam itu. Mungkin memang salahku yang memutuskan untuk menginap di klinik malam itu.

Dara: Kuntilanak Hamil - KUNCEN

Quote:



Jangan lupa bagi cendolnya gan!


emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan
Diubah oleh harrywjyy 14-09-2023 16:41
MFriza85Avatar border
viensiAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 14 lainnya memberi reputasi
15
791
32
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan