- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indonesia di Pusaran Tren 'Friendshoring' Negara Maju dan Rivalitas AS-China


TS
yellowmarker
Indonesia di Pusaran Tren 'Friendshoring' Negara Maju dan Rivalitas AS-China
Tensi geopolitik membuat diversifikasi mitra dagang negara-negara kian berkurang, juga terjadi tren friendshoring.
Rabu, 6 September 2023 | 18:30

Aziz Rahardyan - Bisnis.com
JAKARTA — Presiden RI Joko Widodo dalam pidato pembuka di KTT ke-43 Asean mengakui tensi geopolitik sedang panas, seiring rivalitas dan perebutan pengaruh beberapa kekuatan besar hingga berpengaruh terhadap ekonomi dan perdagangan. Kondisi dunia pun sedang tidak baik-baik saja, terlebih ketika terjadi friendshoring.
Meskipun begitu, di tengah pertemuan antarnegara yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (5/9/2023) itu, Jokowi mengungkapkan bahwa Asean sudah sepakat untuk tidak menjadi proxy bagi kekuatan manapun, dan bekerja sama dengan siapapun bagi perdamaian dan kemakmuran.
Harapannya, di tengah proyeksi International Monetary Fund (IMF) akan tren perlambatan ekonomi global yang disebut hanya mampu tumbuh 2,3 persen pada 2023, kawasan Asean mampu tetap kuat, bahkan menjadi Epicentrum of Growth.
Sebelumnya, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam Global Trade Update per Juni 2023 secara terbuka melihat dunia tengah menghadapi tren friendshoring, alias alih mitra dagang utama suatu negara berlandaskan kedekatan aliansi geopolitik.
Bersamaan dengan fenomena itu, rata-rata diversifikasi mitra dagang suatu negara pun dalam tren terus menurun, terutama sejak kuartal III/2022. Menjadi bukti bahwa gambaran polarisasi geopolitik semakin nyata.
UNCTAD menyebut perubahan hubungan perdagangan bilateral antara negara-negara yang berkepentingan dan mitra dagang utama mereka terus semakin kentara memasuki periode 2023.
Kondisi perang di Ukraina, memburuknya hubungan dagang Amerika Serikat atau AS-China, dan dampak British Exit (Brexit) memainkan peran penting dalam membentuk tren perdagangan bilateral utama selama empat kuartal terakhir.

Data hubungan perdagangan AS dan China - UNCTAD
Data hubungan perdagangan AS dan China - UNCTAD Sebagai contoh, ketergantungan dagang Rusia dengan Uni Eropa pada kuartal I/2023 turun 5,6 persen secara tahunan, ketergantungan antara Taiwan dengan China pun turun 2,7 persen.
Paling kentara, ketergantungan antara AS dengan China atau sebaliknya, masing-masing kompak turun 2 persen dan 0,9 persen secara tahunan. Sejalan dengan tren pemburukan hubungan dagang keduanya yang semakin parah sejak awal 2022.
Sebaliknya, penguatan ketergantungan tercermin dari hubungan antara Ukraina dengan Uni Eropa yang naik 20,5 persen, Belarus dengan Rusia naik 8,5 persen, dan Norwegia dengan Uni Eropa yang naik 3,8 persen secara tahunan.
Pada saat bersamaan, ketergantungan Rusia dengan China naik 3,7 persen, sementara ketergantungan Taiwan dengan AS menguat 1,1 persen secara tahunan.

Data ketergantungan perdagangan antarnegara - UNCTAD
Di sisi lain, gambaran kondisi perekonomian global yang penuh tantangan bagi Indonesia pun sempat diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23 beberapa waktu lalu.
Menkeu melihat fragmentasi geopolitik dunia yang semakin tajam menjadi satu dari empat tantangan global yang akan dihadapi Indonesia. Tak ayal, kemitraan bidang ekonomi antarnegara tengah dalam tren terkotak-kotak sesuai kedekatan aliansi.
"Negara besar menjadi cenderung inward looking, protectionist, akibatnya dunia akan terfragmentasi. Tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi. Fenomena ini telah dimulai sejak 2017," jelas Sri Mulyani.
Periode 2017 sendiri merupakan momentum awal mula AS menerapkan kebijakan mengembalikan sektor manufaktur ke dalam wilayah negaranya, hingga pada akhirnya memicu perang dagang dengan China.
Selain itu, perang Rusia dan Ukraina pada awal 2022 mempertajam polarisasi geopolitik, terutama di antara Rusia dengan negara-negara Eropa, serta bagaimana negara lain mengambil sikap terhadap Kremlin.
Dua fenomena geopolitik itu pun notabene masih berlangsung dan menjadi penyebab utama timbulnya ketidakpastian kondisi perekonomian global. Akibatnya, aktivitas perdagangan yang bergantung pada aktivitas ekspor dan aliran modal luar negeri bakal terkena dampak signifikan tahun ini.
Adapun, tantangan global lain yang akan dihadapi Indonesia, yaitu sisi gelap teknologi yang berpotensi mengerek tingkat pengangguran, serta memperkuat urgensi dalam persiapan mengatasi isu keamanan siber dan keamanan data pribadi.
Selain itu, Menkeu menjelaskan peranan teknologi digital dalam berbagai aspek kehidupan pun turut menjadi salah satu pemicu eskalasi persaingan hegemoni lain AS dan China, yaitu penguasaan industri semikonduktor atau akrab disebut chip war, yang saat ini masih didominasi oleh Taiwan.
Indonesia di Tengah Dua Raksasa
Rivalitas antara AS dan sekutunya sebagai kekuatan lama dengan China sebagai penantang, di mana merupakan raksasa baru di bidang ekonomi dan geopolitik, semakin tergambar dari KTT BRICS ke-15 di Afrika Selatan pada akhir bulan lalu.
Pasalnya, di samping karena aliansi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu sepakat untuk memperluas keanggotaan terhadap 6 negara lain, muncul pula beberapa kampanye untuk membawa BRICS menjadi poros alternatif dari hegemoni kekuatan lama yang telah lama menjadi poros unipolar.
Tak ayal, kritik dan satire dari pihak Kremlin dan Beijing kepada 'aliansi barat' menjadi motor utama yang membawa KTT BRICS tahun ini makin menjadi sorotan dunia.
Sebagai salah satu tamu undangan, Presiden Joko Widodo dalam kesempatan itu pun sempat menyampaikan beberapa keluh-kesah berkaitan ketidakadilan tatanan ekonomi global saat ini, diskriminasi perdagangan terutama atas hasil upaya penghiliran, dan percaya bahwa BRICS bisa menjadi garda depan perjuangan tata kelola dunia yang lebih adil.
Meskipun begitu, pada akhirnya Indonesia memutuskan belum akan menjadi anggota BRICS.

KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan. KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana melihat bahwa diplomasi Jokowi dalam pidatonya di beberapa forum internasional terbaru merupakan penegasan akan politik luar negeri bebas aktif Indonesia.
"Dalam politik bebas aktif, semua negara adalah sahabat, sampai dengan ada negara yang mengganggu kepentingan nasional dan kedaulatan. Kemudian, kita tidak ikut blok manapun. Ketiga, kalau ada dua kelompok yang bersitegang, harus muncul dengan pemikiran ketiga. Jadi tidak harus ke kanan atau ke kiri. Ini harus terus jadi pegangan presiden selanjutnya," jelasnya kepada Bisnis
Menurut Hikmahanto, Indonesia merupakan mitra strategis bagi dua kekuatan besar dunia saat ini, seiring moncernya kinerja perekonomian, potensi pasar yang begitu besar, serta dianggap sebagai negara berkembang dengan segudang peluang yang belum teroptimalkan.
Oleh sebab itu, di tengah penguatan tren frienshoring dari negara maju, Hikmahanto berharap presiden penerus Jokowi pada 2024 nanti bisa punya strategi ciamik dalam menarik keuntungan di balik rivalitas AS-China demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Bahkan, sampai ada diplomat dari salah satu negara G7 yang kontak saya. Mereka cari-cari info karena khawatir kalau-kalau Indonesia benar mau gabung BRICS. Jadi bagus juga Presiden Jokowi menyinggung soal upaya hilirisasi kita yang sedang dijegal Uni Eropa. Karena jangan lupa bahwa Indonesia juga perlu memperluas pangsa pasar. Anggota BRICS itu penduduknya kalau dijumlah lebih besar dibandingkan negara G7," tambahnya.
Senada, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi menilai Indonesia harus berhati-hati dalam meracik siasat memanfaatkan kekuatan BRICS dalam lanskap geopolitik dan perekonomian global. "BRICS merupakan cerminan aktor-aktor baru dalam ekonomi global.
Indonesia harus merasa terhormat diundang ke BRICS. Tapi di sisi lain, Indonesia juga sedang didukung untuk menjadi anggota OECD. Alangkah lebih baik Indonesia menjaga terus berada di tengah-tengah," ujar Fithra kepada Bisnis.
Fithra yang juga Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) ini sepakat bahwa penguatan pengaruh BRICS baru kentara sejak masifnya friendshoring dari negara-negara maju, terutama dari para pemegang kendali kekuatan ekonomi lama, seperti AS, Eropa, dan Jepang.
Satu sisi, kekuatan ekonomi multipolar yang disuguhkan BRICS akan membuka peluang baru bagi geliat perdagangan luar negeri Indonesia. Terlebih, berkaitan perluasan kerja sama bilateral dengan negara-negara Afrika, semenanjung Arab, dan Amerika Latin.
Sisi lain, fenomena friendshoring sebenarnya tengah membuka peluang bagi Indonesia dari sisi potensi derasnya aliran penanaman modal asing, sebab muncul indikator ketertarikan beberapa negara maju untuk melibatkan Indonesia dalam industri rantai pasok global miliknya.
"Indonesia dan seantero Asean, sebenarnya berada dalam posisi unik karena dianggap tetap netral. Saat negara besar melakukan friendshoring, negara-negara Asean jadi incaran karena masih memberikan kenyamanan dalam berinvestasi. Jadi, kalau Indonesia kelihatan merapat kepada kutub tertentu, posisi unik itu akan hilang," tambahnya.
Oleh sebab itu, Fithra menilai Indonesia tidak perlu terlalu terburu-buru untuk bergabung dengan organisasi multilateral yang menjadi potret kekuatan geopolitik tertentu.
Terpenting, Indonesia harus cermat memanfaatkan kondisi ini untuk mengoptimalkan perdagangan luar negeri yang berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.
"Perlu diingat, negara dalam suatu organisasi multilateral bukan hanya ingin membuka peluang kerja sama ekonomi, tapi juga punya misi untuk menanamkan ideologi dan pengaruhnya di Indonesia, serta kawasan Asean pada umumnya," ungkap Fithra.
Contoh kebijakan perdagangan luar negeri yang menurutnya paling urgen, salah satunya merancang diplomasi ekonomi yang sejalan dengan kebijakan penghiliran komoditas mentah asal Indonesia.
Indonesia juga harapannya terbuka dengan peluang penggunaan alat transaksi tukar antarnegara di luar dolar AS, di mana hanya bisa didapatkan dari suatu intensias perdagangan internasional yang berlandaskan asas kedekatan.
Selain itu, Indonesia harus tetap mempertahankan posisinya sebagai pembawa aspirasi negara-negara berkembang, seiring posisi strategisnya sebagai perwakilan negara berkembang dalam Presidensi G20.
Penulis : Aziz Rahardyan Editor : Wibi Pangestu Pratama
Quote:
Didukung Australia, Indonesia bertekad kembangkan EV.
(Baca: Ditodong 5 kapal selam nuklir di punggung, Indonesia batal gabung BRICS.)
Dari sini sudah ketahuan pemenangnya.
TS mengucapkan: Selamat ya 

Diubah oleh yellowmarker 07-09-2023 08:56




CaiFuk dan mustafakemal19 memberi reputasi
2
455
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan