Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Korban Eksil 1965 Pertanyakan Kebijakan Usai Jokowi Lengser,
Korban Eksil 1965 Pertanyakan Nasib Kebijakan Pemerintah Usai Jokowi Lengser, Mahfud: Pasti Terus
Korban Eksil 1965 Pertanyakan Kebijakan Usai Jokowi Lengser,

Kompas.com - 29/08/2023, 19:49 WIB 1 Lihat Foto Menko Polhukam Mahfud MD menemui dan berdialog dengan korban eksil 1965 di Praha, Ceko, Senin (28/8/2023). Pemerintah berkomitmen memulihkan hak konstitusional para korban tanpa menghentikan proses hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am) Penulis Syakirun Ni'am | Editor Novianti Setuningsih

JAKARTA, KOMPAS.com - Korban eksil 1965 di Praha, Ceko mempertanyakan kepastian kebijakan pemerintah memulihkan hak konstitusional mereka tetap berlanjut meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi menjabat.

Salah satu korban eksil 1965, Karsidi Rantiminpeotro mengatakan, upaya memulihkan hak eksil yang terkatung-katung di luar negeri gagal diwujudkan oleh Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid dan Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.

“Karena dari segi politik dulu-dulunya enggak ada yang berhasil,” kata Karsidi dalam pertemuan dengan pemerintah Indonesia di Praha, Ceko, Senin (28/8/2023).

Pertemuan itu dihadiri Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly.

Pemerintah Indonesia, melalui Mahfud dan Yasonna berupaya memulihkan hak konstitusional para korban eksil 1965. Salah satunya dengan memberikan layanan keimigrasian khusus hingga bantuan alih status kewarganegaraan kepada para eksil yang ingin pulang, meninggal, dan dimakamkan di Tanah Air.

Karsidi mengatakan, keberhasilan Presiden Jokowi dalam upaya memulihkan hak para korban eksil 1965 secara nonyudisial karena memiliki kekuatan politik yang kuat.

Jokowi juga dinilai memiliki cukup keberanian untuk mencetuskan kebijakan terkait korban yang kerap dicap kiri atau terafiliasi komunis oleh rezim Presiden Soeharto.

Namun, menurut Karsidi, akan menjadi persoalan ketika Presiden Jokowi tidak lagi berkuasa dan tidak lagi memiliki keberanian seperti saat ini.

“Jadi, apakah ini bisa dipertahankan untuk apa yang Bapak kerjakan sekarang ini bisa langgeng untuk diteruskan ke selanjutnya?” ujar Karsidi.

Menanggapi kegelisahan Karsidi, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, keputusan pemerintah memulihkan hak konstitusional korban eksil 1965 akan terus berlanjut meskipun Presiden Jokowi tidak lagi menjabat.
Menurut Mahfud, kebijakan ini tidak akan berhenti pada waktu tertentu. Sebab, mendapatkan izin kembali ke Tanah Air hingga kembali menyandang status warga negara Indonesia (WNI) merupakan hak para eksil 1965.

“Terus Pak, pasti terus, karena kan ini kebijakan berlaku bagi Bapak-Bapak dan diberikan sekarang dan tidak akan terputus. Artinya, dengan sendirinya hak ini diberikan,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, jika suatu hari kembali terjadi pelanggaran HAM di Indonesia, maka kasus itu akan dibawa ke Pengadilan HAM.

Pembentukan Pengadilan HAM akan mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Namun, perkara pelanggaran HAM berat 1965 yang menimpa para eksil akan disidangkan di pengadilan ad hoc.

“Siapa yang melakukan pelanggaran HAM berat kita sudah menyediakan pengadilan baru di Indonesia namanya Pengadilan HAM,” ujar Mahfud.

“Tidak boleh terjadi lagi seperti ini,” katanya melanjutkan.

Untuk diketahui, kebijakan bagi korban eksil 1965 ini merupakan implementasi dari perintah presiden Jokowi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara nonyudisial, tanpa menghentikan proses hukum.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), saat ini terdapat 139 orang eks Mahid (mahasiswa ikatan dinas era Presiden Soekarno). Sebanyak 138 di antaranya tersebar di 10 negara Eropa dan satu orang lainnya di Asia. Korban eksil 1965 paling banyak menetap di Belanda dengan jumlah 67 orang, disusul Ceko 14 orang. Di Rusia, terdapat satu orang korban eksil 1965. Tetapi, ada 38 orang keturunan eksil. Di luar Eropa, satu-satunya eks Mahid tinggal di Suriah/

https://nasional.kompas.com/read/202...okowi-lengser.



Komitmen Jokowi Buka Pintu untuk Korban Eksil 1965 "Pulang" ke Tanah Air, Layanan Keimigrasian Dipermudah
Korban Eksil 1965 Pertanyakan Kebijakan Usai Jokowi Lengser,

Kompas.com - 29/08/2023, 14:37 WIB 1 Lihat Foto Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menemui para mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) era Presiden Soekarno dan eksil politik di Amsterdam, Belanda, Minggu (27/8/2023) waktu setempat. Sumber: Humas Kemenkumham(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am) Penulis Syakirun Ni'am | Editor Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia akhirnya membuka pintu rumah bagi para korban eksil 1965 yang sempat terlantar puluhan tahun di luar negeri untuk “pulang”.

Dua hari berturut-turut, rombongan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly melawat ke Amsterdam, Belanda dan Praha, Ceko. Mahfud dan Yasonna ditemani Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga mantan anggota Komisi Nasional (Komnas) HAM Beka Ulung Hapsara. Mereka berdialog dengan 65 korban eksil 1965 yang tersebar di berbagai negara di Eropa di Amsterdam, Minggu (27/8/2023).

Pada pertemuan itu, Mahfud menjelaskan pihaknya datang ke Amsterdam untuk memulihkan hak konstitusional para eksil.

Tindakan ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial, tanpa menghentikan proses hukum.

“Ini hanya mendahului (yang yudisial) agar tidak lama lama, ini korbannya habis, itu kita belum memutuskan apa-apa negara ini, karena macet di DPR, macet di pengadilan dan seterusnya,” ujar Mahfud di Amsterdam, sebagaimana dikutip dari Kompas TV.

Mahfud mengatakan, korban eksil 1965 kebanyakan merupakan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus oleh pemerintahan era Soekarno untuk belajar di luar negeri pada akhir dekade 1950 dan awal 1960. Namun, tragedi 1965 dan pergolakan politik pergantian kekuasaan membuat mereka tidak bisa pulang.

Pada 1966, rezim Soeharto yang baru berdiri melakukan screening kepada para Mahid dan diminta menyatakan sikap setia kepada rezim Soeharto dan mengutuk Orde Lama. Ratusan pelajar itu tidak lolos, dicap melawan negara, dan paspornya dicabut.

Mereka pun terlunta-lunta selama puluhan tahun di negara lain tanpa status kewarganegaraan.

Itu kita anggap salah kebijakan itu, meskipun pada waktu itu dianggap benar, tapi sesudah kita melakukan reformasi kita koreksi secara total,” tutur Mahfud.

Membuka Pintu Rumah

Setelah reformasi dan seiring berjalannya waktu, Komnas HAM menetapkan tragedi 1965 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden Joko Widodo kemudian berkomitmen memenuhi hak korban, termasuk para eksil dengan membuka pintu bagi mereka untuk pulang ke kampung halaman, setelah puluhan tahun dilarang.

Merealisasikan perintah ini, Menkumham Yasonna H. Laoly menerbitkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian bagi Korban Peristiwa HAM yang Berat.

Pihaknya memberikan layanan keimigrasian khusus bagi para korban eksil 1965 secara gratis.

“Kita mau memberikan treatment khusus, saya mengeluarkan keputusan menteri secara khusus untuk ini,” kata Yasonna dikutip dari Kompas TV, Senin (28/8/2023).

Berdasar pada kebijakan itu, eks Mahid yang tersisa di luar negeri kini tidak perlu merogoh uang untuk mengurus visa, izin tinggal, hingga keluar masuk. Keimigrasian di bawah Kemenkumham bisa memberikan visa Multiple Entry bagi eksil yang ingin ke Indonesia selama lima tahun atau waktu tertentu.

“Bisa datang berkali-kali,” ujar Yasonna.

Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan izin tinggal terbatas (Itas) selama lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut.

Jika telah menjalani hidup di Indonesia dalam kurun waktu tersebut, Itas itu bisa menjadi dasar pengajuan status kewarganegaraan. Namun, pemerintah Indonesia sampai saat ini belum bisa memberikan status kewarganegaraan ganda karena terbentur undang-undang.

“Kita enggak tahu berapa tahun kedepan atau puluhan ke depan dengan semakin majunya dunia ke depan mungkin bisa saja terjadi,” kata Yasonna.

Dalam Keputusan Menkumham, korban eksil 1965 yang ingin mendapat fasilitas itu harus mendapat rekomendasi dari Menko Polhukam yang menyatakan mereka merupakan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Mereka juga harus melampirkan dokumen perjalanan atau Paspor Kebangsaan. Jika syarat itu terpenuhi mereka akan mendapat layanan visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali secara gratis.

“Untuk masuk, berada, tinggal, dan beraktivitas di wilayah negara Republik Indonesia,” kata Yasonna.

Salah satu korban eksil 1965, Sungkono mengaku menghargai langkah Presiden Joko widodo yang mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia mengaku sudah 57 tahun ditelantarkan oleh negara setelah paspornya dicabut, buntut tragedi 1965.

“Sudah 57 tahun, mungkin lebih, hal ini sudah ditelantarkan, direkayasa dan dilupakan,” ujar Sungkono.

Meski menilai Jokowi telah berbuat sesuatu untuk kemanusiaan, ia merasa tindakan Jokowi belum selesai. Ia mempertanyakan kenapa Jokowi sebagai kepala negara belum meminta maaf meski mengakui peristiwa 1965 merupakan pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Kalau sudah mengakui dosa sekian besarnya, kok tanpa minta maaf, hanya menyesali?” ujar Sungkono.

https://nasional.kompas.com/read/202...-ke-tanah-air.


Korban Eksil 1965 Ingin Dikubur di Indonesia, Keluarga Malah Bilang Tabur Saja Abu di Laut Eropa
Korban Eksil 1965 Pertanyakan Kebijakan Usai Jokowi Lengser,
Kompas.com - 29/08/2023, 18:32 WIB 1 Lihat Foto Salah satu korban eksil 1965 Siswartono Sarodjo dalam pertemuan dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna H. Laoly di Praha, Ceko mengungkapkan stigma negatif terhadap dirinya masih ada dan justru datang dari pihak keluarga. Ia mengaku pernah menyampaikan keinginan dikubur di Indonesia namun keluarganya menjawab abunya bisa ditabur di Laut Eropa, Senin (28/8/2023). Sumber: Instagram @mohmahfudmd(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am) Penulis Syakirun Ni'am | Editor Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu korban eksil 1965, Siswartono Sarodjo, mempertanyakan bagaimana pemerintah Indonesia mengatasi stigma negatif terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu seperti dirinya.

Korban eksil 1965 kebanyakan merupakan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang dikirim pemerintahan Soekarno untuk sekolah di luar negeri. Mereka tidak bisa pulang setelah Soeharto berkuasa.

Sis, panggilan akrab Siswartono, menyebut, selama 30 tahun masyarakat Indonesia didoktrin setiap hari bahwa para Mahid melawan pemerintah dan belajar di negara komunis.

“Harapan saya ada suatu upaya dari pemerintah yang kontinu dan terus menerus mengadakan sosialisasi supaya ini berubah,” ujar Sis, panggilan akrab Siswartono dalam pertemuan di Praha, Republik Ceko, Senin (28/8/2023) waktu setempat yang disiarkan secara virtual.

Dalam pertemuan itu, hadir Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly. Pemerintah Indonesia, melalui Mahfud dan Yasonna berupaya memulihkan hak konstitusional para korban eksil 1965. Salah satunya adalah dengan memberikan layanan keimigrasian khusus hingga bantuan alih status kewarganegaraan kepada para eksil yang ingin kembali, meninggal, dan dimakamkan di tanah air.

Di depan Mahfud, Yasonna, dan eksil 1965 lain di Praha Sis mengungkapkan, stigma negatif terhadap dirinya masih ada.

“Saya mengatakan ini karena saya merasa di keluarga saya pun ada,” ujar Sis.

Sis menceritakan, pada satu waktu ia bertanya kepada saudara kandung dari bapak dan ibunya mengenai bagaimana jika ia dikubur di Indonesia.

Mendengar pertanyaan itu, saudaranya hanya diam. Kemudian, keluarga istri kakaknya, yang berpangkat jenderal menjawab dengan enteng. Namun, jawaban itu sekaligus memuat stigma buruk terhadap Sis yang pernah dicap melawan negara.

Dia jawab, ‘lho mas, di Eropa kan biasa kremasi itu. Tabur saja di laut nanti kan sampai ke indonesia.’ Itu jawaban mereka,” ujar Sis kecut.

Menurut Sis, persoalan stigma itu merupakan problem generasi yang tidak bisa tuntas dalam waktu singkat.

Ia berharap terdapat kejelasan terkait persoalan sosial masyarakat ini karena menyangkut keturunan para korban eksil 1965.

“Ini problem yang saya harapkan supaya pemerintah menangani dan ini problem yang tidak selesai besok pagi satu minggu saja. Ini problem generasi,” tuturnya.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim, stigma buruk terhadap eksil 1965 menjadi hilang dengan adanya tindakan pemerintah memulihkan hak mereka sebagai korban.

Menurut mahfud, saat ini sudah tidak ada lagi sikap diskriminasi yang melarang masyarakat tertentu untuk berkegiatan karena dituding terafiliasi dengan kelompok kiri seperti PKI dan Gerwani.

Pada kesempatan tersebut, Mahfud juga berkali-kali menyatakan korban eksil 1965 tidak bersalah kepada negara.

“Anda adalah warga negara, anda adalah pecinta Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan anda tidak pernah bersalah kepada negara ini (Indonesia),” kata Mahfud dalam pertemuan yang disiarkan secara virtual.

“Nah iya kan, sudah pernyataan dari pemerintah (korban eksil 1965 tidak bersalah),” tambah Mahfud.

Adapun kebijakan bagi korban eksil 1965 ini merupakan implementasi dari perintah presiden Joko Widodo agar untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial, tanpa menghentikan proses hukum. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, saat ini terdapat eks Mahid 139 orang. Sebanyak 138 di antaranya tersebar di 10 negara Eropa dan satu orang lainnya di Asia. Korban eksil 1965 paling banyak menetap di Belanda dengan jumlah 67 orang, disusul Ceko 14 orang. Di Rusia, terdapat 1 orang korban eksil 1965 namun ada 38 orang keturunan eksil. Di luar Eropa, satu-satunya eks Mahid tinggal di Suriah.

https://nasional.kompas.com/read/202...-bilang-tabur.

perkembangan signifikan sekaligus menyedihkan karena butuh hampir  60 tahun mereka bisa diterima dan difasilitais oleh pemerintah..
gabener.edanAvatar border
nomoreliesAvatar border
antikhilafahAvatar border
antikhilafah dan 4 lainnya memberi reputasi
5
749
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan