Di sebuah kota kecil yang sunyi, tinggalah seorang wanita bernama Eliza. Faktanya Eliza memiliki pesona yang memikat dan senyuman yang hangat, namun di balik itu, ia menyimpan sejuta duka. Ia telah berkali-kali menikah, tetapi suaminya selalu meninggal dengan tragis.

Setiap kali Eliza menemukan cinta baru, nasib buruk selalu menghantuinya. Suaminya yang pertama, Daniel, meninggal akibat kecelakaan mobil yang tragis. Suaminya yang kedua, Adrian, meninggal karena penyakit yang tak terduga. Eliza merasa takdir merajalela di hidupnya.

Ketika Eliza menjalin hubungan dengan suami ketiga, Michael, mereka berdua berusaha menjalani kehidupan yang bahagia. Namun, nasib sial kembali menghampiri. Michael meninggal dunia saat sedang berusaha menyelamatkan seseorang dari tenggelam di pantai.

Meskipun hidup Eliza penuh dengan duka, ia tetap kuat dan gigih. Ia tidak menyerah pada takdir buruknya. Ia terus menjalani hidup, memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada siapapun yang ia temui. Meskipun suaminya selalu meninggal, Eliza tidak pernah kehilangan harapan untuk menemukan cinta sejati yang abadi.

***



Di perpustakaan kota, Eliza sedang sibuk mencari buku ketika pandangannya tertuju pada seorang pria yang sedang mendalami lukisan di sudut ruangan.

Eliza: (tersenyum) Halo, sepertinya kamu sangat serius dengan lukisanmu.

Arman: (tersenyum membalas) Oh, ya. Seni memang selalu membuat saya terbuai. Nama saya Arman, senang berkenalan denganmu.

Eliza: Nama saya Eliza. Senang bertemu denganmu juga. Apa kamu juga senang membaca?

Arman: Tentu saja, aku suka membaca juga. Ternyata kita punya kesamaan minat. Apa buku yang sedang kamu cari?

Eliza: Sedang mencari buku tentang sejarah seni lukis. Bagaimana dengan lukisanmu?

Arman: Lukisan ini adalah bagian dari proyek pameran seni yang akan datang. Aku ingin menyampaikan pesan tentang keindahan dalam kehidupan yang sederhana.

Eliza dan Arman pun semakin mendalami percakapan mereka, berbicara tentang hobi, impian, dan pandangan tentang kehidupan. Pertemuan singkat itu berubah menjadi serangkaian pertemuan yang lebih panjang.

Beberapa bulan kemudian, di bawah cahaya bulan, Eliza dan Arman berjalan di taman yang indah.

Arman: (berhenti dan memandang Eliza) Eliza, sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada ikatan istimewa di antara kita. Aku tahu tentang masa lalumu, tetapi aku ingin bersama denganmu, membangun masa depan yang lebih cerah.

Eliza: (tersenyum, tetapi terlihat ragu) Arman, aku tidak ingin kamu mengalami nasib yang sama seperti suamiku sebelumnya. Aku takut kehilangan lagi.

Arman: (menggenggam tangan Eliza) Aku tahu bahwa hidupmu penuh dengan rintangan, tetapi aku percaya bahwa kita bisa melewati semuanya bersama. Kita berdua telah mengalami kehilangan, tetapi kita juga bisa menemukan kebahagiaan baru bersama-sama.

Eliza: (tersenyum lembut) Arman, kamu begitu istimewa. Aku ingin mencoba, meskipun takut. Aku ingin memberikan peluang pada cinta ini.

Arman: (senang) Terima kasih, Eliza. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, dalam suka dan duka. Kita bisa menjalani ini bersama.

Beberapa tahun kemudian, di sebuah pesta pernikahan yang indah, Eliza dan Arman berdiri di hadapan teman-teman dan keluarga mereka.

Pendeta: Apakah kamu, Eliza, bersedia menerima Arman sebagai suamimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam suka dan duka, hingga akhir hayat?

Eliza: (menggenggam tangan Arman dengan penuh keyakinan) Ya, aku bersedia.

Pendeta: Dan apakah kamu, Arman, bersedia menerima Eliza sebagai istrimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam suka dan duka, hingga akhir hayat?

Arman: (dengan mata penuh cinta) Ya, aku bersedia.

Pendeta: Dengan ini, aku menyatakan kalian berdua suami istri. Kamu boleh mencium pengantinmu.

Eliza dan Arman pun berbagi ciuman penuh kebahagiaan, mengawali babak baru dalam kisah hidup mereka yang penuh cinta dan harapan.

***



Ternyata, di balik kisah Eliza yang penuh dengan perjalanan hidup yang sulit dan cinta yang baru ditemukan, terdapat sebuah rahasia yang hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Eliza memiliki tanda di bahunya yang dikenal sebagai "bahu laweyan". Tanda ini adalah suatu bentuk penandaan khusus yang diyakini oleh beberapa kalangan memiliki makna tertentu.

Setiap kali Eliza menjalin hubungan pernikahan, tanda bahu laweyan tersebut tampaknya semakin terang dan terlihat lebih jelas. Beberapa orang percaya bahwa tanda ini merupakan pertanda nasib buruk atau bahkan kutukan yang mengiringi pernikahan-pernikahan Eliza. Namun, ada pula yang melihat tanda ini sebagai sebuah simbol kekuatan dan ketahanan Eliza dalam menghadapi cobaan hidup.

Tidak banyak yang tahu tentang arti sebenarnya dari tanda bahu laweyan ini, termasuk Eliza sendiri. Ia sering kali merenungkan tanda tersebut, bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya tersembunyi di baliknya. Meskipun ada rasa ketidakpastian, Eliza memilih untuk tidak membiarkan tanda tersebut mengendalikan hidupnya. Ia tetap berusaha menjalani hidup dengan penuh semangat dan keberanian.

Ketika Eliza bertemu dengan Arman, ia memutuskan untuk berbicara terbuka tentang tanda bahulaweyan tersebut. Arman mendengarkan dengan penuh pengertian dan meyakinkan Eliza bahwa tanda tersebut tidak akan mengubah perasaannya terhadapnya. Arman melihat tanda bahu laweyan sebagai bagian dari perjalanan hidup Eliza yang unik, yang membentuk siapa dirinya sekarang, walau ia harus menjadi tumbal bahu laweyan sekalipun.

Dengan dukungan Arman dan cinta yang mereka bagi, Eliza akhirnya merasa bahwa tanda bahu laweyan tersebut bukanlah kutukan, melainkan bagian dari jalan hidupnya yang membawanya pada titik di mana ia bisa menemukan kebahagiaan dan cinta sejati. Ia belajar menerima dirinya apa adanya dan menghadapi masa depan dengan kepala tegak.

Tanda bahu laweyan yang pernah dianggap sebagai pertanda malapetaka, kini menjadi simbol kekuatan, cinta, dan ketabahan Eliza. Kehidupannya bersama Arman membuktikan bahwa meskipun ada hal-hal tak terduga dalam hidup, cinta yang tulus dan tekad untuk menjalani hidup dengan penuh semangat bisa mengatasi segala rintangan.

Terkadang inilah kehidupan, tak seindah yang dibayangkan banyak orang. Sebab kematian malah menjadi sebuah pilihan, ketika sosok yang hidup ternyata di timpa tekanan yang cukup berat dari gaya hidup, kemunafikan, sistem kapitalis yang membuat manusia menjadi tak berakal.

Hanya satu yang membuat manusia tetap bertahan untuk hidup, yaitu "cinta".

"Tamat"