euisdinaAvatar border
TS
euisdina
Catatan Penderita Sinusitis Dan Rhinitis

Sumber: google


Jika boleh memilih mungkin kita semua pasti meminta atau menginginkan yang terbaik untuk kehidupan kita, ye, kan? Termasuk dalam hal kesehatan.

Namun, itu semua apalah daya karena kita hanya sebagai hamba yang tak berdaya jika Sang Maha Pengatur memberikan kita ujian berupa suatu penyakit atau apa pun itu pada diri kita.

Seperti halnya diriku, entah mulainya dari kapan. Tapi, yang kuingat saat itu tahun 2001 aku masih duduk di bangku sekolah setingkat SMA dan kala itu aku tinggal di asrama karena sekolah plus mondok.

Di bagian alis sebelah kiri ada benjolan sekecil beras, rasanya di bagian tersebut sering sekali terasa nyeri. Terkadang sakitnya menjalar ke bagian wajah, kening, dan kepala bagian depan. Sempat mengadu kepada kakak laki-lakiku yang kebetulan saat itu masih satu sekolah denganku.

"Halah, itu mah paling cuman kebanyakan tidur doang." Begitu jawaban dari kakakku. Dasar kakak lucknut gak ada akhlak😆.

Setelah lulus sekolah dan mulai tunggal bersama orang tua sakit itu kadang muncul kembali. Rasa sakit di bagian alis, sebagian wajah dan kepala yang mendera kadang samgat mengganggu aktivitas. Apalagi ketika dibawa ruku dan sujud rasa nyeri itu menjadi berkali-kali lipat hingga terasa bola mata mau copot dari tempatnya.

Walaupun harus sering menahan rasa sakit yang luar biasa itu aku tidak ada keberanian untuk bercerita kepada orang tua apalagi untuk minta periksa ke dokter. Karena aku sangat paham dengan kondisi orang tuaku yang untuk keperluan makan sehari-hari saja masih kesilitan apalagi jika untuk biaya berobat ke dokter ataupun puskesmas karena jarak yang cukup lumayan jauh.

Sekitar tahun 2013 aku menikah. Sakit itu kembali muncul. Aku pun mulai memberanikan diri memeriksakan diri ke klinik terdekat. Dokter umum yang kutemui saat itu bilang jika aku terkena sinusitis, peradangan di area sinus, hidung.

Rasa sakit mulai mereda selama mengkonsumsi obat.

Setelah memiliki anak sinusitis kembali datang yang sakitnya tidak bisa ditahan hungga aku harus menangis sendiri selama harus merasakan rasa nyeri yang luar biasa di bagian alis, mata, sebagian wajah dan kepala, serta mampet di bagian hidung hingga terasa kesulitan untuk bernapas.

Setelah harus bolak balik puskesmas baru diberi rujukkan ke rumah sakit untuk periksa ke poli THT.

Dokter spesialis THT menyarankan agar operasi. Tapi karena saat itu aku belum siap dokter pun hanya memberi beberapa resep obat untuk meringankan dan berpesan agar aku berusaha sebisa mungkin menghindari pemicunya agar sinusitis itu tak gampang kambuh.



Diantaranya harus jangan sampai terkena debu, serbuk bunga, bahan kimia yang berbau menyengat serta cuaca dingin.

Permah beberapa waktu mampet dan rasa nyerinya menghilang, tapi berganti dengan bersin-bersin dan meler tanpa jeda. Disertai rasa gatal dibagian langit-langit mulut, mata, dan telinga.

Namun nyatanya karena hidup di kampung untuk harus menghindari pemicunya itu sangat sulit. Apalagi orang-orang di sekitar banyak yang tak bisa memahami dengan kondisi kesehatan kita.

Mereka sering melabeli kami penderita sinusitis dan rhinitis ini dengan kalimat-kalimat yang membuat kami semakin terpojok dengan penyakit ini.
Mereka bilang kami, lebay, pemalas, karena tidak bisa hidup normal dan bebas seperti mereka.

Karena kadang aku sendiri tidak berani menyapu rumah yang sudah banyak banget debunya atau menyapu halaman pada musim kemarau yang debunya pasti banyak. Qodarillah suami ngerti dan mau mengerjakan pekerjaan itu walau resiko ya, itu harus nerima nyinyiran dan kalimat julid dari tetangga atau orang sekitar.

"Kok, suami yang nyapu? Nyapu itu tugasnya istri bukan suami." Begitu protes salah satu sesenenek yang melintas di depan rumah dan melihat suami menyapu.

Sesenenek itu mungkin tidak menyadari jika ucapannya itu sungguh sangat mengganggu pikiranku. Siang malam bahkan sudah bertahun-tahun pun ucapannya itu selalu terngiang di telinga dan menimbulkan rasa luka di hati ini.

Padahal, apa yang salah dengan seorang suami mengerjakan kerjaan rumah? Tapi, memang sudah menjadi tradisi seakan jika seorang suami membantu pekerjaan rumah itu adalah suatu aib atau kesalahan hingga ada yang melabeli suami takut istri ceunah, tatkala melihat si suami menyapu atau mencuci pakaian kotor demi meringankan tugas istri.

Buat kalian yang masih diberi kesehatan sempurna. Please ... Stop melabeli kami dengan sebutan lebay, pemalas, manja, dan kata-kata penghakiman menyakitkan lainnya yang malah memperburuk kondisi kami karena merasa semakin stress dengan seringnya mendengar stigma seperti itu.

0
577
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan