- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Aktivis Perempuan-Anak Desak Penanganan 9 Kasus Pencabulan di Ponpes


TS
User telah dihapus
Aktivis Perempuan-Anak Desak Penanganan 9 Kasus Pencabulan di Ponpes

Mataram - Aktivis perempuan dan anak dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak di lima kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak penegak hukum untuk memberi perhatian khusus terhadap sembilan kasus pencabulan di pondok pesantren.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram Joko Jumaidi juga meminta penanganan serius dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, serta penanganan terhadap korban kekerasan seksual. "Kami juga meminta pemerintah menelusuri korban lain untuk rehabilitasi," ujarnya, Senin (19/6/2023).
Selanjutnya, seluruh pondok pesantren di NTB diminta untuk membuka layanan pos pengaduan untuk korban kekerasan seksual. "Dan terakhir, kami mendesak Kementerian Agama (Kemenag) NTB agar pro aktif mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren," lanjut Joko.
Dalam konsolidasi antar LSM yang dilakukan di Gedung Rektorat Universitas Mataram, Joko mengungkap ada sembilan kasus pencabulan dan pemerkosaan di pondok pesantren. Tiga kasus di antaranya terjadi di Lombok Barat, tiga kasus di Lombok Timur, dan masing-masing satu kasus di Sumbawa, Mataram, dan Lombok Tengah.
Dari sembilan kasus itu, sedikitnya 97 anak-anak menjadi korban, baik mereka yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. "Korban terbanyak itu di Lombok Timur sekitar 50 anak yang terdata dari tiga kasus yang ada, di Kecamatan Sikur dan Pringgabaya," jelasnya.
Lebih rinci Joko menyebut bahwa empat kasus yang terjadi di lingkungan pondok pesantren melibatkan hubungan sesama jenis atau sodomi. "Kasus sodomi ini ada yang dilakukan oleh pengurus pondok (pesantren), ada juga teman korban," terang dia.
Kemudian, dari sembilan kasus yang dilaporkan ke LSM perempuan dan anak, satu kasus kekerasan seksual di antaranya, yakni di Kota Mataram, tidak dilaporkan ke polisi.
"Sementara, satu kasus di Lombok Tengah itu sudah dilaporkan ke polisi, tapi saat ini masih didalami. Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi," imbuh Joko.
Selanjutnya, tujuh kasus lainnya berhasil dilaporkan ke polisi, namun baru empat kasus di antaranya yang naik ke tingkat penyidikan dan sedang ditangani Polda NTB.
"Di Lombok Timur ada dua tersangka. Sumbawa satu tersangka, dan Lombok Barat masih di tahap penyelidikan, belum ke penyidikan," tutur Joko.
Ia juga mengungkap salah satu kasus di pondok pesantren, pelakunya merupakan santri yang mengorbankan temannya dari kalangan santri juga. Kasus lainnya, pelakunya merupakan pengurus pondok pesantren.
"Ada juga kasus lain itu (pelaku) ustaz yang di Lombok Barat. Lalu, di Lombok Timur itu kami anggap sebagai ustaz juga karena yang bersangkutan anak dari pimpinan pondok pesantren. Kasus lainnya, (pelaku) pimpinan pondok," kata Joko.
Dari sembilan pondok pesantren yang berkasus, satu di antaranya merupakan kasus lesbian dan tiga pondok lainnya kasus homoseksual (gay), yaitu di Lombok Barat dan Lombok Tengah. Tetapi, Joko memuji dua pondok pesantren kooperatif membuka diri dalam penyelidikan kasus pencabulan yang terjadi.
"Sisanya itu rata-rata defensif (membela diri). Seperti kasus di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, bahkan tidak mengakui ada kasus pencabulan di lingkungan pondok pesantrennya. Bahkan, pengacara tersangka mengancam untuk melaporkan balik korban," pungkasnya.
https://www.detik.com/bali/nusra/d-6...ulan-di-ponpes
astagfirullah, mengapa aktivis perempuan dan anak ingin intervensi urusan internal pesantren ?

padahal pemerintah saja tidak punya wewenang untuk intervensi urusan internal pesantren
Konten Sensitif

Konten Sensitif





nomorelies dan bukan.bomat memberi reputasi
2
937
32


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan