Kaskus

Entertainment

SuicideSilenceAvatar border
TS
SuicideSilence
Mengapa Angka 9 Sering Muncul pada Harga Produk?
Mengapa Angka 9 Sering Muncul pada Harga Produk?

Netpreneur.co.id - Sama halnya dengan pengusaha bisnis offline, banyak pemilik toko online yang menetapkan harga produk tanpa pembulatan, misalnya dengan mencantumkan angka 9 di dua atau tiga digit terakhir nominal harga. Penetapan harga dengan teknik semacam ini bukanlah tanpa alasan. Cabang ilmu psikologi menyebutkan, banyaknya jumlah angka 9 yang tertera pada harga produk berbanding lurus dengan penjualan produk tersebut.

Strategi menetapkan harga tanpa pembulatan dikenal dengan sebutan Odd Pricing. Nominal harga yang tergolong ganjil ini ditetapkan oleh penjual sedikit di bawah harga penjualan sesungguhnya. Secara psikologis, pembeli akan berasumsi bahwa produk yang akan ia beli harganya lebih murah.

Misalnya pada saat pembeli mengunjungi situs toko online yang melakukan transaksi Jual Alat Musik atau jual kamera dan produk lainnya, Ketika pembeli melihat nominal Rp 19.999, ia akan berpikir bahwa produk tersebut masih berharga belasan ribu rupiah. Padahal, harga produk yang sesungguhnya adalah Rp 20.000. Meski hanya terpaut satu sen, pembeli menganggap harga Rp 19.999 lebih murah dari Rp 20.000. Aspek psikologi konsumen semacam inilah yang ingin dimunculkan penjual.

Mengapa Angka 9 Sering Muncul pada Harga Produk?

Seberapa efektifkah penetapan harga produk yang “tanggung” ini terhadap penjualan? Uniknya, berbagai riset di bidang psikologi pemasaran membuktikan bahwa strategi Odd Pricing turut berperan dalam tingginya penjualan produk. Riset yang dilakukan pada tahun 1997 oleh Marketing Bulletin menunjukkan, 60,7% harga produk yang beredar di pasaran diakhiri oleh angka 9. Bahkan jauh sebelum itu, riset yang dilakukan di Inggris pada tahun 1969 menyebutkan bahwa hampir seluruh harga pasar yang ditetapkan penjual berada pada kisaran harga “tanggung”, yaitu 11,5 pound sterling. Sementara di Amerika, penetapan harga “tanggung” ini masih berlaku hingga sekarang. Hal ini tercermin dari harga bensin yang terpampang di SPBU lokal, yang banyak diakhiri oleh angka 0,009 USD.

Contoh Produk dengan Odd Pricing di Situs Jual-Beli Online

Mengutip Clarku.Edu, penjual menggunakan teknik Odd Pricing dengan pertimbangan berikut.

Pembeli tidak menghiraukan beberapa digit terakhir pada nominal harga. Tiga digit terakhir pada harga Rp 19.999 akan dihiraukan oleh pembeli. Pembeli akan memfokuskan perhatian pada dua digit pertama, yaitu angka 19 ribu. Angka 19 ribu ini memang lebih rendah dibanding angka 20 ribu, meskipun angka penjualan Rp 19.999 sebenarnya lebih mendekati Rp 20.000.

Pecahan menunjukkan harga terendah. Pencantuman angka desimal dan pecahan pada harga produk memberikan kesan bahwa penjual berusaha untuk menetapkan harga serendah mungkin. Dengan menetapkan harga terendah, penjual ingin menciptakan kesan bahwa ia memprioritaskan daya beli konsumen.

Bunyi angka berulang menciptakan kesan ear-catchy. Meski secara logis tidak masuk akal, pengulangan bunyi saat pembeli mengucapkan harga produk dianggap sebagai sesuatu yang menarik atau ear-catchy. Secara psikologis, pengulangan bunyi angka tertentu yang ear-catchy dinilai dapat mempersuasi konsumen untuk melakukan pembelian.

Meski banyak riset membuktikan dampak psikologis Odd Pricing terhadap pembeli, beberapa pakar bisnis menyangsikan efektivitas teknik ini untuk menaikkan penjualan. Menurut mereka, bahkan pembeli kalangan anak-anak pun paham berapa banyak uang yang sebenarnya dikeluarkan oleh konsumen untuk membeli produk yang dijual dengan harga “tanggung”.

Lebih lanjut, pakar bisnis menilai bahwa kebanyakan penjual menggunakan Odd Pricing bukan untuk menaikkan penjualan. Mayoritas penjual menetapkan harga “tanggung” hanya untuk mengikuti tren di pasaran. Bahkan, banyak penjual menggunakan teknik Odd Pricing hanya karena kompetitor mereka berbisnis dengan teknik ini pula.

Lantas, apa panduan yang bisa digunakan penjual saat menetapkan harga produk? Kesampingkan aspek psikologis konsumen saat menentukan harga jual. Ingatlah prinsip “harga yang affordable”. Affordable tidak selamanya merujuk pada harga produk yang rendah. Pertimbangkanlah modal dan usaha yang telah dikorbankan untuk menentukan harga produk. Jika modal dan biaya produksi yang dikeluarkan sedikit, tetapkanlah harga produk yang rendah. Jika pengorbanan yang dilakukan cenderung besar, tidak ada salahnya menetapkan harga jual produk yang tinggi.

sumber
-------------------------------------------------------------------------------------------
Diubah oleh SuicideSilence 04-06-2013 03:26
0
3.5K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan