Kaskus

News

imam.sengkonAvatar border
TS
imam.sengkon
Tantangan Dedolarisasi

Meskipun dedolarisasi yang dilakukan pemerintah di tingkat bilateral merupakan langkah strategis yang sangat realistis namun bukan tanpa risiko. Pemerintah perlu menyiapkan upaya mitigasi berbagai potensi reaksi dari AS. 

Isu dedolarisasi kembali ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir ini.
Isu lawas yang menemukan momentumnya untuk kembali ke permukaan.

Di tengah kondisi ekonomi yang tengah beranjak menuju pemulihan dan dalam waktu bersamaan masih tetap diselimuti ketidakpastian, isu dedolarisasi menjadi isu yang sangat menarik untuk pelaku ekonomi dan dunia industri, terutama terkait usaha menurunkan risiko nilai tukar mata uang.
Salah satu sumber risiko terbesar dari pergerakan nilai mata uang rupiah sampai saat ini adalah ketergantungan yang sangat kuat terhadap nilai dollar AS.
Pergerakan nilai mata uang rupiah selama ini selalu dipengaruhi oleh dinamika pergerakan dollar AS. Perubahan nilai tukar dollar AS akan secara langsung memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah di pasar keuangan global. Tak heran jika selama ini volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat tinggi. Bahkan, sepanjang 2022, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah mengalami perubahan lebih dari 9,2 persen.
Volatilitas nilai tukar yang sangat tinggi ini tentunya memiliki efek yang kurang baik terhadap iklim dunia usaha. Semakin tinggi volatilitas, semakin tinggi tingkat risiko dan ketidakpastian yang dihadapi dan semakin sulit membuat perkiraan terhadap kondisi yang akan terjadi. Tingginya ketidakpastian ini akan menyulitkan pelaku usaha untuk membuat kebijakan pengembangan usahanya.
Oleh karena itu, untuk sebagian besar pelaku usaha, stabilitas ekonomi jauh lebih disukai, alih-alih pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Baca juga : Indonesia Perluas Kerja Sama ”Dedolarisasi”
Baca juga : ASEAN Pastikan Kurangi Penggunaan Dollar AS
Kemunculan isu dedolarisasi juga diperkuat dengan mulai menurunnya hegemoni ekonomi Amerika Serikat (AS) dan dalam waktu bersamaan mulai muncul negara-negara dengan kekuatan ekonomi baru. Negara-negara ekonomi baru ini mencoba menggantikan hegemoni AS yang saat ini pemerintahnya tengah tertatih-tatih menghadapi krisis ekonomi di negara adidaya tersebut.
Bendera perang
Langkah pemerintah melakukan dedolarisasi saat ini berada dalam momentum yang tepat. Di tengah kondisi ekonomi yang belum kembali optimal dan kondisi lingkungan yang penuh dengan tantangan, beban volatilitas rupiah sangatlah terasa berat. Apalagi dengan penggunaan mata uang dollar AS dalam perekonomian Indonesia yang masih sangat tinggi dan cenderung meningkat.
Transaksi impor barang dan jasa serta pembayaran utang menjadi aktivitas ekonomi yang masih mengandalkan dollar AS. Tak heran jika Indonesia memasuki kedua momen itu, pergerakan dollar AS terasa sangat sulit dikendalikan. Bahkan, beberapa kali operasi pasar oleh Bank Indonesia (BI) terkesan minim dampak dan kurang efektif dalam meredam pergerakan liar kurs rupiah.
Tantangan Dedolarisasi KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pramuniaga melayani konsumen yang akan menukarkan uang di salah satu money changer di Jakarta

Ketergantungan terhadap dollar AS ini semakin hari akan semakin tinggi dengan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap impor migas dan cicilan utang luar negeri Indonesia. Jika tak ada langkah strategis dari pemerintah dan otoritas kebijakan moneter, ketergantungan ini akan semakin kuat dan semakin sulit untuk diturunkan. Dalam kondisi ini, tingkat risiko yang dihadapi para pelaku ekonomi akan jauh semakin besar.
Langkah dedolarisasi yang dilakukan pemerintah di tingkat bilateral merupakan langkah strategis yang sangat realistis dan seyogianya mendapat dukungan dari semua pelaku ekonomi dan dunia usaha. Bahkan, perjanjian transaksi perdagangan bilateral untuk tak menggunakan dollar AS perlu diperluas dan diperdalam.
Namun, langkah dedolarisasi ini bukanlah langkah tanpa risiko. Meski langkah dedolarisasi dilakukan dalam tingkat bilateral di antara dua negara, ini seolah-olah menjadi pertanda berkibarnya bendera perang.
Pemerintah seolah-olah ingin melawan secara langsung hegemoni negara AS yang selama ini menjadi penguasa mata uang dunia. Bukan tak mungkin, hal ini akan mengundang reaksi AS beserta negara-negara yang selama ini dikenal sangat loyal terhadap AS.
Upaya mitigasi berbagai potensi risiko dari reaksi yang akan dilancarkan oleh AS dan para sekutunya perlu diambil oleh pemerintah.
Tantangan
Bidak telah dimainkan, bendera perang telah dikibarkan, genderang perang telah dikumandangkan, pantang arang untuk kembali pulang.
Baca juga : Mata Uang BRICS dan Renminbi
Pemerintah harus menyadari bahwa langkah dedolarisasi bukan hanya langkah manajemen risiko keuangan, melainkan telah menjadi langkah geopolitik global yang menyentuh aspek politik, ekonomi, hukum, dan hubungan internasional.
Sebagai negara dengan sistem ekonomi terbuka, Indonesia harus sadar bahwa kinerja ekonominya akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh negara-negara lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Masih hangat dalam ingatan kita bagaimana kebijakan American First yang kembali dikumandangkan Donald Trump dan memicu perang dagang antara AS dan China memengaruhi kinerja perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Indonesia juga harus siap jika produk-produk Indonesia kembali dicegah untuk masuk ke pasar global dengan berbagai dalih yang kadang tidak masuk akal, seperti isu lingkungan, kebijakan antidumping, ketenagakerjaan, sampai isu jender yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas produksi dan perdagangan.
Para pelaku dunia usaha berharap langkah dedolarisasi ini bukanlah langkah perjudian yang mempertaruhkan imbalan yang tidak pasti.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan beberapa negara akan menerapkan berbagai hambatan (barrier), baik dalam bentuk tarif (tariff barriers) maupun hambatan non-tarif (non-tariff barriers) terhadap produk-produk dari Indonesia.
Para pelaku dunia usaha berharap semua tantangan dan risiko yang dihadapi pascadedolarisasi ini telah termitigasi dengan sempurna, baik oleh pemerintah maupun BI sebagai pemegang otoritas kebijakan moneter di Indonesia.
Para pelaku dunia usaha berharap langkah dedolarisasi ini bukanlah langkah perjudian yang mempertaruhkan imbalan yang tidak pasti. Kita semua berharap pemerintah bersama BI sudah mengukur berbagai tantangan dan mengatur berbagai strategi jika peperangan melawan hegemoni AS tersebut benar-benar terjadi.
Agus Herta SumartoDosen FEB UMB dan Ekonom INDEF

https://www.kompas.id/baca/opini/202...7zo9WwB11hquAI

Tantangan Dedolarisasi
mang.jebotAvatar border
muhamad.hanif.2Avatar border
nomoreliesAvatar border
nomorelies dan 5 lainnya memberi reputasi
2
829
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan