Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Pemerintah Didesak Respons Rencana Australia Buang Radioaktif di Laut Dekat Indonesia
Pemerintah Didesak Respons Rencana Australia Buang Limbah Radioaktif di Laut Dekat Indonesia
Pemerintah Didesak Respons Rencana Australia Buang Radioaktif di Laut Dekat Indonesia

Kompas.com - 13/05/2023, 14:00 WIB Lihat Foto Ilustrasi tumpahan minyak di pantai(SHUTTERSTOCK) Penulis Hilda B Alexander | Editor Hilda B Alexander

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia didesak merespons ancaman bahaya tumpahan minyak, bahan radioaktif dan limbah beracun lain dari rencana decommissioning atau penutupan penyimpanan dan pembongkaran produksi terapung atau Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Northern Endeavour di Laut Timor ke perairan Indonesia.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Fanny Tri Jambore menegaskan, pada setiap rencana proyek yang menunjukkan adanya ancaman bahaya pada keselamatan lingkungan dan manusia, harus dilakukan telaah yang mendalam dan konsultasi. Kedua langkah ini adalah syarat penting, untuk memastikan tidak adanya korban di lingkungan dan komunitas

."Sehingga konsultasi untuk proses dekomisioning ini harusnya juga melibatkan pemilik tradisional dari pulau-pulau di sekitar laut Timor dan pemerintah Indonesia," terang Fanny dalam siaran pers bersama Friends of the Earth Australia (FoEA), Jumat (12/5/2023).

Menurut Fanny, keterlibatan Pemerintah dalam konsultasi dan keputusan decommissioning FPSO Northern Endeavour yang akan melewati perairan Indonesia menjadi penting.

Hal ini, mengingat kejadian tumpahan minyak dari aktivitas pertambangan minyak di lepas landas kontinen pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang merugikan ribuan warga di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.Pengadilan Australia pada akhirnya memenangkan gugatan warga NTT atas kerugian yang mereka terima akibat tumpahan minyak ini.

Direktur Walhi Nusa Tenggara Timur Umbu Wulang Tanaamahu mengungkapkan, trauma kerusakan lingkungan dari aktivitas industri bahan bakar fosil ini masih melekat pada warga di NTT, sehingga aktivitas yang bisa mengarah kepada terulangnya kerusakan semacam ini harus diminimalisasi.

”Pemerintah Federal Australia seharusnya menggunakan standar keselamatan lingkungan yang ketat dan memastikan bahwa rencana dekomisioning FPSO Northern Endeavour dikaji ulang agar tidak lagi mengulang tragedi kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di NTT," tegas Umbu.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Federal Australia secara resmi mengumumkan rencana decomissioning FPSO Northern Endeavour di Laut Timor. Rencana tersebut termasuk pembuangan bahan radioaktif dalam jumlah yang dirahasiakan, termasuk uranium dan thorium, minyak, hidrokarbon, merkuri, dan racun lainnya ke laut yang berjarak sekitar 155 kilometer dari lepas pantai Indonesia dan Timor Leste.

Meskipun menunjukkan adanya risiko tumpahan minyak besar selama proses tersebut, Pemerintah Federal Australia berencana untuk menarik FPSO yang dekat dengan pesisir beberapa pulau di Indonesia ini ke lokasi lainnya di Asia  yang dirahasiakan, yang dikhawatirkan akan menjadi tempat pembuangan sampah kotor dengan standar lingkungan dan keselamatan tenaga kerja yang rendah.

Terkait hal ini, FoEA dalam pernyataan bersama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menganggap Pemerintah Australia mencoba menghindari pengawasan publik secara nasional dan internasional dengan cara diam-diam, di tengah masa penyusunan anggaran yang disebut budget week. Tenggat waktu persetujuan rencana tersebut adalah Jumat (12 Mei 2023) yang tidak melibatkan satu pun pemangku kepentingan serta tidak ada konsultasi publik.

FoEA pun mendesak perpanjangan tenggat waktu persetujuan, sehingga pemangku kepentingan dan publik memiliki waktu untuk mengkaji dokumen dan memberikan tanggapan atas rencana tersebut.

Offshore Gas Campaigner dari FoEA Jeff Waters menyebut rencana ini sebagai tindakan keterlaluan Pemerintah Federal Australia. Menurut Waters, saat akan melakukan decommissioning aset, Perusahaan bahan bakar fosil harus menggunakan pedoman yang ketat dari regulator industri, baik saat aktivitas pembuangan maupun pada saat konsultasi.

"Namun saat Departemen Lingkungan Pemerintah Federal Australia merencanakan decommissioning Northern Endeavour ini, seluruh pedoman keselamatan yang ada, mendadak tidak lagi digunakan,” jelas Waters.

Dalam keterangan lebih lanjut, FoEA menyampaikan, solusi terbaik dari decommissioning semacam ini adalah dengan mengangkut anjungan tua dan kotor ke tempat pembongkaran dan fasilitas daur ulang di darat agar limbah beracun dapat dikelola dan tidak mencemari lingkungan.

Karena itu, FoEA menuntut perpanjangan tenggat waktu persetujuan dan memastikan tidak ada bahan radioaktif berbahaya atau limbah beracun lain yang boleh dibuang ke laut selama proses tersebut.

https://lestari.kompas.com/read/2023...laut?page=all.

Australia Berencana “Buang” Limbah Radioaktif di Laut Dekat Indonesia, Aktivis Lingkungan Protes Keras
Pemerintah Didesak Respons Rencana Australia Buang Radioaktif di Laut Dekat Indonesia
Kompas.com - 11/05/2023, 21:30 WIB Lihat Foto Ilustrasi peta Laut Timor.(CIA via WIKIMEDIA COMMONS) Penulis Danur Lambang Pristiandaru | Editor Danur Lambang Pristiandaru

KOMPAS.com – Pemerintah Federal Australia mengumumkan rencana untuk melakukan decommissioning alias penutupan operasi fasilitas terapung penyimpanan dan pembongkaran produksi (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Northern Endeavour di Laut Timor. Untuk diketahui, FPSO adalah fasilitas terapung yang digunakan oleh industri minyak dan gas lepas pantai untuk produksi dan pemrosesan hidrokarbon serta penyimpanan minyak.

Rencana tersebut termasuk pembuangan bahan radioaktif dalam jumlah yang dirahasiakan, minyak, hidrokarbon, merkuri, dan racun lainnya ke perairan yang berjarak 155 kilometer (km) dari lepas pantai Indonesia dan Timor Leste.

Dalam rencana tersebut, FPSO Northern Endeavour akan “diderek” melalui perairan Indonesia ke lokasi yang dirahasiakan di Asia untuk dibongkar. Beberapa detail dalam rencana tersebut menunjukkan adanya risiko besar kebocoran minyak selama operasi.

Menurut Friends of the Earth Australia (FoEA), Pemerintah Australia mencoba menghindari pengawasan publik secara nasional maupun internasional dengan cara diam-diam membuat pengajuan rencana pekan lalu yang bertepatan dengan penyusunan anggaran. FoEA mengatakan, tenggat waktu persetujuan rencana tersebut adalah Jumat (12/5/2023) dan diklaim tidak melibatkan pemangku kepentingan serta tidak ada konsultasi publik.

FoEA mendesak perpanjangan tenggat waktu persetujuan sehingga pemangku kepentingan dan publik memiliki waktu untuk mengkaji dokumen dan memberikan tanggapan atas rencana tersebut. Offshore Gas Campaigner dari FoEA Jeff Waters menyebut rencana ini sebagai tindakan keterlaluan dari Pemerintah Federal Australia.

“Saat akan melakukan decommissioning aset, perusahaan bahan bakar fosil harus menggunakan pedoman yang ketat dari regulator industri, baik saat aktivitas pembuangan maupun pada saat konsultasi,” jelas Waters dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (11/5/2023).

“Namun saat Departemen Lingkungan Pemerintah Federal Australia merencanakan decommissioning Northern Endeavour ini, seluruh pedoman keselamatan yang ada mendadak tidak lagi dipakai,” sambungnya.

FoEA menyampaikan, solusi terbaik dari decommissioning semacam ini adalah mengangkut anjungan tua ke tempat pembongkaran dan fasilitas daur ulang di darat supaya limbah beracun dapat dikelola dan tidak mencemari lingkungan. FoEA menuntut perpanjangan tenggat waktu persetujuan dan memastikan tidak ada bahan radioaktif berbahaya atau limbah beracun lain yang boleh dibuang ke laut selama proses tersebut.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Fanny Tri Jambore menyerukan agar Pemerintah Indonesia merespon ancaman bahaya tumpahan minyak, bahan radioaktif, dan limbah beracun lain dari rencana decommissioning FPSO Northern Endeavour ke perairan Indonesia.

“Pada setiap rencana proyek yang menunjukkan adanya ancaman bahaya pada keselamatan lingkungan dan manusia, maka telaah yang mendalam dan konsultasi yang berarti adalah syarat penting, untuk memastikan tidak adanya korban di lingkungan dan komunitas, sehingga konsultasi untuk proses dekomisioning ini harusnya juga melibatkan pemilik tradisional dari pulau-pulau di sekitar laut Timor dan pemerintah Indonesia,” kata Fanny. Keterlibatan pihak Indonesia dalam konsultasi dan keputusan decommissioning FPSO Northern Endeavour yang akan melewati perairan Indonesia menjadi penting.

Pasalnya, kejadian tumpahan minyak dari aktivitas pertambangan minyak di lepas landas kontinen pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang merugikan ribuan warga di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Pengadilan Australia pada akhirnya memenangkan gugatan warga NTT atas kerugian yang mereka terima akibat tumpahan minyak ini. Direktur WALHI Nusa Tenggara Timur (NTT) Umbu Wulang Tanaamahu menyampaikan, trauma kerusakan lingkungan dari aktivitas tersebut masih melekat pada warga di NTT.

Sehingga, setiap aktivitas yang bisa mengarah kepada terulangnya kerusakan semacam ini harus diminimalisasi.

“Pemerintah Federal Australia seharusnya menggunakan standar keselamatan lingkungan yang ketat dan memastikan bahwa rencana decommissioning FPSO Northern Endeavour dikaji ulang agar tidak lagi mengulang tragedi kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di NTT,” terang Umbu Wulang Tanaamahu.

https://lestari.kompas.com/read/2023...age=all#page2.
Ngapain Australia mau buang-buang limbah di dekat Indonesia?
Kalau beneran terjadi kerusakan lingkungan di daerah NTT dan merugikan masyarakat sana emoticon-Frown
Apalagi terjadi mutasi genetik hewan-hewan laut yang bisa berbahaya sekali masyarakat sekitarnya
Padahal negara maju tapi nggak mau ngelola limbah berbahaya


sc5
.barbarian.
.barbarian. dan sc5 memberi reputasi
2
1K
33
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan