- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Polisi Sudah Jadi Musuh Bersama bagi Warga Kampung Bahari Ketika Lumbung Diusik


TS
kepala.plontos
Polisi Sudah Jadi Musuh Bersama bagi Warga Kampung Bahari Ketika Lumbung Diusik
Quote:
Polisi Sudah Jadi Musuh Bersama bagi Warga Kampung Bahari Setiap Kali "Lumbung Ekonomi" Mereka Diusik
Kompas.com - 12/05/2023, 06:06 WIB

Petugas kepolisian mendapat perlawanan dari sekelompok orang tak dikenal menggunakan benda berupa kayu, batu, maupun petasan pada saat turun ke lokasi Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (8/5/2023). (ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Utara)
Penulis: Larissa Huda| Editor: Larissa Huda
JAKARTA, KOMPAS.com - Penyerangan terhadap kepolisian setiap kali ada penggerebekan di Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, bukan tanpa alasan.
Polisi dibuat kalang kabut dan menarik diri akibat serangan balik dari sekelompok orang saat razia pada Senin (8/5/2023) lalu, baik itu dengan lemparan batu, kayu, bahkan petasan.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menilai hal tersebut terjadi lantaran bisnis narkoba sudah masuk ke sendi kehidupan ekonomi mereka.
"Ketika kepolisian melakukan operasi dan razia itu, mereka terancam lumbung ekonominya," ucap Rakhmat kepada Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Setiap kali lumbung ekonominya terancam, kata Rakhmat, secara spontan masyarakat yang terlibat dalam peredaran narkoba di sana akan berupaya mempertahankan itu.
Polisi sudah jadi musuh bersama

Rakhmat menilai, keberadaan polisi oleh jaringan narkoba di Kampung Bahari sudah dianggap sebagai musuh bersama. Hal terlihat dari penyerangan yang sering terjadi di sana.
"Kehadiran polisi oleh jaringan mereka sudah dilihat sebagai musuh bersama yang menggoyahkan lumbung ekonomi mereka," ucap Rakhmat.
Dengan situasi tersebut, Rakhmat menilai polisi tidak bisa turun sendirian untuk mengatasi masalah narkoba di Kampung Bahari. Pasalnya, otoritas polisi hanyalah sektor keamanan.
"Harus melibatkan pihak ketiga, dari perguruan tinggi, akademikus, lembaga sosial untuk memberdayakan orang miskin supaya tak masuk jaringan mereka," tutur Rakhmat.
Menurut dia, sudah saatnya polisi meninggalkan cara represif untuk memberantas narkoba di Kampung Bahari. Pasalnya, pendekatan represif itu selamanya akan dianggap sebagai serangan dari kepolisian.
Desakan faktor ekonomi

Menurut catatan Kompas.com, sedikitnya sudah enam kali polisi melakukan penggerebekan kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Bahari sepanjang 2022.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Slamet Riyanto mengungkapkan desakan ekonomi jadi salah satu alasan penumpasan peredaran narkoba di Kampung Bahari tak kunjung usai.
"Kalau dari keterangan yang kami tangkap, faktor ekonomi lebih cepat mendapatkan keuntungan," kata Slamet.
Tak sedikit warga Kampung Bahari hanya mengandalkan penghasilan dari kerja serabutan. Namun, upahnya hanya Rp50 ribu hingga Rp70 ribu per hari.
Berdasarkan pengakuan seorang bandar narkoba berinisial RR, ia bisa memperoleh keuntungan lebih dari Rp200 ribu per hari. Satu gram sabu-sabu itu bernilai antara Rp1,3-1,5 juta.
Ancaman jaringan lebih besar

Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan mencurigai jerat narkoba telah mengintai kehidupan warga prasejahtera di Kampung Bahari.
Hal ini yang diduga menjadi salah satu penyebab pemberantasan narkoba di kawasan tersebut tak kunjung berhasil.
"Kami bertekad menyelamatkan Bahari, mengembalikan Bahari jadi sebuah kampung yang baik dan konstruktif," ujar Gidion, dilansir dari Antara, Selasa (9/5/2023).
Atas kecurigaan itu, Slamet mengatakan akan mengungkap keberadaan jaringan pemasok yang lebih besar. Ia curiga ada jaringan lebih besar dari tersangka kasus narkoba asal Kampung Bahari, yaitu Alex Bonpis.
Keberadaan jaringan itu diduga menggerakkan operasi pengintaian terhadap warga yang berpeluang dipengaruhi di Kampung Bahari.
"Di atas dia (Alex Bonpis) masih ada. Akan kami kembangkan terus dengan tetap kami lakukan patroli rutin di sana dari TP3 dan Polsek Tanjung Priok," ujar Slamet.
Kompas.com - 12/05/2023, 06:06 WIB

Petugas kepolisian mendapat perlawanan dari sekelompok orang tak dikenal menggunakan benda berupa kayu, batu, maupun petasan pada saat turun ke lokasi Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (8/5/2023). (ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Utara)
Penulis: Larissa Huda| Editor: Larissa Huda
JAKARTA, KOMPAS.com - Penyerangan terhadap kepolisian setiap kali ada penggerebekan di Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, bukan tanpa alasan.
Polisi dibuat kalang kabut dan menarik diri akibat serangan balik dari sekelompok orang saat razia pada Senin (8/5/2023) lalu, baik itu dengan lemparan batu, kayu, bahkan petasan.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menilai hal tersebut terjadi lantaran bisnis narkoba sudah masuk ke sendi kehidupan ekonomi mereka.
"Ketika kepolisian melakukan operasi dan razia itu, mereka terancam lumbung ekonominya," ucap Rakhmat kepada Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Setiap kali lumbung ekonominya terancam, kata Rakhmat, secara spontan masyarakat yang terlibat dalam peredaran narkoba di sana akan berupaya mempertahankan itu.
Polisi sudah jadi musuh bersama

Rakhmat menilai, keberadaan polisi oleh jaringan narkoba di Kampung Bahari sudah dianggap sebagai musuh bersama. Hal terlihat dari penyerangan yang sering terjadi di sana.
"Kehadiran polisi oleh jaringan mereka sudah dilihat sebagai musuh bersama yang menggoyahkan lumbung ekonomi mereka," ucap Rakhmat.
Dengan situasi tersebut, Rakhmat menilai polisi tidak bisa turun sendirian untuk mengatasi masalah narkoba di Kampung Bahari. Pasalnya, otoritas polisi hanyalah sektor keamanan.
"Harus melibatkan pihak ketiga, dari perguruan tinggi, akademikus, lembaga sosial untuk memberdayakan orang miskin supaya tak masuk jaringan mereka," tutur Rakhmat.
Menurut dia, sudah saatnya polisi meninggalkan cara represif untuk memberantas narkoba di Kampung Bahari. Pasalnya, pendekatan represif itu selamanya akan dianggap sebagai serangan dari kepolisian.
Desakan faktor ekonomi

Menurut catatan Kompas.com, sedikitnya sudah enam kali polisi melakukan penggerebekan kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Bahari sepanjang 2022.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Slamet Riyanto mengungkapkan desakan ekonomi jadi salah satu alasan penumpasan peredaran narkoba di Kampung Bahari tak kunjung usai.
"Kalau dari keterangan yang kami tangkap, faktor ekonomi lebih cepat mendapatkan keuntungan," kata Slamet.
Tak sedikit warga Kampung Bahari hanya mengandalkan penghasilan dari kerja serabutan. Namun, upahnya hanya Rp50 ribu hingga Rp70 ribu per hari.
Berdasarkan pengakuan seorang bandar narkoba berinisial RR, ia bisa memperoleh keuntungan lebih dari Rp200 ribu per hari. Satu gram sabu-sabu itu bernilai antara Rp1,3-1,5 juta.
Ancaman jaringan lebih besar

Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan mencurigai jerat narkoba telah mengintai kehidupan warga prasejahtera di Kampung Bahari.
Hal ini yang diduga menjadi salah satu penyebab pemberantasan narkoba di kawasan tersebut tak kunjung berhasil.
"Kami bertekad menyelamatkan Bahari, mengembalikan Bahari jadi sebuah kampung yang baik dan konstruktif," ujar Gidion, dilansir dari Antara, Selasa (9/5/2023).
Atas kecurigaan itu, Slamet mengatakan akan mengungkap keberadaan jaringan pemasok yang lebih besar. Ia curiga ada jaringan lebih besar dari tersangka kasus narkoba asal Kampung Bahari, yaitu Alex Bonpis.
Keberadaan jaringan itu diduga menggerakkan operasi pengintaian terhadap warga yang berpeluang dipengaruhi di Kampung Bahari.
"Di atas dia (Alex Bonpis) masih ada. Akan kami kembangkan terus dengan tetap kami lakukan patroli rutin di sana dari TP3 dan Polsek Tanjung Priok," ujar Slamet.

(Penulis : Baharudin Al Farisi | Editor : Ihsanuddin)






aldonistic dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.7K
Kutip
47
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan