- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Tanjung Balai Karimun


TS
vkputri
Tanjung Balai Karimun

Tanjung Balai Karimun..
Disana aku dilahirkan dan dibesarkan hingga usia remaja.
Banyak orang yang tidak mengetahui dimana letak Tanjung Balai Karimun.
Jika aku hanya menyebutkan Tanjung Balai, sebagian orang akan menyangkanya Tanjung Balai Asahan yang berada di provinsi Sumatera Utara. Namun jika aku hanya menyebutkan Karimun saja, orang-orang akan langsung menebaknya di Karimun Jawa, yaitu kepulauan yang terletak di utara pulau Jawa dan termasuk dalam kabupaten Jepara provinsi Jawa Tengah.
Tanjung Balai Karimun terletak di pulau Karimun daerah Kepulauan Riau yang berbatas langsung dengan selat Malaka disebelah Utara. Kota Tanjung Balai Karimun secara keseluruhan merupakan bagian dari wilayah perdagangan bebas (free trade zone) BBK (Batam-Bintan-Karimun) yang cukup strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional di sebelah barat Singapura. Kota ini juga berada dekat dengan pulau Sumatera daratan (provinsi Riau) serta dengan negara Malaysia.
Karimun dahulu berada di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya hingga keruntuhannya pada abad ke-13, dan pada masa itu pengaruh ajaran Hindu dan Buddha mulai masuk ke Pulau Karimun. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti yang berada di Pasir Panjang. Pada masa itu disebutkan Karimun sering dilalui oleh kapal-kapal dagang karena letaknya yang strategis di Selat Malaka, hingga pengaruh Kerajaan Malaka mulai masuk pada tahun 1414.
Pada Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, sejak saat itu banyak rakyat Malaka yang tinggal berpencar di pulau-pulau yang berada di Kepulauan Riau termasuk di Pulau Karimun, Pulau Kundur, Pulau Buru dan sekitarnya. Sejak kejatuhan Malaka dan digantikan perannya oleh Kerajaan Johor, Karimun dijadikan basis kekuatan angkatan laut untuk menentang Portugis sejak masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I (1518-1521) hingga Sultan Ala Jala Abdul Jalil Ri'ayat Syah (1559-1591).
Jauh sebelum ditandatanganinya Treaty of London, Kerajaan Riau-Lingga dan Kerajaan Melayu dilebur menjadi satu sehingga semakin kuat dengan wilayah kekuasaan meliputi Kepulauan Riau, daerah Johor dan Malaka (Malaysia), Singapura dan sebagian kecil wilayah Indragiri Hilir. Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai District Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder District Thoarden untuk daerah yang agak kecil. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menyatukan wilayah Riau-Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah karesidenan yang dibagi menjadi 2 (dua) Afdelling, yaitu : Afdelling Tanjungpinang dan Afdelling Indragiri.
Berdasarkan Surat Keputusan delegasi Republik Indonesia, provinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No. 9/Deprt. menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status daerah Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi 4 (empat) kawedanan sebagai berikut :
Kawedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan
Kawedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro
Kawedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
Kawedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Waktu kecil sekitar tahun 1989, Tanjung Balai Karimun hanya sebuah kecamatan dari Kabupaten Kepulauan Riau yg masih termasuk dalam provinsi Riau sebelum pemekaran terjadi di tahun 2002.
Penduduk asli Tanjung Balai Karimun merupakan orang Melayu. Namun pendatang juga banyak di Tanjung Balai Karimun dan mereka sudah membaur bersama masyarakat setempat.
Ada sekitar 19 etnis tersebar di sembilan Kecamatan diantaranya suku Melayu, Jawa, Tionghoa, Flores, Batak, Minang, Cina, Bugis, dan lain sebagainnya. Mereka hidup berdampingan dan saling mempertahankan harmoni, kehidupan multi ras hingga kini. Populasi penduduk wilayah ini mencapai angka 272.680 jiwa di tahun 2011, dengan kepadatan penduduk 81jiwa/km2. dan sekarang 281.556
Untuk mencapai ke ibukota kabupaten saat itu yang berada di Tanjung Pinang, kita harus menempuh perjalanan setengah hari. Apalagi kalau harus ke ibukota propinsi di Pekanbaru, perjalanan yang harus ditempuh saat itu sehari semalam.
Terbayang jauhnya tempat tinggalku dulu. Tapi itu sekitar 30 tahun lalu. Sekarang Tanjung Balai Karimun sudah menjadi ibukota Kabupaten Karimun. Transportasi menuju kesana juga telah banyak. Sekarang untuk menuju Tanjung Pinang yang sudah menjadi ibukota provinsi Kepulauan Riau hanya dibutuhkan waktu sekitar 3 jam.
Pada masa jayanya Tanjung Balai Karimun adalah daerah penghasil Timah. Banyak kolam-kolam bekas galian yang biasa kami sebut kolong disana.
Ayahku merupakan karyawan di perusahaan BUMN itu. Tinggal di komplek dan sekolah di yayasan perusahaan merupakan sebagian fasilitas yang kami terima. Jadi tidak heran jika teman-teman di TK merupakan teman-temanku di SD, SMP bahkan SMA.
Tinggal di lingkungan perusahaan saat itu serasa kota di dalam kota. Karena dalam lingkungan perusahaan hampir semua fasilitas tersedia.
Dari sekolah hingga rumah sakit. Kolong- kolong bekas galian timah menjadi tempat main kami. Pulang sekolah jalan kaki ramai-ramai kami lalui tiap hari dengan semangat.
Namun itu akan menjadi kenangan yang akan selalu diingat. Masa kecil yang tak tergantikan.
Diubah oleh vkputri 24-03-2019 09:20
0
839
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan