- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Melihat Ketatanegaraan Era Reformasi


TS
firmandads
Melihat Ketatanegaraan Era Reformasi

BJ Habibie dilantik menjadi Presiden ke 3 Republik Indonesia
Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan penggantian berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.
Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
1.) Ketetetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum;
2.) Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
3.) Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
4.) Paket Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU Pemilihan Umum, dan UU Politik dan Golongan Karya).
Referendum adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 37 UUD 1945 memberi kewenangan kepada MPR untuk menetapkan dan mengubah UUD. Dalam perkembangannya pasal 2 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum telah membuat pergeseran terhadap ketentuan pasal 37 tersebut.
Dengan demikian pengaturan materi perubahan UUD yang diatur dalam Tap MPR tersebut tidak sesuai dengan psl 37 UUD 1945, baik ditinjau dari kedudukan, wewenang, dan fungsi MPR, maupun ditinjau dari tatasusunan norma ketetapan MPR dan sistem norma hukum.
Di samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diatas maka sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk mengamanden UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis.
Hal ini mengingat sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang berkedaulatan rakyat.
Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan penggantian berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.
Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
1.) Ketetetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum;
2.) Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
3.) Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
4.) Paket Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU Pemilihan Umum, dan UU Politik dan Golongan Karya).
Referendum adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 37 UUD 1945 memberi kewenangan kepada MPR untuk menetapkan dan mengubah UUD. Dalam perkembangannya pasal 2 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum telah membuat pergeseran terhadap ketentuan pasal 37 tersebut.
Dengan demikian pengaturan materi perubahan UUD yang diatur dalam Tap MPR tersebut tidak sesuai dengan psl 37 UUD 1945, baik ditinjau dari kedudukan, wewenang, dan fungsi MPR, maupun ditinjau dari tatasusunan norma ketetapan MPR dan sistem norma hukum.
Di samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diatas maka sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk mengamanden UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis.
Hal ini mengingat sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang berkedaulatan rakyat.


daratmpv memberi reputasi
-1
307
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan