- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menkes Sebut Harga Obat RI 50 Persen Lebih Mahal dari Malaysia, Inikah Pemicunya?


TS
dragonroar
Menkes Sebut Harga Obat RI 50 Persen Lebih Mahal dari Malaysia, Inikah Pemicunya?
Menkes Sebut Harga Obat RI 50 Persen Lebih Mahal dari Malaysia, Inikah Pemicunya?
Rabu, 03 Mei 2023 19:00 WIB

Jakarta - Berawal dari laporan banyak anak pejuang kanker kesulitan mendapat obat imbas langka dan mahal hingga memilih 'jastip' ke luar negeri, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencoba menelusuri biang keroknya. Terungkap, bukan pajak yang memicu banyak obat di RI relatif jauh lebih mahal berkali-kali lipat.
Menkes Budi menjabarkan perbedaan harga salah satu obat misalnya simbriza. Simbriza dijual di apotek Malaysia dengan harga minimum 270 ribu rupiah, sementara industri farmasi di RI menjualnya Rp 344 ribu, setelah di RS harga obat menjadi Rp 392 ribu, dan di apotek relatif jauh lebih tinggi yakni Rp 430 ribu.
"Itu kan tinggi bedanya 53 persen," kata dia.
"Harga minimum apotek Malaysia Rp 19.304, industri farmasi kita saja jualnya sudah Rp 29.807, rumah sakit jual Rp 32.817, apotek Rp jual 36 ribu, bedanya 94 persen. Kita ambil data impornya jadi nggak mungkin salah," sambung dia.
"Nah, pajak itu teman-teman, 13 persenan, you know paling tinggi adalah biaya marketing dan edukasi, itu yang harus diberesin," tegasnya.
Biaya-biaya semacam operasional di dalam negeri menurutnya terlampau tinggi karena marketing dan edukasi yakni sebesar 40 persen.
"Marketing dan deduksi teman-teman lebih tau lah dipakai buat apa, laba usahanya terlampau tinggi, margin distribusi ting sekali," kata Menkes.
Karenanya, yang perlu diperbaiki bukanlah besaran pajak, yang mungkin bisa ditekan ke 10 persen, melainkan besaran biaya marketing dan edukasi.
"Jadi kalau mau fix yang benar-benar masalah kita beresin tuh biaya marketing dan edukasi," pungkasnya.
https://health.detik.com/berita-deti...ikah-pemicunya
Rabu, 03 Mei 2023 19:00 WIB

Jakarta - Berawal dari laporan banyak anak pejuang kanker kesulitan mendapat obat imbas langka dan mahal hingga memilih 'jastip' ke luar negeri, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencoba menelusuri biang keroknya. Terungkap, bukan pajak yang memicu banyak obat di RI relatif jauh lebih mahal berkali-kali lipat.
Menkes Budi menjabarkan perbedaan harga salah satu obat misalnya simbriza. Simbriza dijual di apotek Malaysia dengan harga minimum 270 ribu rupiah, sementara industri farmasi di RI menjualnya Rp 344 ribu, setelah di RS harga obat menjadi Rp 392 ribu, dan di apotek relatif jauh lebih tinggi yakni Rp 430 ribu.
"Itu kan tinggi bedanya 53 persen," kata dia.
"Harga minimum apotek Malaysia Rp 19.304, industri farmasi kita saja jualnya sudah Rp 29.807, rumah sakit jual Rp 32.817, apotek Rp jual 36 ribu, bedanya 94 persen. Kita ambil data impornya jadi nggak mungkin salah," sambung dia.
"Nah, pajak itu teman-teman, 13 persenan, you know paling tinggi adalah biaya marketing dan edukasi, itu yang harus diberesin," tegasnya.
Biaya-biaya semacam operasional di dalam negeri menurutnya terlampau tinggi karena marketing dan edukasi yakni sebesar 40 persen.
"Marketing dan deduksi teman-teman lebih tau lah dipakai buat apa, laba usahanya terlampau tinggi, margin distribusi ting sekali," kata Menkes.
Karenanya, yang perlu diperbaiki bukanlah besaran pajak, yang mungkin bisa ditekan ke 10 persen, melainkan besaran biaya marketing dan edukasi.
"Jadi kalau mau fix yang benar-benar masalah kita beresin tuh biaya marketing dan edukasi," pungkasnya.
https://health.detik.com/berita-deti...ikah-pemicunya


gmc.yukon memberi reputasi
1
923
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan