Kaskus

News

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Pepera 1969 dan Resolusi 2504 Dianggap Ilegal oleh WPLO, Ini Kata Steve Mara
Pepera 1969 dan Resolusi 2504 Dianggap Ilegal oleh WPLO, Ini Kata Steve Mara
Kamis, 27 April 2023 10:01
Pepera 1969 dan Resolusi 2504 Dianggap Ilegal oleh WPLO, Ini Kata Steve MaraKetua Melanesian Youth Diplomacy Forum (MYDIF), Steve Mara. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Ketua Melanesian Youth Diplomacy Forum (MYDIF) Steve Mara angkat bicara mengenai pertemuan John Anari perwakilan West Papua Liberation Organisation (WPLO) dengan President Majelis Umum PBB tentang Resolusi No. 2504.
Diketahui, belakangan ini sempat beredar video berdurasi 3 menit 29 detik yang ramai dibagikan dimedia sosial dengan judul Hearing John Anari perwakilan West Papua Liberation Organisation (WPLO) dengan President Majelis Umum PBB tentang Resolusi No. 2504.
Dalam video tersebut, John Anari selaku perwakilan dari WPLO bertanya kepada President Majelis Umum PBB tentang Resolusi 2504 dari hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 di Papua.

John Anari mempertanyakan apakah PBB dapat mencabut Resolusi 2504 yang mengesahkan referendum di tahun 1969, karena referendum tersebut dianggapnya sebagai kegiatan yang ilegal karena hanya diikuti oleh 600an orang Indonesia dan 400 orang asli Papua dari total 800.000 ribu orang asli Papua.
Menanggapi hal tersebut, Steve Mara mengatakan, pertemuan tersebut bukanlah hearing antara WPLO dan Presiden Majelis Umum PBB.
 
"Judul pertemuannya adalah Town Hall Meeting Presiden Majelis Umum dengan Civil Society Organisation (CSO) tentang SDG," kata Steve Mara melalui rilis pers yang diterima Tribun-Papua.com, Kamis (27/5/2023).

Steve menjelaskan, proses act of free choice yang dilakukan pada tahun 1969 adalah proses yang sah karena telah memperhatikan berbagai prinsip internasional.
"Pada tanggal 1 April 1968, Ortiz Sanz ditunjuk sebagai wakil PBB atau UN Representative for West Irian (UNRWI). Ortiz tiba di Indonesia pada tanggl 12 Agustus 1968 dan melakukan perjalan bersama ketiga stafnya selama 10 hari."
"Lalu tiba ditanah Papua pada tanggal 23 Agustus 1968. Proses berjalan, hingga 30 Mey 1969 UNRWI menerima jadwal pelaksanaan PEPERA tersebut," sambung Steve.

Proses Pepera
Dikatakan Steve, proses PEPERA ini berjalan semenjak 14 Juli 1969 di Merauke, 17 Juli 1969 di Wamena, 19 Juli 1969 di Nabire, 23 Juli 1969 di Fak-fak, 26 Juli 1969 di Sorong, 29 Juli 1969 di Manokwari, 31 Juli di Biak dan selesai di Jayapura pada 2 Agustus 1969.
"PEPERA dilaksanakan di 8 daerah di Kabupaten Kota dengan hasil 1.025 orang yang menghadiri PEPERA tersebut menghendaki untuk tetap bersama Indonesia," terangnya.
Lanjut Steve, pada 18 Agustus 1969, Ortiz Sanz meninggalkan Indonesia dan menyampaikan laporannya di sidang umum PBB pada 6 November 1969.
Selanjutnya, pada 19 November 1969, resolusi tentang pelaksanaan PEPERA di Papua yang dibahas di dalam Sidang Majelis Umum PBB diterima dengan dukungan oleh 84 negara tanpa ada penolakan dari negara lainnya.

"Kita ketahui bersama bahwa PBB ini adalah badan antar pemerintah dan semua resolusi yang diajukan atau yang mau digugurkan harus dan hanya diusulkan oleh negara atau kelompok negara."
"Permintaan WPLO kepada Presiden Majelis Umum PBB di luar konteks tersebut, karena berdasarkan aturan-aturan prosedur Sidang Majelis Umum PBB, individu atau kelompok individu tidak punya hak inisiatif dan hal ini sudah secara konsisten diterapkan di sistem PBB," lanjut Steve.
Steve Mara mengatakan, agar tidak gagal paham, dirinya sarankan kelompok WPLO membaca Rules of Prosedurs of the General Assembly, dokumen bernomor A/520/Rev. 17.
"Adapun inisiatif yang diajukan negara atau kelompok negara sebelumnya juga harus disetujui oleh sebuah komite (General Committee/GC) untuk dapat tidaknya dibahas didalam salah satu dari 6 Komite Sidang Majelis Umum PBB."
 

 
"Jika tidak disetujui, tidak mungkin menjadi agenda Sidang, apalagi bila inisiatif dan upaya yang dilakukan itu dinilai menganggu kedaulatan dan integritas negara," sambung dia.
Menurut Stev, kita juga harus ingat bahwa, PBB sekalipun tidak bisa melakukan intervensi terhadap kedaulatan negara.
"Karena itu ada prinsip internasionalnya yaitu non-intervention dan territorial integrity yang tertuang dalam piagam PBB."
"Jadi proses untuk mempersalahkan masa lalu saya pikir sudah tidak perlu dibahas lagi. Sekarang saatnya para pemimpin Papua, senior-senior saya yang ada didalam dan luar negeri, mari bagi ilmu yang baik," lanjut Steve.
Ia meminta agar senior memberiksn semangat generasi muda Papua untuk mempersiapkan diri dan menjaga diri dari setiap ancaman yang akan datang, kita dukung pemerintah kita, agar kita bisa melihat Papua yang damai dan sejahtera. (*)

https://papua.tribunnews.com/2023/04...-mara?page=all
scorpiolamaAvatar border
des.moinesAvatar border
haroldjordanAvatar border
haroldjordan dan 2 lainnya memberi reputasi
3
920
28
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan