Selasa, 18 Apr 2023 13:41 WIB
Upaya Kudeta di Sudan. (Foto: Bakri Jad via REUTERS/BAKRI JAD)
Indra Komara - detikNews
Jakarta - Perwakilan khusus PBB untuk Sudan, Volker Perthes menyampaikan jumlah korban tewas akibat perang saudara sebanyak 185 orang. Pemerintah RI menyampaikan prihatin atas pertempuran berdarah yang terjadi.
"Indonesia sangat prihatin dengan situasi terakhir Sudan yang menyebabkan ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya terluka," demikian keterangan, Kemlu RI, Selasa (18/4/2023).
Pemerintah Indonesia menyerukan segera dilakukan penyelesaian konflik secara damai. Kemlu mengatakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat harus diutamakan.
Adapun KBRI Khartoum terus melakukan kontak dengan WNI di Sudan. Nomor kontak yang bisa dihubungi antara lain:
+249-907978701
+249-900079060
+249-900105466
KBRI Khartoum Imbau WNI Tak Berkeliaran
KBRI Khartoum mengimbau WNI di Sudan tak berkeliaran. Imbauan itu diterbitkan lantaran situasi di Sudan terus memburuk.
"Sampai 17 April 2023 diinformasikan situasi dan kondisi keamanan terus memburuk," demikian isi imbauan KBRI KBRI Khartoum, seperti dilihat, Selasa (18/4/2023).
KBRI Khartoum mengatakan titik perang di Sudan antara lain di sekitar IUA, Wisma Duta, sekitar Bandara, Arkaweet, Al Riyadh, dan luar ibu kota.
"Keadaan tersebut telah berdampak pada ketersediaan pasokan listrik, logistik, air dll, serta sangat menyulitkan mobilitas atau pergerakan," lanjut KBRI Khartoum.
KBRI Khartoum mengimbau WNI meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang dan berhati-hati. WNI juga diimbau untuk tidak berkeliaran.
"Tetap tinggal di rumah dan menjauhi jendela, meningkatkan saling komunikasi, dapat berkumpul bersama di titik-titik aman, tidak berkeliaran, menyiapkan dokumen paspor, dan beberapa barang keperluan pribadi dalam satu ransel," tulis KBRI Khartoum.
KBRI Khartoum saat ini terus berupaya untuk mengupayakan bantuan logistik dan pergerakan ke titik aman.
Lihat Video: Bentrokan Militer di Sudan, Eks PM Minta Bantuan Internasional
Quote:
Apa yang terjadi di Sudan: Perang bintang paramiliter dan militer yang mengakibatkan nyaris 100 tewas dan ribuan luka-luka
Beverly Ochieng
BBC Monitoring, Nairobi
17 April 2023
SUMBER GAMBAR,REUTERSSerangan senjata mesin, serangan pesawat, konflik di Sudan... dalam 67 detik.
Pertempuran sengit dengan senjata api antara paramiliter dan militer telah terjadi di seluruh Sudan.
Kekerasan antara militer dan kelompok paramiliter yang disebut Pasukan Pendukung Cepat (RSF) terus berlangsung, sejak pertama kali meletus Sabtu, (15/04).
Sampai Senin (17/04), organisasi dokter di Sudan melaporkan setidaknya hampir 100 orang meninggal dan sebuah laporan mengestimasikan jumlah orang yang terluka mencapai 1.100 jiwa.
Kedua pihak saling mengeklaim menguasai situs-situs penting di Ibu Kota Khartoum.
Namun, pertempuran yang meletus di ibu kota Sudan, Khartoum, dan beberapa tempat di negara itu merupakan hasil dari perebutan kekuasaan yang ganas di bawah kepemimpinan militer.
Terjadi baku serang di tempat-tempat strategis utama di ibu kota saat pasukan paramiliter yang disebut Pasukan Pendukung Cepat (RSF) bertempur dengan dengan pasukan militer negara.
Berikut hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang konflik di Sudan.
SUMBER GAMBAR,AFP
Saat Omar al-Bashir digulingkan dalam kudeta 2019, para pengunjuk terus menyuarakan peralihan kepada pemerintahan sipil.
Apa latar belakang dari pertempuran ini?
Sejak kudeta yang terjadi pada Oktober 2021, pemerintahan Sudan dijalankan oleh dewan jenderal dan terdapat dua tokoh militer yang menjadi pusat perselisihan.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan yang menjadi kepala angkatan bersenjata (militer negara), dan presiden hasil kudeta negara itu.
Lalu, wakilnya sekaligus pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau yang dikenal dengan Hemedti.
Mereka tidak setuju dengan arah pemerintahan negara yang akan menuju pemerintahan sipil.
Salah satu poin utama yang mencuat adalah mengenai rencana melebur 100.000 pasukan RSF ke tubuh militer, kemudian siapa yang nantinya akan memimpin pasukan baru tersebut.
SUMBER GAMBAR,GETTY IMAGES
Kenapa semua ini terjadi pada Sabtu kemarin?
Pertempuran itu terjadi setelah melewati hari-hari yang menegangkan, terutama saat anggota RSF kembali ditempatkan di seluruh negara, yang kemudian ditangkap karena dianggap ancaman oleh militer.
Ada harapan akan terjadi perundingan untuk memecahkan kebuntuan situasi, tapi hal itu tak pernah terjadi.
Masih belum jelas siapa yang melepaskan tembakan pertama kali pada Sabtu pagi kemarin, tapi siapapun yang memulai, baku tembak ini telah memperburuk situasi yang sudah tidak kondusif.
Para diplomat telah mendesak kedua belah pihak untuk melakukan gencatan senjata.
Siapakah Pasukan Pendukung Cepat alias RSF?
Pasukan paramiliter RSF dibentuk pada 2013, yang berawal dari milisi Janjaweed. Pasukan ini terkenal kejam saat menghadapi kelompok pemberontak di Darfur.
Sejak itu, Jenderal Dagalo membangun pasukan yang kuat. Pasukan ini juga terlibat dalam konflik di Yaman dan Libia, termasuk mengendalikan sejumlah pertambangan emas di Sudan.
SUMBER GAMBAR,REUTERS
Rivalitas antara Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (foto di atas) dan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan merupakan akar konflik.
RSF juga diduga melakukan pelanggaran HAM, termasuk pembantaian lebih dari 120 pengunjuk rasa pada Juni 2019.
Pasukan yang begitu kuat di luar instansi militer ini dilihat sebagai sumber ketidakstabilan negara.
Mengapa militer yang bertanggung jawab?
Pertempuran ini merupakan episode terbaru dalam krisis politik Sudan menyusul penggulingan Presiden Omar al-Bashir pada 2019 - yang telah lama berkuasa.
Saat itu terjadi unjuk rasa besar-besaran di jalanan. Mereka menuntut Omar al-Bashir berhenti memerintah setelah hampir tiga dekade berkuasa. Militer dalam hal ini ikut melakukan kudeta.
Namun, warga sipil terus menuntut partisipasi dalam rencana menuju pemerintahan yang demokratis.
Pemerintahan bersama militer-sipil kemudian dibentuk, tapi digulingkan lagi dalam kudeta lainnya pada Oktober 2021.
SUMBER GAMBAR,GLODY MURHABAZI/AFP
Perang Sudan merupakan buah dari perebutan kekuasaan yang ganas di dalam kepemimpinan militer.
Dan sejak itu, persaingan antara Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo semakin menjadi-jadi.
Kesepakatan kerangka kerja untuk mengembalikan kekuatan ke tangan sipil telah disepakati Desember lalu, tapi pembicaraan mengenai rinciannya telah gagal.
Apa yang terjadi sekarang?
Jika pertempuran berlanjut, ini bisa memecah belah negara dan memperburuk pergolakan politik.
Kalangan diplomat, yang memainkan peran penting dalam upaya mendesak kembalinya pemerintahan sipil, akan putus asa mencari cara agar kedua jenderal itu mau saling bicara.
Sementara itu, warga sipil di Sudan yang akan menanggung periode ketidakpastian lainnya.
