- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
ANCAMAN NASIONALISME INDONESIA


TS
p780hemm
ANCAMAN NASIONALISME INDONESIA
Oleh : Winda Rachelina *)
Saat ini banyak penduduk Indonesia, terutama generasi muda, telah melupakan unsur-unsur kebudayaan yang merupakan salah satu basis dari identitas nasional suatu bangsa. Budaya asing yang menumpang masuk melalui perahu globalisasi telah banyak mengubah pola hidup generasi muda saat ini, termasuk melupakan kultur budaya bangsa sendiri. Keprihatinan terhadap semangat nasionalisme sesungguhnya merupakan sebuah fakta bahwa kredibilitas Pancasila memang sedang merosot dan pendidikan kewarganegaraan tidak populer lagi.
Sejak reformasi, masyarakat memang mengalami perubahan yang sangat besar. Reformasi dinilai telah mengantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah arus globalisasi yang tidak hanya mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Sebagai sebuah kesadaran, nasionalisme tidak akan menghilang sepanjang nation state itu ada, sebab hubungan keduanya ibarat tulang dan daging. Globalisasi memang merelatifkan batas antar negara (borderless), mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, serta menyatukan orientasi budaya menuju satu budaya dunia (world culture). Namun, itu sama sekali tidak akan menghilangkan nation state karena, sehebat apa pun arus globalisasi itu bangsa dan negara tetap dibutuhkan oleh setiap orang.
Tidak dapat dipungkiri globalisasi merupakan masalah mendunia yang dapat mengubah suatu Negara menjadi Negara lain, apabila tidak disikapi secara dewasa. Globalisasi boleh saja masuk ke Indonesia, namun, identitas harus tetap terjaga. Ironis sekali jika ada anak seusia SD lebih tahu tentang K-POP dibandingkan dengan budaya asli tanah kelahirannya. Intinya, globalisasi bisa kita ambil baiknya saja, tanpa mengabaikan norma dan identitas bangsa dan negara sendiri demi tetap menjaga semangat nasionalisme.
Secara sosiologis dan psikologis, selain masyarakat luas, komunitas yang paling mudah terkena pengaruh fenomena global itu adalah kalangan generasi muda, khususnya para remaja, yang berada dalam fase kehidupan pancaroba yang labil dan fase pencarian identitas diri. Fenomena ini sesungguhnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Apakah globalisasi akan berakibat pada kemerosotan atau malah sebaliknya. Di sinilah letak penting dan sentralnya peran dunia pendidikan dalam membawa para remaja khususnya dan generasi muda pada umumnya untuk menuju ke arah perubahan sosial yang sekaligus bermakna kemajuan sosial dan kemajuan bangsa. Pendidikan menjadi penentu masa depan bangsa dan negara ke depan.
Zaman mungkin boleh berubah, semangat zaman yang menyertainya pun mungkin saja berbeda. Tetapi sekali lagi, akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap jika tetap ada sekelompok pemuda di setiap zaman yang tidak kehilangan sensitivitas dan kepeduliannya. Dua hal ini merupakan substansi dari nasionalisme yang dapat dipakai sebagai syarat minimal guna menakar nasionalisme kaum muda di setiap zaman. Semoga masyarakat tidak lagi enggan mempelajari dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
*) Penulis adalah seorang pengamat sosial budaya yang saat ini bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
Saat ini banyak penduduk Indonesia, terutama generasi muda, telah melupakan unsur-unsur kebudayaan yang merupakan salah satu basis dari identitas nasional suatu bangsa. Budaya asing yang menumpang masuk melalui perahu globalisasi telah banyak mengubah pola hidup generasi muda saat ini, termasuk melupakan kultur budaya bangsa sendiri. Keprihatinan terhadap semangat nasionalisme sesungguhnya merupakan sebuah fakta bahwa kredibilitas Pancasila memang sedang merosot dan pendidikan kewarganegaraan tidak populer lagi.
Sejak reformasi, masyarakat memang mengalami perubahan yang sangat besar. Reformasi dinilai telah mengantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah arus globalisasi yang tidak hanya mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Sebagai sebuah kesadaran, nasionalisme tidak akan menghilang sepanjang nation state itu ada, sebab hubungan keduanya ibarat tulang dan daging. Globalisasi memang merelatifkan batas antar negara (borderless), mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, serta menyatukan orientasi budaya menuju satu budaya dunia (world culture). Namun, itu sama sekali tidak akan menghilangkan nation state karena, sehebat apa pun arus globalisasi itu bangsa dan negara tetap dibutuhkan oleh setiap orang.
Tidak dapat dipungkiri globalisasi merupakan masalah mendunia yang dapat mengubah suatu Negara menjadi Negara lain, apabila tidak disikapi secara dewasa. Globalisasi boleh saja masuk ke Indonesia, namun, identitas harus tetap terjaga. Ironis sekali jika ada anak seusia SD lebih tahu tentang K-POP dibandingkan dengan budaya asli tanah kelahirannya. Intinya, globalisasi bisa kita ambil baiknya saja, tanpa mengabaikan norma dan identitas bangsa dan negara sendiri demi tetap menjaga semangat nasionalisme.
Secara sosiologis dan psikologis, selain masyarakat luas, komunitas yang paling mudah terkena pengaruh fenomena global itu adalah kalangan generasi muda, khususnya para remaja, yang berada dalam fase kehidupan pancaroba yang labil dan fase pencarian identitas diri. Fenomena ini sesungguhnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Apakah globalisasi akan berakibat pada kemerosotan atau malah sebaliknya. Di sinilah letak penting dan sentralnya peran dunia pendidikan dalam membawa para remaja khususnya dan generasi muda pada umumnya untuk menuju ke arah perubahan sosial yang sekaligus bermakna kemajuan sosial dan kemajuan bangsa. Pendidikan menjadi penentu masa depan bangsa dan negara ke depan.
Zaman mungkin boleh berubah, semangat zaman yang menyertainya pun mungkin saja berbeda. Tetapi sekali lagi, akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap jika tetap ada sekelompok pemuda di setiap zaman yang tidak kehilangan sensitivitas dan kepeduliannya. Dua hal ini merupakan substansi dari nasionalisme yang dapat dipakai sebagai syarat minimal guna menakar nasionalisme kaum muda di setiap zaman. Semoga masyarakat tidak lagi enggan mempelajari dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
*) Penulis adalah seorang pengamat sosial budaya yang saat ini bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
0
4.6K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan