- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sri Mulyani Bilang RI Bisa Tidak Tarik Utang, Tapi..


TS
cokro.tv
Sri Mulyani Bilang RI Bisa Tidak Tarik Utang, Tapi..

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan mengenai utang memang tidak ada habisnya dan selalui menuai perhatian publik. Karena nilainya yang mencapai ribuan trilliun selalu membuat publik tercengang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Pemerintah Indonesia menembus Rp7.733,99 triliun sepanjang 2022, dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) 39,57%.
Kendati jumlahnya fantastis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai angka tersebut masih dalam kategori sehat.
"39% itu sehat sebetulnya. Anda itu terobsesi dianggapnya sehat itu yang nggak ada utang, nggak ada, semua negara mau Brunei, mau Saudi Arabia, dia punya utang," pungkasnya dalam kunjungannya ke Sumenep, Madura, dikutip Jumat (10/2/2023).
Sri Mulyani bahkan berargumen rasio utang tersebut cenderung turun dibandingkan saat pandemi Covid-19. Tidak dipungkiri, pandemi membuat utang di dalam negeri meningkat. Hal ini juga ditandai dengan pelebaran defisit anggaran hingga ke level di bawah 3% atau tepatnya 2,38%.
Meskipun turun, masyarakat tetap beranggapan bahwa utang adalah hal negatif. Alhasil, di kesempatan berbeda, Sri Mulyani pun angkat bicara.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kondisi APBN bisa saja dibuat balance (nol) dan Indonesia tidak tarik utang. Itu merupakan persoalan pilihan.
Pilihan tersebut disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat dan kemampuan masyarakat dalam memberikan penerimaan negara. Mengingat Indonesia masih memiliki banyak kebutuhan sedangkan penerimaan negara belum mampu memenuhi semua kebutuhan tersebut maka diambil keputusan defisit anggaran untuk membuat ekonomi Indonesia tetap sehat.
"Jadi persoalannya itu sering pilihan, kalau kita membuat defisit itu bukan karena kita hobi bikin defisit apalagi dibilang hobi ngutang. Itu adalah sebuah desain, Indonesia butuh apa? Ada yang tadi masih menganggur, ada masyarakat miskin, ada yang butuh infrastruktur, ada yang butuh rumah sakit," jelasnya.
Kebutuhannya banyak sekali, sehingga pemerintah seleksi sampai Rp 3.090 triliun.
"Penerimaan negara belum mencapai Rp 3.090 triliun, pilihannya akan dipotong nggak (anggaran) sampai sama dengan penerimaan negara? Atau penerimaan negara digenjot sampai Rp 3.000 triliun? nanti Anda bilang 'Bu saya napas aja sekarang dipajakin'. Jadi semuanya itu the right balancing," lanjutnya.
Jika ingin membuat APBN dalam kondisi balance alias tidak perlu menambah utang untuk memenuhi kebutuhan maka konsekuensinya adalah subsidi akan dicabut, misalnya subsidi listrik dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pasalnya, lanjut Sri Mulyani, jika digabungkan total kedua subsidi tersebut maka totalnya mencapai Rp 555 triliun. Itu artinya jika subsidi itu tidak diberikan maka APBN Indonesia akan di level surplus.
"Kalau tadi seandainya APBN mau di-balance-kan, bisa sih Bu, tapi Anda mau kita balance kan, tapi satu PLN nggak tak bayar Rp 171 triliun itu langsung turun defisitnya, Bu Nicke (pertamina) nggak usah saya bayar Rp 379 triliun itu langsung udah 0 defisitnya," ungkap Sri Mulyani.
Namun, tidak ada subsidi itu artinya tarif listrik dan harga BBM akan naik dan masyarakat akan kesulitan membayarnya. Itulah gambaran singkat yang menurutnya mampu menjelaskan alasan mengapa APBN selalu terlihat besar pasak daripada tiang.
"Terus Anda jawabnya begini, boleh aja Bu, tapi saya boleh naikkin tarif listrik? Ya monggo aja dimarahin rakyat seluruh Indonesia," kelakarnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...utang-tapi/amp
Utang negara juga digunakan untuk subsidi






sc5 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2.7K
60


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan