Film Mangkujiwo 2 seperti kehilangan arah, cerita yang disetting sebagai prekuel dari film Kuntilanak dan asal muasal setan tersebut. Kini berubah mengikuti tren sekte yang selalu mendatangkan cuan, apakah formula tersebut berhasil?


Sayangnya, apa yang ditampilakn Azhar Kinoi Lubis belum mampu memberikan hasil yang terbaik. Justru mengalami penurunan. Kesan pertama saat Mangkujiwo karya Rizal Mantovani dibuat memang membingungkan.

Hal tersebut ternyata terulang kembali, walau strukturnya sudah lebih baik. Hanya saja, untuk bisa memahaminya perlu pemikiran yang cukup keras, dan menggabungkan setiap potongan sehingga, menjadi sebuah puzzle utuh.







Pada dasarnya sekte dan politik adalah dua hal yang cukup bagus dan dapat digabungkan. Harusnya elemen tersebut mampu memberikan ruh baru, karena selama ini film horor Indonesia mengisahkan tentang harta kekayaan saja.

Tetapi, kekuatan tersebut seperti menghilang karena alur pertama dan kedua yang terlalu dipaksakan. Penghubungnya terkesan sangat minor, sehingga secara keselurahan kurang nyaman melihatnya.

Walau begitu, Azhar masih tertolong dengan efek CGI dan scorringnya. Dua poin ini membuat pertunjukan sedikit menakutkan. Tetapi, hanya ada di beberapa scene saja, setelahnya sudah kembali ke awal.

Bukan hanya CGI Saja, penggunaan setting tahn 1970 sangat terasa sekali, Azhar cukup pandai dalam memainkan tone warna dan situasi. Termasuk saat datangnya kuntilanan dan aksi pembunuhan terjadi.



Sejujurnya, melihat Film Mangkujiwo 2 ini sedikit kecewa, karena penghubung yang bisa dikemas secara epik untuk menceritakan sosok kuntilanak itu sendiri, harus di rusak dengan perfoma yang kurang maksimal.

Walau begitu,  Sujiwo Tejo masih memberikan harapan karena, ruhnya sebagai Brontoseno benar-benar mengakar dan mendarah daging. Momen terkahir yang diingat saat keluar dari bioskop adalah

Manusia itu lebih kejam daripada setan, kebrutalan dan aksi gore hingga keserakahannya membuat Film Mangkujiwo 2 di buat. Terlebih elemen gore yang dipakai, ternyata cukup mengecewakan.