- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sistem Proporsional Tertutup Pemilu 2024 Ibarat Pilih Kucing dalam Karung


TS
fs
Sistem Proporsional Tertutup Pemilu 2024 Ibarat Pilih Kucing dalam Karung

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto
Ribut-ribut usulan Sistem Proporsional Tertutup (SPT) pada Pilpres 2024 mendatang sejatinya adalah bentuk arogansi dan kesombongan mereka yang merasa punya kuasa terhadap partai sekaligus menganggap masyarakat masih bodoh. Usulan tersebut bisa juga dinilai sebagai bentuk ketidakpercayaan diri pengusul karena tahu bahwa masa partainya sudah terbelah dan tak se solid sebelumnya. Sehingga jika sistem proporsional terbuka seperti yang sudah berlangsung selama ini di pertahankan, hegemoni dan kuasa yang dimiliki dikhawatirkan akan berkurang.
Kekhawatiran itu dan mungkin berbagai pertimbangan lain yang belum diketahui agenda apa dibaliknya menjadi landasan utama. Meski secara terbuka dikatakan bahwa alasan utama pengusul SPT itu adalah agar biaya pemilu dan kampanye bisa ditekan, selain juga dikatakan bahwa sitem terbuka yang telah berlangsung beberapa kali tak kunjung melahirkan politisi berkualitas. Atau dengan kata lain, mereka yang terpilih lewat SPT mendatang diyakini bisa lebih baik.
Sepintas, alasan yang jadi dasar usulan perubahan tersebut memang masuk akal dan semua juga sudah paham bahwa Pemilu di Indonesia ongkosnya sangat besar. Biaya untuk mereka yang hendak maju dan mencalonkan diri secara hitungan matematis memang tak akan menutupi gaji dan tunjangan lain yang mereka terima kelak jika sudah duduk di parlemen.
Namun harus juga diakui itu adalah resiko mereka berhadapan dengan rakyat yang juga semakin cerdas, tahu hak kewajiban. Sehingga manakala hak mereka tak terpenuhi oleh para anggota parlemen yang mereka dukung, cara tersingkat untuk bisa menghasilkan dari hak yang mereka telah berikan adalah resultante untuk biaya besar yang harus disiapkan para politisi itu.
Semua pengamat dan mereka yang banyak mendalami tentang pemilu dan kepartaian di Indonesia juga tahu bahwa mayoritas partai-partai yang pernah ikut Pemilu di Indonesia secara organisasi juga layak dikritisi. Namun menjadikan alasan penerapan SPT sebagai cara untuk melahirkan Pemilu berkualitas, adalah cacat logika.
Karena tak seperti sistem proporsional terbuka, dimana pemilik suara tahu wajah orang-orang yang maju dan di pilih. Maka sistem proporsional tertutup sama sekali tak menampilkan nama atau gambar calon. Sehingga dapat dikatakan konstituen akan seperti memilih kucing dalam karung.
Maka, jika upaya menekan biaya tersebut yang sejatinya tidak menjadi urusan para konstituen coba diusik oleh mereka yang merasa lebih tahu dan pintar tersebut, di sana terbuka kenyataan bahwa pengusung SPT tersebut hanya bekerja untuk memenuhi ambisi pribadi.
Karena tak semua partai atau kader yang maju dalam pemilihan legislatif jor-joran dalam biaya. Masih ada dari mereka yang lolos itu cuma modal secukupnya. Jaringan dan kekuatan di akar rumput adalah tools utama mereka untuk meraih tiket jadi anggota dewan.
Sistem yang sedang masuk proses JR di Mahkamah Konstitusi itu sejatinya juga merugikan Parpol peserta Pemilu. Karena yang menjadi penguasa sesungguhnya bukan lagi anggota melainkan pengurus dan atau orang-orang yang dekat dengan penentu kebijakan partai. Mereka yang akan maju sepenuhnya menggantungkan nasib kepada atasa. Maka bag mereka yang pernah ikut Pemilu masa Orde Baru, calon anggota yang akan terpilih sepenuhnya bukan kuasa pemberi suara.
Sehingga prinsip kontestasi yang ada dalam SPT, dimana persaingan dibiarkan terbuka dan sehat untuk mendapatkan yang terbaik baik dari sisi pemilih atau calon yang akan maju adalah nyawa dalam demokrasi. ""Bisa berpacu untuk bisa menang dengan suara terbanyak, nah jadi dengan itulah mereka bisa dilantik jadi anggota DPR," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin.
Apalagi dalam demokrasi keterbukaan menjadi salah satu pilar utama yang sekaligus jadi pendorong untuk menjadi lebih baik secara organisatoris dan administratif. Prinsip dan semangat itu yang masih dimiliki oleh delapan Parpol Peserta Pemilu 2024 yang terdiri dari Golkar, PKS, PAN, PKB, Demokrat, Nasdem, PPP, Gerindra.
Hal demikian juga dicetuskan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang secara tegas mendukung sistem pemilu proporsional terbuka untuk kebaikan demokrasi .Dia menilai sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi
"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” tegas Airlangga belum lama ini.




accretia8 dan areszzjay memberi reputasi
-2
1.5K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan