- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Terdakwa kasus Paniai bebas, Keluarga: Sejak awal kami sudah duga itu


TS
mabdulkarim
Terdakwa kasus Paniai bebas, Keluarga: Sejak awal kami sudah duga itu

Suasana sidang kasus Paniai Berdarah di Pengadilan HAM Makassar beberapa waktu lalu-Dok. Jubi
Jayapura, Jubi – Majelis Hakim Peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) memvonis bebas terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua Tengah, Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu.
Putusan vonis bebas itu dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis 08 Desember 2022.
Namun, pihak keluarga empat siswa yang tewas dan belasan korban luka dalam peristiwa Paniai Berdarah menyatakan tidak kaget dengan putusan majelis hakim itu.
Perwakilan keluarga korban, Yones Douw mengatakan sejak awal pihaknya sudah menduga terdakwa akan divonis bebas proses yang digelar di Pengadilan HAM Makassar, hanya untuk menjaga citr negara.
Katanya, untuk itulah sejak awal kelurga korban dan pendamping mereka tidak mau hadir dan mengikuti proses pengadilan HAM di Makassar.
“Sejak awal kami sudah duga, kalau tersangka hanya satu orang, maka putusan terakhir akan bebas. Kami tidak kaget dengan putusan ini. Kami tahu negara ini tidak memihak kepada keluarga korban. Kepada kami orang Papua,” kata Yones Douw saat dihubungi Jubi melalui panggilan teleponnya, Kamis malam (08/12/2022).
Yones Douw mengatakan, berbagai kejanggalan telah terlihat sejak awal penyelidikan dan penyidikan kasus Paniai Berdarah. Dalam penyidikan Komnas HAM RI, tidak ada namanya terdakwa Isak Sattu.
Akan tetapi, Jaksa Agung kemudian menetapkan Isak Sattu sebagai terdakwa.
“[Terdakwa Isak Sattu] ini dapat dari mana? Dalam kesimpulan laporan polisi menyatakan telah mewawancarai 57 orang. Menyatakan empat kesatuan yang [diduga menyerang] empat siswa di lapangan Karel Gobay. Tetapi yang jadi tersangka hanya dari Koramil Paniai. Mana Kopasus, mana Kopaskas, mana polisi,” ucapnya.
Yones Douw mengatakan, dengan dasar itu dan pengalaman beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua pada masa lalu dimana terdakwa divonis bebas, keluarga dan pihak yang mendampingi keluarga korban sudah menduga, terdakwa kasus Paniai juga akan divonis bebas.
“Inilah yang sejak awal mendasari kami yakin putusan terakhir itu bebas. Yang memberi perintah dan komando di lapangan, komandannya tidak dijadikan tersangka, maka [kami sudah duga] putusan terakhir vonis bebas karena kami anggap penanganan kasus ini tidak memenuhi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Makanya sejak awal kami yakin akan seperti ini putusan akhirnya,” ucapnya.
Meski terdawak dinyatakan bebas oleh Pengdilan HAM, namun kelurga korban meminta kepada pemerintah Indonesia segera memerintahkan Jaksa Agung atau Komnas HAM melakukan penyedikan ulang kasus pelanggaran HAM Paniai.
“Sebab, kami keluarga menganggap kasus pelanggaran HAM Paniai belum diselesaikan oleh negara ini secara adil dan jujur,” ujarnya.
Dalam persidangan di Pengadilan HAM Makassar, ketua Majelis Hakim, Sutisna Sawati menyatakan Isak Sattu tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM berat Paniai.
“Dengan demikian, Majelis Hakim Peradilan HAM pun membebaskan terdakwa dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” kata Sutisna.
Majelis Hakim Peradilan HAM, juga memerintahkan agar hak terdakwa dipulihkan sehubungan dengan vonis bebas tersebut.
Di Jakarta, kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengajukan kasasi terkait vonis bebas terdakwa Isak Sattu.
Dikutip dari CNN Indonesia, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu mempelajari seluruh putusan hakim tersebut sebelum nantinya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Kejaksaan pasti melakukan upaya hukum kasasi. Tapi kita pelajari dulu putusan lengkapnya ya,” kata Ketut Sumedana.
Peristiwa Paniai berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 lalu. Saat itu warga memprotes pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Empat pelajar tewas di tempat usai ditembak, satu orang lain tewas setelah mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian, dan 17 orang lainnya terluka.
Korban tewas dalam peristiwa itu adalah Otianus Gobai (18 tahun), Simon Degei (18 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), Abia Gobay (17 tahun) dan Alfius Youw (17 tahun). (*)
https://jubi.id/polhukam/2022/terdak...udah-duga-itu/
KontraS sayangkan putusan bebas pelanggar HAM berat Paniai Berdarah

Suasana sidang pada layar monitor atas terdakwa Mayor Purn. Isak Sattu (dua bawah) mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim atas kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada tahun 2014 di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8-12-2022). - Antara/Darwin Fatir
Makassar, Jubi – Lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan atau KontraS menyayangkan putusan vonis bebas atas terdakwa Mayor Inf. (Purnawirawan) Isak Sattu dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Paniai Berdarah yang mengakibatkan empat orang tewas dan 10 orang lainnya terluka pada 8 Desember 2014 di Kabupaten Pania, Papua Tengah.
“Kami menyayangkan putusan ini. Proses perkara di tataran ini sangat berbahaya bagi masa depan penyelesaian pelanggaran HAM berat, ditambah ada beberapa peraturan baru yang dikeluarkan justru akan menimbulkan pola keberulangan,” tutur Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti kepada wartawan usai sidang peradilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/12/2022).
Selain terdakwa, lanjut dia, ada beberapa terduga pelaku eksekutor lapangan itu tidak diadili dalam proses sidang kali ini. Dari fakta sidang, memang diakui dan dibuktikan adanya pelanggaran HAM di Paniai. Akan tetapi, sayangnya rantai komando itu tidak bisa dibuktikan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Terdakwa sebagai perwira, kata dia, tidak dinyatakan bersalah. Pada akhirnya memperlihatkan bagaimana awal peristiwa pelanggaran HAM dari penyelidikan hingga persidangan dinilai tidak berjalan maksimal.
“Tidak ada investigasi secara menyeluruh dari Kejaksaan Agung pada pembuktian dan pengadilannya juga dinilai hanya formalitas dan sangat berbahaya bagi pelanggaran HAM berat ke depan,” ungkap Fatia.
Selain itu, polemik terkait dengan hak korban bagaimana kewajiban negara dalam hal ini TNI Angkatan Darat untuk bisa memulihkan hak-hak korban usai peristiwa itu yang seharusnya diselesaikan.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai mengikuti sidang peradilan HAM terkait dengan putusan bebas atas terdakwa Mayor Inf. Purn. Isak Sattu di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8-12-2022). – Antara/Darwin Fatir
“Paling penting adalah negara harus memastikan adanya pemulihan kepada korban dan keluarga korban. Hal ini karena tidak ada sebuah pelibatan sedari awal terhadap keluarga korban di dalam peristiwa Paniai ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Hakim Ketua Pengadilan HAM Sutisna Sawati menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Isak Sattu.
Dalam perkara ini, sidang dilaksanakan sebanyak 15 kali, mulai 21 September 2022, dan menghadirkan 36 orang saksi, 12 personel dari unsur Polri, 13 anggota TNI, enam saksi ahli, dan lima warga sipil. Namun, hanya dua yang hadir dalam sidang, sedangkan tiga orang lainnya dibacakan berita acara pemeriksaannya, hingga pembacaan putusan pada tanggal 8 Desember 2022.
Kasus dugaan pelanggaran HAM berat tersebut terjadi saat pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian terkait dengan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil 1705/Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga pada tanggal 7 Desember 2014 ketika meminta sumbangan di jalan raya setempat untuk acara memperingati Natal.
Aparat akhirnya melakukan pembubaran paksa dan diduga menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat. Empat orang tewas dalam kejadian itu, yakni Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo ,dan Simon Degei serta 10 orang terluka. (*)
https://jubi.id/nasional-internasion...niai-berdarah/
Komnas HAM kecewa putusan hakim kasus HAM berat Paniai Berdarah

Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro saat diwawancarai awak media massa di Jakarta. - Antara/Muhammad Zulfikar
Jakarta, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI mengaku kecewa atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar yang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai.
“Putusan ini tentu memberikan rasa kecewa dan prihatin,” kata Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Hal tersebut disampaikan Ketua Komnas HAM menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memvonis bebas terdakwa tunggal kasus Paniai yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.
Meskipun hakim memvonis bebas Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, namun putusan pengadilan menyebutkan bahwa pelanggaran HAM memang terjadi. Hanya saja, hakim tidak berhasil membuktikan siapa yang harus bertanggung jawab, ucap dia.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Bidang Eksternal Abdul Haris Semendawai mengatakan lembaga tersebut mencatat dengan baik proses peradilan yang terjadi. Komnas HAM menilai peradilan HAM kasus Paniai suatu jalan untuk memberikan keadilan bagi para korban.
Namun, sayangnya, vonis hakim hari ini seakan memupus harapan yang digantungkan masyarakat terutama para korban. Hal itu juga menimbulkan rasa pesimistis apabila ada proses peradilan yang akan datang.
Tidak hanya itu, selama pemantauan yang dilakukan Komnas HAM pada September hingga Desember 2022, lembaga tersebut juga menemukan adanya sikap tidak transparan sejak proses penyidikan dan penuntutan.
“Ada sikap tidak transparan serta tidak melibatkan saksi dan korban,” ujar dia.
Terlebih lagi tersangka dalam kasus tersebut hanya satu orang yaitu Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Artinya, dari awal sudah ada ketidakpercayaan dan rasa kekhawatiran bahwa perkara tersebut tak berjalan sebagaimana yang diharapkan, jelasnya.
Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 lalu. Saat itu warga memprotes pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Empat pelajar tewas di tempat usai ditembak, satu orang lain tewas setelah mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian, dan 17 orang lainnya terluka.
Korban tewas dalam peristiwa itu adalah Otianus Gobai (18 tahun), Simon Degei (18 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), Abia Gobay (17 tahun) dan Alfius Youw (17 tahun). (*)
https://jubi.id/nasional-internasion...niai-berdarah/
Betapa banyaknya kasus pelanggaran HAM di Papua yang dibawa ke pengadilan tapi hukumannya tak sebanding dengan aksi yang aparat lakukan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan orang Papua kepada Indonesia dan berdampak mengapa gerakan seperatis terus mengalir dukungannya


pilotugal2an541 memberi reputasi
1
811
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan