asbunasbunAvatar border
TS
asbunasbun
ANALISIS Nasib Nikel RI di Tengah Putusan WTO dan Genggaman Investor China



CNN Indonesia
Rabu, 23 Nov 2022 07:10 WIB




Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah berupaya menyetop ekspor bahan mentah, salah satunya bijih nikel. Ia berulang kali menyampaikan bahwa dengan hilirisasi, Indonesia akan menjadi negara maju.
Ia memprediksi Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh pada 2030 jika kebijakan berhenti mengekspor bahan baku mentah berlanjut.

Orang nomor satu RI itu juga menyebut jika kebijakan ini diteruskan, Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat pada 2045.


Namun, langkah Indonesia menyetop ekspor nikel harus terhalang oleh keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut WTO mengalahkan Indonesia dalam sengketa gugatan larangan ekspor nikel yang diajukan oleh Uni Eropa.

Arifin mengungkapkan bahwa alasan Indonesia kalah dari Uni Eropa dalam gugatan itu yaitu Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

"Memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral (nikel) dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO," katanya dalam rapat kerja Komisi VII DPR, Senin (21/11).

Beberapa regulasi atau peraturan perundang-undangan Indonesia yang dinilai melanggar ketentuan WTO, antara lain Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Nantinya, laporan akhir akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda Dispute Settlement Body (DSB) pada 20 Desember 2022.

Meski kalah, Arifin mengatakan pemerintah tak akan menyerah. Ia menegaskan Indonesia siap mengajukan banding atas putusan itu.

"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body," jelasnya.

Tak hanya soal kalah gugatan, nikel Indonesia juga dibayangi kuasa investor China yang disebut mencapai 90 persen. Setidaknya hal itulah yang disampaikan anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat Zulfikar Hamonangan.

Ia menegaskan meski ada larangan ekspor bahan mentah, faktanya jika dicek di lapangan ada proses ekspor nikel besar-besaran. Zulfikar pun menyinggung China mengantongi pendapatan Rp450 triliun per tahun hasil dari nikel di Indonesia.

"90 persen tambang nikel yang ada di Indonesia itu dikuasai China, Pak Menteri. Bahkan, benar atau tidaknya, pajaknya pun dibebaskan 30 persen. Ini kebijakan-kebijakan yang aneh. Sementara, perusahaan-perusahaan pribumi banyak tersingkirkan, izin-izin mereka dicabut," katanya kepada Arifin.


Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pemerintah masih bisa memperjuangkan nikel Indonesia dengan melakukan banding atas putusan WTO karena belum masuk tahap final.

Ia pun mendukung Kementerian ESDM untuk tidak diam saja dan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam mengambil langkah selanjutnya.

Terlebih, nikel merupakan sumber daya alam yang dibanggakan Indonesia dan saat ini sangat dibutuhkan dalam transisi energi.

"Kita tidak boleh kalah dengan mereka. Ini hasil alam kita, masa kita harus tunduk dengan aturan yang merugikan. Jangan karena kita negara berkembang maka kita yang ditekan. Harus fair Uni Eropa," ujar Mamit kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/11).

Ia menyarankan agar hilirisasi nikel mencapai tahap end to end sehingga Indonesia tidak hanya mengekspor barang mentah kemudian masuk lagi ke dalam negeri sebagai barang jadi.
"Jadi dari hulu sampai hilir sudah jadi 100 persen dibuat di Indonesia. Dengan demikian multiplier effect-nya terlihat jelas," ujarnya.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia berhak memproses nikel di dalam negeri dan itu merupakan bagian dari pembangunan ekonomi.


Ia menjelaskan larangan ekspor adalah upaya Indonesia untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dari ekstraksi sumber daya alam.

"Jadi walaupun sudah ada keputusan WTO tapi tidak mengubah larangan ekspor tersebut karena saat ini industri pengolahan sudah berlangsung dan Indonesia punya kewajiban memenuhi kebutuhan bahan baku industri tersebut dan tidak bisa mengekspor biji nikel juga," ujar Fabby.

Saat ini, sambung Fabby, tambang nikel RI memang masih dikuasai oleh negara tetapi dikelola oleh investor China. Namun, menurut Fabby, Indonesia masih bisa mengatur perdagangan dan mengendalikan produksi agar tidak merugikan.

Ia pun menyarankan agar industri baja dan industri baterai kendaraan listrik segera dibangun sehingga dapat menyerap nikel tersebut.

Sementara Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Akbar Fadzkurrahman Annahl menilai dengan kalah banding dalam gugatan larangan ekspor nikel dapat membuat Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari hilirisasi nikel.

Sembari mengajukan banding, pemerintah disarankan memperbaiki tata kelola praktik penambangan terutama aspek lingkungan dan membuat aturan-aturan baru.

Evaluasi Dampak Investasi China pada Tambang Nikel
Terkait dengan dikuasainya industri nikel oleh investor China, Akbar mengatakan memang mengundang banyak kritik.

Kami menemukan informasi bahwa pembangkit listrik captive batu bara untuk pemurnian nikel, seperti yang ada di Morowali, diketahui didanai oleh perusahaan asal China," ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah perlu mengevaluasi kerja sama dengan pihak China dengan melakukan dua hal.

Pertama, melakukan sharing expertise agar ke depannya Indonesia bisa mengambil alih nikel.

Kedua, mendorong transisi energi ke energi baru dan terbarukan agar dampak negatif penggunaan batu bara dapat ditekan.


sources : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...nvestor-china/



dilemma, kalah di wto yg menang china.
menang di wto diserahkan jg ke china.

semua gara2 opung

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...uk-di-morowali



emoticon-Ngamukemoticon-Ngamukemoticon-Ngamukemoticon-Ngamuk

daddydaddydoo
voorvendetta
areszzjay
areszzjay dan 4 lainnya memberi reputasi
-5
1.3K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan