22 November 2022 | 19:07 WIB
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. - JIBI/Nurul Hidayat
Nyoman Ary Wahyudi
Quote:
Kementerian ESDM mengungkapkan putusan WTO soal larangan ekspor nikel Indonesia tidak akan terlalu berdampak serius.
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pemerintah bakal mengajukan banding untuk putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang belakangan menyatakan Indonesia melanggar ketentuan WTO terkait dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri.
Adapun laporan final panel pada 17 Oktober 2022 lalu menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592 tersebut.
Pembelaan Pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut.
“Pemerintah berpandangan bahwa keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap sehingga masih terdapat peluang banding,” kata Arifin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Arifin mengatakan, kementeriannya bakal melanjutkan upaya hilirisasi lewat investasi yang lebih intensif pada pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel domestik.
“Tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh dispute settlement body, kita perlu mempertahankan kebijakan hilirisasi,” kata dia.
Nantinya, laporan final dari putusan panel itu akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022 mendatang. Setelah itu, putusan panel itu bakal dimasukkan ke dalam agenda dispute settlement body (DSB) pada 20 Desember 2022.
Pada pertengahan tahun lalu, Uni Eropa meningkatkan tantangannya di Organisasi Perdagangan Dunia atas larangan ekspor bijih nikel Indonesia dengan meminta badan perdagangan yang berbasis di Jenewa membentuk panel untuk memutuskan kasus tersebut.
UE melontarkan keluhan awalnya pada November 2019 terhadap pembatasan ekspor bahan mentah terutama bijih nikel dan bijih besi yang digunakan untuk membuat baja tahan karat.
Komisi Eropa yang mengkoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 27 negara Uni Eropa mengatakan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel dan bijih besi adalah ilegal dan tidak adil bagi produsen baja UE.
"Faktanya adalah bahwa tidak ada anggota WTO [World Trade Organization] yang diizinkan untuk membatasi ekspor bahan mentah dengan cara ini, memberlakukan pembatasan ilegal untuk menguntungkan produsen dalam negeri," kata Komisaris Perdagangan UE Valdis Dombrovskis dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari financialpost.com, Kamis (14/1/2021).
Permintaan dibentuknya panel mengikuti periode konsultasi dari 30 Januari 2020, yang gagal menyelesaikan masalah. Keputusan panel kemungkinan akan berlangsung setidaknya satu tahun lagi.
Komisi Eropa menuturkan bahwa industri baja tahan karat UE berproduksi pada level terendah selama 10 tahun, sedangkan Indonesia ditetapkan menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah China karena tindakan yang tidak adil.
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Quote:
Sejumlah Risiko Jika Indonesia Kalah Banding Larangan Ekspor Nikel di WTO
Selasa, 22 November 2022 22:15 WIB
Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa 14 Desember 2021. Dua perusahaan smelter yaitu VDNI mencatat hingga bulan September 2021 mencatat ekspor NPI mencapai 618.117 metric ton (MT) atau senilai sekitar Rp17 triliun sedangkan pihak OSS mencatat ekspor NPI dan stainless steel sebesar 880.643 MT atau setara Rp24,5 triliun. ANTARA FOTO/Jojon
Reporter Riri Rahayu
Editor Martha Warta Silaban
TEMPO.CO, Jakarta - Panel World Trade Organization (WTO) di Despute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan pemurnian mineral nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO. Meski pemerintah bakal mengajukan banding, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai perkara ini akan berdampak signifikan untuk Indonesia.
“Ini bisa menghambat hilirisasi nikel di dalam negeri. Karena cukup menimbulkan kekhawatiran investor, terutama pada prospek pembangunan pabrik pengolahan bijih mineral atau smelter,” ujar Bhima ketika ditemui di Hotel Ashley Tanah Abang, Selasa, 22 November 2022.
Konsekuensi lain juga menanti jika Indonesia kembali kalah dalam banding. Bhima mengatakan Indonesia harus membayar ganti rugi terhadap kehilangan potensi impor di negara Eropa. Selain itu, seluruh regulasi dari pemerintah juga wajib diubah sesuai keputusan WTO. Terakhir, jika kalah banding maka keputusan final akan mengikat dan tidak boleh mengajukan banding lagi.
Dampak buruk lain jika kalah banding, lanjut Bhima, program pengembangan industri baterai kendaraan listrik di kawasan industri yang disiapkan pemerintah bisa terhenti. Akibatnya, investor juga bisa ragu dalam berinvestasi di Indonesia. “Sedangkan pemerintah sudah menyiapkan kawasan industri dalam skala besar,” kata dia.
Bhima pun berharap pemerintah bisa
menggalang solidaritas dari sejumlah negara yang juga memiliki kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Dengan harapan, Indonesia bisa memenangkan banding di forum WTO.
Mengenai perkara ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pemerintah bakal mengajukan banding karena menilai keputusan panel belum memiliki keputusan tetap. “Masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB,” ujar Arifin dalam Raker dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 21 November 2022.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO, yakni UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019 perubahan kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Selanjutnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Terakhir, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam hasil putusan final tersebut disebutkan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994. Panel juga menolak pembelaan yang diajukan Pemerintah Indonesia terkait keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (aspek lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Putusan final tersebut akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022. Kemudian akan dimasukkan dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Ihwal rencana gugatan, Tempo berupaya menggali informasi lebih dalam ke Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono. Namun, Djatmiko belum bisa memberikan banyak informasi.
“Masih berproses dan belum usai. Rahasia kalau strategi. Ditunggu saja,” kata dia, Selasa, 22 November 2022.
Sumber