- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
MENJUAL NYAWA ANAK DEMI HARTA


TS
tyasnitinegoro
MENJUAL NYAWA ANAK DEMI HARTA

Quote:
“Wong edan!!” kata Pak Bekti (samaran), matanya masih menatap kesana-kemari seolah peristiwa itu membekas di ingatannya.
“Edan pripun, Pak?” saya tanya penasaran.
“Lha pie gak edan, Mas. Anake dewe di sembelih goro-goro pengen sugeh!” (Lha gimanaa gak gila, Mas. Anaknya sendiri di sembelih gara-gara ingin kaya)
Percakapan kami saling menyahut, membuat saya sendiri semakin penasaran. Sampai dua gelas kopi yang di sajikan oleh Pak Rudi si pemilik warung, mengalikan pandangan saya.
Hingga tak seberapa lama, yang awalnya wajah Pak Bekti masih tenang, tiba-tiba berubah, mengisyaratkan ketidaknyamanan. Pandangannya lurus ke depan seolah sedang mengumpulkan kepingan-kepingan cerita yang sudah lama terjadi itu.
Dan disinilah saya mendengar Pak Bekti mengatakan sesuatu.
“Sampean ngerti daerah G**********L to? Lah neng kono kejadiane kui.” (Kamu tahu daerah G*************L kan? Ya di sana kejadiannya itu.)
****
Pak Bekti 2002 dulu, masih kerja di daerah sana. Satu kerjaan sama yang namanya Yudi. Tapi setelah di PHK, Pak Bekti sudah gak ketemu lagi sama Yudi.
Namun selang beberapa tahun, ada tamu datang ke rumah. Ternyata itu Yudi, teman Pak Bekti dulu. Dia cerita, kalau habis mengalami kerugian besar dan di tinggal istrinya. Dan sekarang dia hidup bersama anaknya. Dan negenesnya, si Yudi ini sudah berbeda gak kayak dulu lagi. Badanya kurus, kayak gak terawat, mungkin karena terlalu banyak pikiran.
Yudi jauh-jauh datang ke kampung cuman mau nyari Pak Bekti, katanya cuman Pak Bekti yang bisa bantu. Dan yang bikin Pak Bekti kaget dan gak habis pikir, dia ke sini cuman mau minta suruh nganter ke orang pinter yang bisa bantu buat pesugihan. Istilahnya mau ngelakuin pesugihan, katanya sudah gak kuat lagi hidup melarat.
Setelah basa-basi dan saling nanyaa kabar, dia langung bilang ginii ke Pak Bekti.
“Kang, aku wes gak duwe opo-opo. Omah, lemah, mobil uwis tak dol kabeh. aku ameh njaluk tulung, Kang. Pokoke sampean kudu nulungi aku. Mari iki tulung terno aku neng daerah kono. Sampean reti kan?” (Kang, saya sudah gak punya apa-apa. Rumah, tanah, mobil sudah saya jual semua. Saya ke sini mau meminta tolong. Pokoknya sampean harus nolongin saya. Habis ini antarkan saya ke daerah sana. Sampean tahu kan?)
“Aku wes loro ati, Kang. aku wes gak kuat urip susah. Tolong aku Kang, terno aku ndono. “ (Saya sudah sakit hati, Kang. saya sudah gak kuat lagi hidup susah. Tolong saya Kang antarkan saya ke sana)
“Sembrono. istighfar Kang! istighfar! Iku resikone gede. Nyowo taruhane!”
Namun dia tetap pada pendiriannya. Dia sudah nekat, dia masih memohon-mohon ke Pak Bekti supaya bisa nganter ke tempat itu. “ya mau gak mau saya anter.”
Sekitar jam 7 malam mereka berangkat nyusurin jalanan sepi dan masuk hutan dan sampai di sana sekitar jam 11 malam.
Setelah sampai di pemukiman yang ada di tengah hutan, mereka sudah di sambut sama bau kemenyan. Sepertinya warga sini sudah terbiasa dengan aroma seperti itu, lain halnya dengan Pak Bekti sendiri yang tidak terlalu nyaman.
Setelah di persilahkan masuk, Pak Bekti cuman bengong saja ngeliatin Yudi di wawancarai sama simbahnya. Sampai ada beberapa makanan yang di sajikan pun, Pak Bekti gak berani memakannya, takut saja kalau kenapa-napa.
Selama di dalam rumah itu, simbahnya pun juga aneh. Gak pernah sekali pun menyapa bahkan setiap simbah itu menatap, pandangannya itu serem banget.
Pak Bekti sendiri gak tahu apa yang mereka bicarakan. Sampai gak lama, proses ritual di lakukan. Selama proses ritual itu, Pak Bekti ngerasa entah kenapa matanya selalu saja melihat hal yang tidak masuk akal dan di luar nalar.
Apalagi ketika penjamuan. Pak Bekti lihat si Yudi dengan lahap sekali memakan makanan yang memang sudah di suguhkan. Pak Bekti yang ngeliatnya saja pingin mual, bayangkan saja, si Yudi makan bangkai tikus sama ulat busuk. Sama ketika Yudi membuka makanan yang di bungkus pake daun pisang, yang ternyata dalamnya itu seonggok jeroan usus yang sudah mengering dan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat. Yudi begitu lahap memakannya.
Ketika itu, Pak Bekti saking gak kuatnya terus keluar. Dan pas di luar rumah, Pak Bekti sudah di hadang sama beberapa sosok yang sangat mengerikan sekali. Matanya melotot, badannya berbulu, dan mengeluarkan bau busuk juga.
Selesai Yudi makan, dia terus keluar. Dan anehnya raut wajah Yudi ini beda banget, pandangannya kosong, dan selalu nyengir.
Pas di luar, ini kejadian yang membuat hati Pak Bekti begitu teriris. “Lha gimanaa enggak, si Yudi ini di suruh nyembelih seekor anak kambing. Tapi yang saya lihat, dia sedang menyembelih anaknya sendiri! Anaknya itu meronta-ronta, menjerit dan kemudian meregang nyawa.”
“Astaga Yud! Benar-benar hati saya menangis, anak kecil yang tak berdosa harus meregang nyawa menjadi tumbal demi harta kekayaannya sendiri.” batin Pak Bekti menjerit.
Pas kejadian itu, Pak Bekti gak bisa apa-apa. Mau teriak nyuruh Yudi berhenti biar sadar, tapi seolah ada yang menahan tenggorokannya.
“Apalagi di depan, belakang, samping kanan kiri, itu sudah di penuhi makhluk yang menyeramkan sedang melotot tajam ke arah saya. Ada beberapa yang sedang menari-nari ketika Yudi dengan entengnya mengiris leher anak kambing itu.”
Pak Bekti sempat mbatin. “Saya nyesel nganter Yudi ke tempat ini. Dan mungkin saya juga berdosa sudah mau mengantar Yudi. benar-benar muak sekali, ingin rasanya saya menghantamkan kepala Yudi biar sadar.”
Selagi masih di tempat itu, simbah itu selalu menatap Pak Bekti dengan tatapan mengintimidasi. “Saya benar-benar takut kalau terjadi sama keluarga di rumah.”
Dan tak lama, semuanya selesai. Mereka pulang.
Di perjalanan pulang, Pak Bekti tak sekali pun mengajak bicara Yudi. telinganya pun sedari perjalanan, mendengar jeritan anak kecil yang meminta tolong. Dan di jok belakang mobilnya, ada tiga sosok hitam lagi duduk, matanya merah melotot.
“Saya benar-benar khawatir, hati saya tidak enak, batin tidak tenang, rasanya ingin segera sampai rumah. “
Paginya Pak Bekti baru sampai. Dia mengantar Yudi kerumah saudaranya, tempat menitipkan anaknya. Begitu terkejutnya ketika mereka mengetahui kalau di depan rumah itu sudah banyak orang.
Pak Bekti dan Yudi segera keluar dari mobil. ketika Pak Bekti tanya ke salah satu warga, ternyata anak Yudi meninggal. Dan meninggalnya itu mendadak. Pak Bekti yang mendengarnya gak terlalu kaget, karena dia tahu penyebabnya.
Yudi kemudian berlari menggendong anaknya sambil nangis. Melihat itu, Pak Bekti cuman nyengir. “Ya itu pebuatanmu sendiri, Yud!” gumam Pak Bekti sambil berlalu pergi meninggalkan Yudi tanpa berpamitan.
“Dan sampai sekarang saya tidak pernah lagi mendengar kabarnya, mungkin dia udah mampus atau lagi menikmati kekayaannya…”
Quote:
Diubah oleh tyasnitinegoro 08-11-2022 02:56






bukhorigan dan 8 lainnya memberi reputasi
9
3K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan