- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KARMA - Part 1


TS
wakhidnurrokhim
KARMA - Part 1

Quote:
Bunyi gemerincing lonceng dan hentakan kaki kuda dengan diiringi suara gamelan malam itu terdengar sayup namun begitu jelas, sontak membuat hendra terbangun dari tidur, entah mengapa panangannya langsung seperti diarahkan kearah jendela dan ternyata disana ada sebuah bayangan yang terlihat samar dari luar.
“heh!! Kalian denger suara itu ngak” bisik hendra sembaril menunjuk kearah jendela. “iyaa kita semua denger” ucap trisna menyambut.
Ternyata malam itu tak hanya aku saja yang mendapati hal ganjil itu,
“ndraaa aku ngak mau mati malam ini ndraa” suara rintihan ridwan di pojokan kamar yang tanpa kusadari ternyata ia sudah meneteskan air mata karena saking takutnya.
Malam itu, entah mengapa hendra berpikir bahwa inilah malam terakhirnya di dunia, dengan penuh ketakutan dan dihantui rasa penyesalan terhadap apa yang telah ia dan teman-temannya lakukan, hendra hanya bisa termanggu dengan ribuan penyesalan.
"Karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap kami semua tidak mati malam ini." ucap hendra lirih.
Karma
By wakhidnurrokhim.
***
Kota B tahun 2011
Dering suara bel pulang sekolah terdengar begitu keras, saat inilah yang menjadi waktu yang sangat dinanti oleh para siswa di sekolahan. Setelah mengemasi buku dan berdoa sebagai ucapan syukur atas nikmat yang diberikan tuhan yang maha kuasa, anak-anak itu langsung berhamburan keluar kelas dengan senang, walaupun tadinya di wajah mereka terlihat seperti lipatan kain yang lupa disetrika.
Sebagian dari gerombolan siswa yang berhamburan keluar kelas itu ada hendra dan keempat kawan sohibnya, mereka adalah andre, ridwan, trisna dan reno.
Tatkala mereka berlima sedang berkumpul, kalian walau tak melihat wajahnya saja pasti sudah paham siapa dibalik sumber suara. Meraka berlima ini ketika bergumam sudah seperti lebah dalam sarang, berisik dan seperti tak menghiraukan siapapun yang ada dihadapan.
"weeh malam ini seperti biasa yo" ucap trisna ditengah riwehnya suasana pulang sekolah saat itu.
"anjay!! Koe mau bayarin po tris?" reno menyambut ucapan trisna yang seolah dengan sepatah kata itu reno langsung paham dengan apa yang dimaksudkan.
"wis lah rausah, moso tiap malam minggu mabok kan ora apik" balas ridwan menolak ide trisna. Ridwan ini adalah anak yang paling alim diantara geng hendra dkk.
"aelahh sabi kali tris, ntar gua beliin cemilan" ujar hendra.
Tak lama waktu berselang, hendra dan keempat temannya itu bersepakat untuk menikmati malam minggu yang dingin dengan ditemani minuman dingin yang menghangatkan badan, mereka biasa menyebut minuman itu dengan sebutan CIU.
Karena lokasi daerah hendra ini tak jauh dari sentra pembuatan minuman tradisional itu, alhasil minuman semacam itu murah harganya serta dirasa tak terlalu mahal dengan kondisi keuangan anak sekolah yang masih mengandalkan uang jajan dari pemberian orang tua.
Walaupun sebenarnya tindakan yang biasa dilakukan hendra dan kawan-kawannya itu tak bisa dibenarkan, namun apa boleh dikata, kenakalan remaja memang tak lepas dari minuman keras.
***
"ndra ibuk nanti malam ada acara di tempatnya bu rt, kamu nanti kalau main jangan lupa tutup pintu dan kuncinya ditaruh di tempat biasa ya" ucap ibu mina yang tak lain adalah ibunya hendra.
"oke ma santai" balas hendra sambil terus mengunyah makanan yang sedang ia santap.
Hendra baskoro, ia adalah anak semata wayang yang hidup hanya bersama ibunya di sebuah desa yang terletak dipinggiran kota solo, jawa tengah. Dikarenakan ayahnya beberapa tahun yang lalu mendapatkan promosi jabatan, menyebabkan hendra dan ibunya tinggal berdua di desa.
Dahulu rencananya memang mereka bertiga hendak ikut tinggal di daerah yang menjadi tempat ayahnya ditugaskan, namun karena ibunya mempunyai tanggung jawab menjadi sekertaris di balai desa, ibunya memilih untuk tetap tinggal disana.
Selepas adzan magrib berkumandang, hendra dengan menggunakan sepeda motornya tanpa fafifu langsung berangkat menuju ke rumah trisna, ia juga tak lupa dengan pesan ibunya tadi soal menaruh kunci di bawah pot bunga.
"aku otewe ini" pesan singkat hendra yang ia kirimkan, karena ia baru sadar ketika hendra hendak menelpon trisna, pulsa yang ia miliki sudah tidak cukup untuk menyampaikan sepatah kata saja.
Tanpa menunggu balasan dari pesan yang barusaja ia kirimkan, hendra tanpa ragu langsung berangkat dengan membawa beberapa cemilan yang sudah ia bawa.
Rumah trisna terletak tak jauh dari tugu pintu masuk desa, berbeda dengan kediaman hendra yang lumayan jauh memasuki perkampungan dan jauh pula dari jalan utama sehingga mau tidak mau ia harus berangkat lebih awal walau janjiannya adalah jam 8 namun hendra lebih memilih untuk berangkat selepas magrib saja.
Perjalanan hendra menuju ke rumah trisna ini, jika ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, sekitar menghabiskan waktu 15 menitan kira-kira. Memang lumayan jauh, ditambah lagi jalanan yang harus ia lewati penuh lubang dan minim pencahayaan, itulah yang membuat perjalanannya lama.
Padahal jika dilihat dari kilometernya, jarak antara rumah hendra dan trisnya tidak ada 3 kilometer, haha.
Malam itu ketika hendra hendak pergi kerumah trisna, iamelewati sebuah perkebunan yang begitu luas dan panjang, ditambah lagi terdapat beberapa cerita horor yang ada disana, namun kembali lagi, karena hendra tidak begitu percaya dengan cerita mistis yang beredar, ia sama sekali tidak ada rasa takut untuk melewatinya walau sendirian.
Kebun itu sangat luas, namun anehnya sama sekali tidak terurus dan dibiarkan terbengkalai begitu saja, dan hanya membiarkan pohon jati itu tumbuh dengan dikelilingi rerumputan liar.
Jalanan desa yang melintasi kebun tak berpenghuni itu juga terbilang kurang begitu layak, sebab walau sudah dilakukan pengaspalan namun karena mungkin jalanan itu dulunya sering sekali dilalui truk pengangkut kayu dari atas, akibatnya jalanan berlubang dan sampai sekarang masih dibiarkan begitu saja tanpa adanya perbaikan.
Rimbunya pepohonan yang ada disekitar jalan yang bahkan beberapa diantaranya sampai seolah hendak rubuh kearah jalan membuat suasana malam itu semakin ngeri, walau adzan magrib beberapa saat barusaja dikumandangan, namun rasanya saat itu keadaan sudah sangat senyap, bahkan untuk suara binatang liar sama sekali tidak hendra dengar.
Dengan bermodalkan keberanian karena sebenarnya ia juga tidak terlalu percaya dengan tempat berhantu, hendra memberanikan dirinya menembus jalanan nan gelap karena tak ada satupun penerangan jalan yang dibangun oleh warga disana.
Jalanan gelap dan aspal yang berlubang membuat hendra tak bisa memacu sepeda motornya dengan cepat, kecuali ia rela velg motor kesayanganya berubah menjadi angka delapan karena menghantam kubangan.
Alasan hendra memilih jalanan ini sederhana, karena ia tak ingin lewat jalan satunya karena tepat disana sedang diadakannya pertemuan, yah jalan-
satunya itu adalah jalan yang tepat berada di depan rumah bu rt dan tak lain dan tidak bukan, ibunya juga ada disana.
Sembari terus menarik gas motornya, kini hendra sudah sampai di turunan terakhir tepat sebelum bangunan ternak ayam, mitos yang ada disana sebenarnya tak pernah hendra hiraukan sampai akhirnya malam itu ia mendadak merinding disana.
Mitosnya adalah barang siapa yang lewat diturunan itu ia harus membunyikan klakson konon barang siapa yang tidak membunyikan klakson disana, ia akan diganggu oleh sosok penunggu, dirasa itu adalah sebuah kekonyolan, hendra tak melakukannya.
"brukk!!!"
Terdengar seperti benda jatuh yang sontak membuat hendra menjadi penasaran, ia menoleh kanan dan kiri, namun yang ia dapati hanya kegelapan, akhirnya ia memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanannya walau dengan kondisi jantung berdebaran.
Hendra terus melanjutkan perjalananya, walau saat itu ia merasa seperti ada yang mengawasinya dari sepanjang pinggiran jalan yang ia lewati saat itu.
"bismillah, mbah putune nunut lewat mbah" sepanjang jalan hendra selalu bicara seperti itu, berharap tak ada sesuatu yang menimpanya disana.
Beberapa saat kemudia ia telah sampai di ujung perkebunan kosong, disana sudah nampak beberapa kendaraan berlalu lalang dari sebelah kanan dan kiri, membuat ketakutan yang hendra alami pergi.
Sekitar sepuluh menit kemudian hendra telah sampai dirumah trisna, ternyata disana sudah ramai sekali, ketiga temannya yang lain ternyata sudah berkumpul disana.
"woy koe dimana aja, di sms ngak bales di telpon ngak diangkat, koe topo yo!" ucap reno geram, yang malah membuatku merasa penuh keheranan.
"hah maksudmu gimana?" tanya hendra binggung .
"jam berapa sekarang cok" trisna menimbrung, sedangkan andre dan ridwan hanya menatap hendra dengan penuh keheranan.
Mendapati tingkah teman-temannya saat itu, hendra dengan cepat langsung mengambil hanphone yang sedari tadi ia taruh di saku celana, dan alangkah kagetnya ia ketika melihat jam yang ada di ponselnya.
"hah!! Jam 9 malam?"
"ngak usah sok kaget, kamu tadi mesti mlipir kemana dulu to, wis biasane kamu alesan e gitu kok" balas andre dengan nada sedikit ketus.
"ehh beneran, tadi aku pas sms ke trisna, tuh tanya aja ke trisna dia tadi dapet sms ku jam berapa, ojo nuduh!"
"iyo bener si tapi masa sini ke rumahmu sampe 3 jam, mustahil"
"aku tadi beneran wis berangkat langsung, nih loh telponmu wae aku ngak krungu, pokoke aku tadi langsung kesini tris, ngak mampir blas" jelas hendra dengan nada serius mencoba meyakinkan kekempat temannya yang sudah dipenuhi amarah.
Saat itu hendra tak bisa paham dengan apa yang barusaja ia alami, bagaimana mungkin ia rasa perjalanan tadi bisa memakan waktu yang selama ini. Nah saat itulah hendra mulai berpikir bahwa ini bisa jadi sebuah pertanda buruk yang akan terjadi, namun kembali lagi, karena teman-temannya tak ada yang percaya dengan apa yang barusaja ia alami, akhirnya mereka berlima tetap memilih untuk pergi dan pesta ciu malam ini.
...
Malam itu entah mengapa hawanya terasa lebih dingin dari malam- malam sebelumnya, entah sebuah pertanda buruk atau bukan hendra sama sekali tak menghiraukan. Trisna duduk disampingnya dengan kedua tangan yang mencoba membuka tutup botol dengan susah payah.
Berbeda dengan yang lainnya, disaat yang lain asyik memainkan gitar dan bernyanyi ria, hendra justru sebaliknya, ia merasa seperti ada sesuatu yang seolah sedang mengawasi mereka berlima.
"heh disana wae, agak terang dikit ojo nangkene" hendra menunjuk kearah gawang yang ada disisi sebelah barat lapangan.
"hooh si bener katane si hendra, jangan disini ren" trisna menyahut.
Quote:
Saat itu kami berlima sudah berada di sebuah lapangan yang ada di desa kami, jangan kira lapangan ini seperti lapangan yang megah dan mewah seperti di kota, jangankan tempat duduk, rumput setinggi mata kaki saja tetap dibiarkan asri disini.
Akhirnya hendra dan teman-temannya menikmati malam minggu dengan beberapa botol kecil minuman dan camilan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Gelas kecil berputar bergilliran dari hendra keempat temannya, perlahan demi perlahan kesadaran mereka mulai samar. "wah kripik e bentar lagi entek iki ndra" ucap andre.
Namun bukannya menjawab hendra malah diam termanggu, ditengah kesadarannya yang mulai buyar, ia malah merasakan ketakutan dengan firasat yang sedari tadi sempat ia acuhkan.
Tanpa mereka sadari, dua botol minuman dan beberapa bungkus cemilan sudah habis dilahap, kini mereka berlima hanya terbaring dibelakang gawang dengan hanya beralaskan rumput liar.
Entah berapa lama hendra terbaring disana, sampai dimana ia terbangun kaget ketika mendengar salah satu temannya berteriak.
"ndre ngopo tekan kono cokk!!" trisna berteriak sambil berlari menjauh.
Saat itu karena masih dalam keadaan setengah sadar, hendra masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi kala itu, tapi ternyata kejadian itu bukan ilusi, kedua temannya itu langsung ikutan berlari menyusul trisna yang mengejar andre kearah gawang sebelah timur.
"wehh bentar tunggu!" ujar hendra sembari sibuk mencari dimana ia menaruh alas kaki.
Kami yang saat itu sebenarnya masih dalam pengaruh alkohol, sontak menjadi segar karena harus berlarian mengejar andre yang seperti orang kesetanan.
"wehh ada apa sebenere, harus lari gini po?"
Hendra berlari menuju kearah trisna, sembari sesekali tangannya mengusap mata karena nampaknya masih terdapat beberapa belek sisa tidur beberapa saat lalu.
Begitunya sampai sontak hendra kaget ketika kedua bola matanya melihat pemandangan yang seolah menjadi penguat dari semua ketakutan yang ia rasakan sedari tadi.
Saat itu tak hanya hendra yang melihat bahwa andre kencing di sebuah makam, ketiga temannya juga melihat hal yang serupa, bahkan trisna sudah terlebih dahulu menarik-narik badan andre supaya menjauh dari makam itu.
"janc*k bodoh ojo diuyuhi" trisna berteriak sambil terus menarik badan andre menjauh dari tumpukan batu yang sudah terbagi menjadi beberapa bagian.
Namun bukannya menurut, andre malah terus memainkan burung kecilnya itu dan membuat pancurannya semakin tak terarah.
"bocah iki ngombene kakean mau mesti" ucap ridwan sambil membantu menarik tubuh andre darisana.
"bajigur, iki bocah kenopo dadi kuat gini" imbuh ridwan beberapa saat kemudian.
Melihat kedua temannya kewalahan, akhirnya hendra membantu tak lupa juga reno juga ikut membantu. Singkatnya setelah itu mereka berempat menggendong andre dan dibawa kembali dimana tempat awal mereka berkumpul.
Melihat keadaan yang sudah mulai runyam hendra mengajak keempat temannya untuk pulang dan istirahat dirumah. Namun kembali lagi, andre begitu lepas dari pengawasan kami, ia langsung berlari kembali, dan anehnya ia berlari kearah makam lagi.
Akhirnya karena dirasa waktu sudah menjelang pagi dan ditambah andre nampaknya sudah diluar kendali, mereka sepakat untuk pulang dan menyambung obrolan esok pagi lagi.
"ehh iki aku boncengan bareng sama si andre yo, motormu taruh omahe lek sudar wae" reno mencoba memberikan saran, karena entah mengapa andre masih belum sadar, takutnya nanti ketika pulang ia malah terjatuh dari kendaraan.
Jalanan pulang kembali lagi melewati perkebunan yang tadi sempat dilewati oleh hendra tatkala hendak datang kerumah trisna, nah lagi dan lagi, suara benda jatuh itu terdengar ketika mereka sudah berada di sekitaran kandang ayam.
"bajigur opo kae mau baik!!" umpat trisna dan seketika langsung memberhentikan laju motornya.
"kalian podo krungo ora si?" imbuhnya sambil clingukan kearah pekarangan dengan dibantu penerangan lampu senter yang ada di hpnya.
Merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi, hendra langsung meminta teman-temannya itu untuk melanjutkan perjalanannya untuk mengantarkan andre pulang.
Oh iya jadi mengapa kami melewati jalanan ini, yah karena kami mengantarkan andre pulang. "alhamdulillah ngak lewat sini sendirian aku" batin hendra sedikit senang ketika malam itu ia tak sendirian ketika pulang, mengingat rumah andre sebenarnya ada di dusun belakang rumah hendra, jadi pastilah mereka melewati rumahnya ketika hendak mengantar andre malam itu.
Malam itu yang semulanya hendra kira akan mengasyikan dan penuh canda tawa, malah sebaliknya. Nampaknya malam itu firasat yang hendra rasakan, perlahan mulai terasa kebenarannya.
...
Akhirnya hendra dan teman-temannya menikmati malam minggu dengan beberapa botol kecil minuman dan camilan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Gelas kecil berputar bergilliran dari hendra keempat temannya, perlahan demi perlahan kesadaran mereka mulai samar. "wah kripik e bentar lagi entek iki ndra" ucap andre.
Namun bukannya menjawab hendra malah diam termanggu, ditengah kesadarannya yang mulai buyar, ia malah merasakan ketakutan dengan firasat yang sedari tadi sempat ia acuhkan.
Tanpa mereka sadari, dua botol minuman dan beberapa bungkus cemilan sudah habis dilahap, kini mereka berlima hanya terbaring dibelakang gawang dengan hanya beralaskan rumput liar.
Entah berapa lama hendra terbaring disana, sampai dimana ia terbangun kaget ketika mendengar salah satu temannya berteriak.
"ndre ngopo tekan kono cokk!!" trisna berteriak sambil berlari menjauh.
Saat itu karena masih dalam keadaan setengah sadar, hendra masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi kala itu, tapi ternyata kejadian itu bukan ilusi, kedua temannya itu langsung ikutan berlari menyusul trisna yang mengejar andre kearah gawang sebelah timur.
"wehh bentar tunggu!" ujar hendra sembari sibuk mencari dimana ia menaruh alas kaki.
Kami yang saat itu sebenarnya masih dalam pengaruh alkohol, sontak menjadi segar karena harus berlarian mengejar andre yang seperti orang kesetanan.
"wehh ada apa sebenere, harus lari gini po?"
Hendra berlari menuju kearah trisna, sembari sesekali tangannya mengusap mata karena nampaknya masih terdapat beberapa belek sisa tidur beberapa saat lalu.
Begitunya sampai sontak hendra kaget ketika kedua bola matanya melihat pemandangan yang seolah menjadi penguat dari semua ketakutan yang ia rasakan sedari tadi.
Saat itu tak hanya hendra yang melihat bahwa andre kencing di sebuah makam, ketiga temannya juga melihat hal yang serupa, bahkan trisna sudah terlebih dahulu menarik-narik badan andre supaya menjauh dari makam itu.
"janc*k bodoh ojo diuyuhi" trisna berteriak sambil terus menarik badan andre menjauh dari tumpukan batu yang sudah terbagi menjadi beberapa bagian.
Namun bukannya menurut, andre malah terus memainkan burung kecilnya itu dan membuat pancurannya semakin tak terarah.
"bocah iki ngombene kakean mau mesti" ucap ridwan sambil membantu menarik tubuh andre darisana.
"bajigur, iki bocah kenopo dadi kuat gini" imbuh ridwan beberapa saat kemudian.
Melihat kedua temannya kewalahan, akhirnya hendra membantu tak lupa juga reno juga ikut membantu. Singkatnya setelah itu mereka berempat menggendong andre dan dibawa kembali dimana tempat awal mereka berkumpul.
Melihat keadaan yang sudah mulai runyam hendra mengajak keempat temannya untuk pulang dan istirahat dirumah. Namun kembali lagi, andre begitu lepas dari pengawasan kami, ia langsung berlari kembali, dan anehnya ia berlari kearah makam lagi.
Akhirnya karena dirasa waktu sudah menjelang pagi dan ditambah andre nampaknya sudah diluar kendali, mereka sepakat untuk pulang dan menyambung obrolan esok pagi lagi.
"ehh iki aku boncengan bareng sama si andre yo, motormu taruh omahe lek sudar wae" reno mencoba memberikan saran, karena entah mengapa andre masih belum sadar, takutnya nanti ketika pulang ia malah terjatuh dari kendaraan.
Jalanan pulang kembali lagi melewati perkebunan yang tadi sempat dilewati oleh hendra tatkala hendak datang kerumah trisna, nah lagi dan lagi, suara benda jatuh itu terdengar ketika mereka sudah berada di sekitaran kandang ayam.
"bajigur opo kae mau baik!!" umpat trisna dan seketika langsung memberhentikan laju motornya.
"kalian podo krungo ora si?" imbuhnya sambil clingukan kearah pekarangan dengan dibantu penerangan lampu senter yang ada di hpnya.
Merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi, hendra langsung meminta teman-temannya itu untuk melanjutkan perjalanannya untuk mengantarkan andre pulang.
Oh iya jadi mengapa kami melewati jalanan ini, yah karena kami mengantarkan andre pulang. "alhamdulillah ngak lewat sini sendirian aku" batin hendra sedikit senang ketika malam itu ia tak sendirian ketika pulang, mengingat rumah andre sebenarnya ada di dusun belakang rumah hendra, jadi pastilah mereka melewati rumahnya ketika hendak mengantar andre malam itu.
Malam itu yang semulanya hendra kira akan mengasyikan dan penuh canda tawa, malah sebaliknya. Nampaknya malam itu firasat yang hendra rasakan, perlahan mulai terasa kebenarannya.
...






bukhorigan dan 6 lainnya memberi reputasi
7
2.4K
Kutip
13
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan