- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ketum MATAKIN: Indonesia Butuh Pemimpin Sat-Set
TS
vinandafebriani
Ketum MATAKIN: Indonesia Butuh Pemimpin Sat-Set

Jakarta – Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Xs. Budi Santoso Tanuwibowo menyebut bahwa saat ini yang dibutuhkan bangsa Indonesia adalah pemimpin yang sat-set alias cekatan. Hal itu dia sampaikan pada pembukaan Kongres Nasional II Pakin di ballroom Hariston Hotel Jakarta Utara, Sabtu, (29/10).
“Kita butuh pemimpin yang bukan hanya yang bisa beretorika, melainkan harus bisa sat-set, bisa bekerja sampai ke bawah,” kata Xs. Budi.
Sebab saat ini kata dia, Indonesia tengah mengalami problem serius berupa pertentangan ideologi dan pemikiran yang makin keras, perubahan iklim ekstrem, ajaran leluhur yang mulai dilupakan oleh generasi muda, disrupsi teknologi, serta hubungan kekerabatan sosial antar anak bangsa yang semakin rentan oleh berbagai fenomena polarisasi di media soosial.
Hal tersebut menurutnya menyebabkan masa depan semakin buram dan tidak pasti.
“Tantangan (atas problematika dan ketidakpastian) tersebut harus juga dijawab oleh Pakin melalui aksi nyata, tidak hanya wacana. Karena saya lihat generasi muda kita hanya bisa berwacana, belum bisa sat-set. Hanya bisa bikin proposal, bikin wacana, lalu diam (tidak ada realisasinya),” lanjut pria tersebut.
Senada dengan Xs. Budi, Asisten Deputi Revolusi Mental Katiman Kartowonowo, Ph.D mewakili Menko Pembangunan Manusia (PMK) mengatakan, berdasarkan data BPS tahun 2020, 2 per 10 pemuda di Indonesia merupakan kaum rebahan yang enggan berusaha untuk mencari pekerjaan alias kaum lontang lanting.
“Kalau istilah yang dipakai BPS itu Not ini Education, Employment, or Training, NEET,” kata dia.
Hal tersebut menurut dia akan menghambat bonus demografi Indonesia yang sedang kita jalani saat ini hingga puncaknya tahun 2030 mendatang.
“Ini kalau Bapak Menko sering menjelaskan, kita sebenarnya sudah masuk ke era bonus demografi dan puncaknya tahun 2030. Bonus ini bisa terjadi kalau usia produktif sekarang, benar-benar produktif. Kalau itu tidak terjadi, maka tidak ada (bonus demografi), yang ada kerugian demografi,” katanya.
Pria itu melanjutkan, perlu upaya semua unsur untuk mendorong bagaimana bonus demografi benar-benar terjadi di Indonesia. Sehingga pihaknya meminta Pakin untuk turut andil dalam peran-peran strategis terkait pembekalan generasi yang lebih berkualitas, kritis, dan inovatif.
“Kita berharap supaya Pakin berperan lebih aktif dalam mempersiapkan generasi muda kita, sehingga generasi emas sebagaimana kita harapkan benar-benar dapat emas (tercapai),” katanya.
Selain itu tambahnya, tantangan ke depan dalam menjaga kerukunan dan toleransi makin berat atas maraknya konten-konten negatif yang dapat merusak konsensus dasar kebangsaan kita seperti ujaran kebencian, hoaks, hasutan kekerasan atas nama agama, serta radikalisme dan ekstrimisme yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu pihaknya menuturkan, perlu upaya sinergis dan kolaboratif untuk meningkatkan literasi keagamaan dalam ruang digital untuk menghadirkan nilai-nilai inklusif beragama.
Sehingga, pihaknya juga beharap Pakin dapat mendukung dua aksi nyata yang diinisiasi Kemenko PMK dalam upaya menjaga Indonesia, seperti penanaman sejuta pohon serta program santun dan tertib bermedia.
“Karena kita hidup di dua dunia, yakni dunia nyata dan dunia maya, dunia maya kita diukur, seberapa besar tingkat keadaban kita. Ternyata menurut data Microsoft, kita ranking 29 dari 32 negara. Rangking terbawah lah, kita. Artinya, belum terlalu beradab lah kita di media sosial,” lanjut pria itu.
Selain itu katanya, 47 persen masyarakat Indonesia bermedsos untuk menyebarkan hoaks dan penipuan, 27 persen untuk menyebarkan ujaran kebencian, dan 13 persen untuk menyebarkan diskriminasi. Sehingga menurutnya, diperlukan upaya untuk mengubah konstruksi berpikir supaya masyarakat lebih beradab.
“Kita bekerjasama dengan pihak yang bisa mengembangkan platform, kita menginisiasi platform bernama ‘Gotong royong ilmu’ supaya yang mencari informasi valid dan tepat dari sumbernya, karena untuk membuat hoaks hanya perlu waktu satu menit, sedangkan untuk mengklarifikasi perlu waktu hingga 9 jam,” lanjut Katiman.
Padahal katanya, setiap hari ada ratusan bahkan ribuan hoaks. Sehingga perlu waktu yang luar biasa untuk memastikan bahwa informasi yang ada di medsos benar. Sehingga pihaknya berharap dalam kongres ini, dibahas pula bagaimana sebaiknya kontribusi Pakin dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya lebih santun dan beradab di media sosial. (Vina)
lepas.monas dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
0
1K
11
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan