Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Xi Jinping 3 Periode buat Takut Investor, Kenapa?
Xi Jinping 3 Periode buat Takut Investor, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Xi Jinping kembali menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis China dalam kongres lima tahunan yang diselenggarakan selama sepekan lalu. Hal ini mengamankan periode ketiga posisi Xi di kursi kepresidenan Negeri Tirai Bambu.
Posisi Xi ini dikuatkan oleh oleh beberapa loyalisnya yang berjumlah tujuh orang dalam Komite Politburo. Salah satunya adalah Ketua Partai Komunis cabang Shanghai, Li Qiang, yang menduduki posisi nomor dua di komite itu. Ia diprediksi akan menduduki posisi Perdana Menteri (PM) menggantikan Li Keqiang dan memperkuat kebijakan Xi.
Namun, tiga periode kepemimpinan Presiden China Xi Jinping membuat investor takut. Keterlibatan negara yang lebih besar dalam perekonomian menjadi persoalan. 


Mengutip AFP, ekonomi China memang tumbuh pada kecepatan yang lebih cepat dari perkiraan pada kuartal ketiga (Q3 2022), 3,9% year-on-year (yoy). Tetapi investor bereaksi dengan waspada terhadap kekuatan baru Xi atas Partai Komunis yang berkuasa.
Mereka khawatir Xi dan sekutunya akan melanjutkan penguncian ketat Covid-19. Termasuk kebijakan ekstrem lain yang memberikan efek buruk pada perekonomian.
"Pasar khawatir dengan begitu banyak pendukung Xi yang terpilih, kemampuan Xi yang tak terkekang untuk memberlakukan kebijakan yang tidak ramah pasar sekarang semakin kuat," kata Kepala Penelitian Asia di United First Partners, Justin Tang, dikutip Rabu (26/10/2022). 


Salah satu kekhawatiran yang paling mendesak adalah kebijakan nol-Covid Xi, di mana aturan ini terus menempatkan puluhan juta warga China berada di bawah penguncian bergilir. Termasuk menutup pabrik sehingga perputaran tersendat.
"Tidak ada tanda yang jelas dari pelonggaran signifikan dari strategi nol-Covid," kata Ting Lu dari Nomura seraya menyebut China adalah negara ekonomi utama terakhir di dunia yang menerapkan strategi tersebut.
Saat ini mata uang China merosot dan saham-saham jatuh di Hong Kong ke level terendah sejak krisis keuangan global. Pada Senin, yuan turun lebih dari 0,4% menjadi 7,2633 per dolar, terlemah sejak Januari 2008. 


Sementara Indeks Hang Seng China Enterprises, ukuran saham-saham China yang terdaftar di Hong Kong, ditutup turun lebih dari 7%, angka terburuk setelah Kongres Partai Komunis sejak dimulainya indeks pada 1994.
Namun, data ekonomi yang dirilis pada Senin memberikan beberapa alasan untuk optimisme. Pertumbuhan kuartal ketiga lebih tinggi dari 2,5% yang diprediksi oleh panel ahli yang disurvei oleh AFP.
Penjualan mobil bertahan kuat pada September, didorong oleh permintaan yang kuat untuk kendaraan listrik bersih. Sementara ekspor Agustus meningkat 7,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan Beijing telah berinvestasi dalam infrastruktur untuk mendukung kegiatan terkait. 


Pada kuartal kedua tahun ini, pertumbuhan telah runtuh menjadi 0,4% yoy, kinerja terburuk sejak 2020. Negara ini kemudian membukukan pertumbuhan 4,8% pada kuartal pertama tahun 2022.
Banyak ekonom terus berpikir China akan berjuang untuk mencapai target pertumbuhan 2022 sekitar 5,5%. Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB China menjadi 3,2% untuk 2022 dan 4,4% untuk tahun depan.

Hubungan China-Barat dan Taiwan
Sementara itu, Xi juga diyakini akan mengontrol ketat kebijakan luar negerinya. Ia diyakini akan mengontrol ketat dan terlibat dalam semua keputusan. 


"Xi kemungkinan akan mengontrol dengan ketat dan terlibat dalam semua keputusan kebijakan luar negeri utama. Pengepakan kepemimpinan puncak China dengan loyalisnya akan memungkinkan dia untuk mengontrol dan memberikan pengaruh dengan lebih baik," ujar Direktur Kekuatan China di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Bonny Lin, dikutip CNBC International.

Xi melangkah ke era berikutnya dengan menghadapi lanskap yang sangat berbeda dengan dua periode sebelumnya. Hubungan antara China dan Barat yang dipatroni Amerika Serikat (AS) telah berubah secara dramatis karena perang perdagangan dan teknologi, gesekan atas Taiwan, Covid-19, catatan hak asasi manusia (HAM), serta penolakannya untuk mengutuk perang Rusia di Ukraina. 

"Jelas bahwa Xi melihat China telah memasuki periode terutama perjuangan di arena internasional daripada periode peluang," kata Andrew Small, penulis No Limits: The Inside Story of China's War with the West.

Menurut Small, harapan bahwa hubungan akan makin memburuk menghasilkan China yang jauh lebih terbuka dalam persaingan sistemik dengan Barat. Beijing juga akan memperkuat posisinya di negara berkembang dengan merancang sebuah koalisi sendiri.
Tekanan-tekanan ini juga kemungkinan akan berdampak pada hubungan dekat Beijing dengan Moskow. Sementara China telah berusaha tampil sebagai aktor netral dalam perang di Ukraina, ekonomi terbesar kedua dunia itu juga menolak untuk mengutuk serangan Rusia.

"(Xi) tampaknya telah menghapus banyak biaya yang dihasilkan dari (hubungan itu) untuk hubungan China dengan Barat, dan Eropa pada khususnya," tambah Small.
Ambisi terkait Taiwan sendiri muncul setelah Xi pada tahun lalu mengumumkan akan menggagalkan segala plot kemerdekaan bagi Taiwan. Ini juga diwarnai oleh keputusan Beijing untuk mengirim pesawat tempur dan melakukan latihan militer di dekat pulau yang diklaim sebagai miliknya itu.

"Roda sejarah terus bergulir menuju reunifikasi Tiongkok dan peremajaan bangsa Tiongkok. Penyatuan kembali negara kita harus diwujudkan," tambah keterangan Xi kepada kongres yang disambut tepuk tangan meriah.

Lin di CSIS mengatakan laporan kerja Xi tidak mengungkapkan perubahan besar apa pun dalam kebijakan Beijing terhadap Taiwan. Namun pernyataannya itu menggambarkan keinginannya untuk membuat lebih banyak 'kemajuan' dalam penyatuan dengan pulau itu.

Salah satu kebijakan yang diambil adalah mempromosikan mantan komandan Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat, He Weidong, menjadi wakil ketua Komisi Militer Pusat. Dalam tugas sebelumnya, He ikut mengawasi wilayah Selat Taiwan.

"Ini menunjukkan bahwa Xi menanggapi dengan sangat serius kemungkinan krisis atau konflik militer dan ingin memastikan bahwa Militer China (PLA) siap," tambah Lin.
"Saya tidak percaya Xi akan menggunakan kekuatan yang signifikan terhadap Taiwan, tetapi dia mengambil langkah-langkah untuk bersiap melakukannya."

 sumber
0
529
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan