- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Masyarakat China Geram Setelah Remaja 14 Tahun Meninggal di Pusat Karantina Covid


TS
dragonroar
Masyarakat China Geram Setelah Remaja 14 Tahun Meninggal di Pusat Karantina Covid
Masyarakat China Geram Setelah Remaja 14 Tahun Meninggal di Pusat Karantina Covid
Jumat, 21 Oktober 2022 14:04
Penguncian ketat Covid-19 dicabut di Shanghai. ©2022 REUTERS/Aly Song
Merdeka.com - Seorang gadis remaja 14 tahun bernama Guo Jingjing meninggal pekan lalu setelah dirawat dua hari di pusat karantina Covid-19 di Kota Ruzhou, Provinsi Henan, China.
Guo Lele, ayah gadis itu tidak menerima kematian putrinya. Dia pun segera menuntut keadilan kepada pekerja kesehatan pusat karantina Covid-19 yang seolah-olah lalai memanggil bantuan medis ketika anaknya membutuhkan pertolongan.
Lele yang berusaha menuntut keadilan segera menyebarkan video di media sosial China, Douyin yang memperlihatkan anaknya gemetar dan kejang-kejang di tempat tidur sebelum meninggal. Melihat video itu, warga China pun geram dengan pembatasan pandemi yang sangat ketat.
Dalam video itu terdengar suara Lele menjelaskan kalau pekerja kesehatan di pusat karantina tidak membantu Jinjing yang keadaannya memburuk.
“Petugas kesehatan di pusat tidak merawatnya, bahkan tidak ada yang bertanya,” jelas Lele dalam video, dikutip dari BBC, Jumat (21/10).
Bibi Jingjing pun turut berupaya menuntut keadilan kepada pekerja kesehatan pusat karantina itu. Tetapi video-video yang diunggah ke Douyin segera disensor dalam dua hari terakhir.
“Saya meminta Komite Pusat Partai Komunis China dan Komisi Inspeksi Disiplin turun untuk menyelidiki pengabaian pemerintah Ruzhou dan mengembalikan kehidupan putri saya!” jelas Lele.
Pengguna media sosial pun turut mendukung ayah Jingjing yang menuntut keadilan atas kematian putrinya.
“Saya sangat marah. Mengapa mereka tidak memberinya pil (obat) saja?” tulis salah satu pengguna.
“Selalu seperti ini. Tidak ada yang akan pernah berubah,” tulis pengguna lain.
Tetapi kasus ini tidak diberitakan media-media lokal China. Salah satu pengguna media sosial mengatakan kasus ini ditutupi dengan Kongres Partai Komunis China yang diselenggarakan beberapa hari lalu.
Kendati kasus ini diketahui pemerintah Kota Ruzhou, namun mereka enggan mengomentari kematian Jingjing.
Sebelumnya China adalah satu-satunya negara yang memiliki kebijakan Covid-19 yang sangat ketat. Aturannya pun menuntut agar orang-orang yang terjangkit Covid-19 dan yang melakukan kontak dekat untuk dikirim ke pusat karantina.
Bahkan aturan-aturan itu dapat membuat anak-anak terpisah dari orang tuanya yang harus dikarantina di tempat lain.
“Anak saya sudah tidak tahan lagi. Mereka (pihak berwenang) tidak mengizinkan dia kembali. Dia anak kecil, dia tidak tahan sendirian di satu ruangan untuk waktu yang lama,” jelas Lu, seorang ibu yang memiliki anak berusia 12 tahun.
https://www.merdeka.com/dunia/masyar...ina-covid.html
Jumat, 21 Oktober 2022 14:04

Merdeka.com - Seorang gadis remaja 14 tahun bernama Guo Jingjing meninggal pekan lalu setelah dirawat dua hari di pusat karantina Covid-19 di Kota Ruzhou, Provinsi Henan, China.
Guo Lele, ayah gadis itu tidak menerima kematian putrinya. Dia pun segera menuntut keadilan kepada pekerja kesehatan pusat karantina Covid-19 yang seolah-olah lalai memanggil bantuan medis ketika anaknya membutuhkan pertolongan.
Lele yang berusaha menuntut keadilan segera menyebarkan video di media sosial China, Douyin yang memperlihatkan anaknya gemetar dan kejang-kejang di tempat tidur sebelum meninggal. Melihat video itu, warga China pun geram dengan pembatasan pandemi yang sangat ketat.
Dalam video itu terdengar suara Lele menjelaskan kalau pekerja kesehatan di pusat karantina tidak membantu Jinjing yang keadaannya memburuk.
“Petugas kesehatan di pusat tidak merawatnya, bahkan tidak ada yang bertanya,” jelas Lele dalam video, dikutip dari BBC, Jumat (21/10).
Bibi Jingjing pun turut berupaya menuntut keadilan kepada pekerja kesehatan pusat karantina itu. Tetapi video-video yang diunggah ke Douyin segera disensor dalam dua hari terakhir.
“Saya meminta Komite Pusat Partai Komunis China dan Komisi Inspeksi Disiplin turun untuk menyelidiki pengabaian pemerintah Ruzhou dan mengembalikan kehidupan putri saya!” jelas Lele.
Pengguna media sosial pun turut mendukung ayah Jingjing yang menuntut keadilan atas kematian putrinya.
“Saya sangat marah. Mengapa mereka tidak memberinya pil (obat) saja?” tulis salah satu pengguna.
“Selalu seperti ini. Tidak ada yang akan pernah berubah,” tulis pengguna lain.
Tetapi kasus ini tidak diberitakan media-media lokal China. Salah satu pengguna media sosial mengatakan kasus ini ditutupi dengan Kongres Partai Komunis China yang diselenggarakan beberapa hari lalu.
Kendati kasus ini diketahui pemerintah Kota Ruzhou, namun mereka enggan mengomentari kematian Jingjing.
Sebelumnya China adalah satu-satunya negara yang memiliki kebijakan Covid-19 yang sangat ketat. Aturannya pun menuntut agar orang-orang yang terjangkit Covid-19 dan yang melakukan kontak dekat untuk dikirim ke pusat karantina.
Bahkan aturan-aturan itu dapat membuat anak-anak terpisah dari orang tuanya yang harus dikarantina di tempat lain.
“Anak saya sudah tidak tahan lagi. Mereka (pihak berwenang) tidak mengizinkan dia kembali. Dia anak kecil, dia tidak tahan sendirian di satu ruangan untuk waktu yang lama,” jelas Lu, seorang ibu yang memiliki anak berusia 12 tahun.
https://www.merdeka.com/dunia/masyar...ina-covid.html


kampret.strez memberi reputasi
1
886
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan