Kaskus

Female

caturkristiyaniAvatar border
TS
caturkristiyani
Berkali-Kali Aku Mencoba Bunuh Diri
Berkali-Kali Aku Mencoba Bunuh Diri


Kamu tidak akan tahu apa yang aku rasakan saat ini. Sejak lama aku memendamnya sendiri dan sukar untuk menceritakan kepada orang lain, kecuali konselor.

Aku juga bingung memulai dari mana, tapi aku tak kuat lagi memendam perasaan terlalu dalam. Aku sedang stre berat. Ya, orang terdekatku menganggap aku sedang diganggu jin. Padahal, dia sendiri yang membuatku seperti ini.

Berkali-kali aku mencoba bunuh diri, tetapi aku masih ingat akan tanggung jawab yang aku pikul lebih berat setelah mati nanti. Jadinya, aku mengurungkan keinginan itu. Namun, aku beberapa kali telah melukai diri sendiri dengan memukul kepala dengan kepalan tangan, atau membenturkan kepala di tembok. Berharap aku segera meninggal, tetapi aku tak berani melakukan hal yang lebih tragis lagi. Pernah suatu ketika aku hendak menggores urat nadiku dengan pisau, tetapi lagi-lagi aku takut dosa dan tanggung jawab di akhirat. Bahkan, aku sempat ingin gantung diri atau terjun di sungai atau jatuh dari ketinggian, tetapi lagi-lagi aku dicegah oleh suara hati.

Stres yang aku alami bukan berasal dari orang luar. Ini sangat berat, karena stres yang aku alamat tak lain adalah berasal dari ibuku sendiri. Ya, ibuku yang telah melahirkanku. Aku harap, ibu membaca tulisan ini.

Sebelum aku melanjutkan tulisanku, aku sering bercerita soal perasaanku yang tertekan karena ulahnya. Namun, ibu selalu menyalahkanku. Seolah apa yang aku lakukan adalah kesalahanku bukan kesalahannya, padahal hatiku terasa hancur lebur, remuk, dan retak berkeping-keping. Lagi-lagi ingin rasanya aku mati saja, tak ingin aku lahir di muka bumi jika tahu bahwa di bumi hanya untuk disakiti.

Ya, ibuku selalu berpikir bahwa dia selalu benar, tanpa mau mendengarkan keinginanku. Aku ingin bebas, aku tak ingin dikekang, aku tak ingin dilarang-larang selagi yang aku lakukan ini baik. Ya, aku sangat membenci ayahku karena dia tak mengakui aku sejak kecil. Mungkin karena sifat jahat ayahku, ibu jadi tak memberikan rasa bahagia kepadaku. Yang ada, aku sampai umur 24 tahun hanya diwarnai dengan kesedihan, kepedihan, jiwaku yang amat terluka.

Kalau boleh memilih, aku tak ingin dilahirkan di muka bumi. Kehidupanku di bumi ini tak ingin aku harapkan, jika Tuhan berkehendak, mungkin lebih baik jika aku mati saat ini juga.

Ibu selalu mengekang diriku, melarang diriku, bahkan ketika sudah menikah pun aku sering dilarang-larang. Padahal KK saja sudah beda. Ingin sekali aku meninggalkan tempat yang buruk ini, tetapi aku masih menyimpan rasa cinta untuk ibuku. Cinta yang begitu dalam, tetapi ibuku sama sekali tak pernah menghargai rasa cintaku ini. Jadinya aku serba salah. Jika aku tetap di sini, aku harus menerima sifat ibu yang suka mengekang, jika aku meninggalkan ibu, aku tetap sedih karena aku menyimpan rasa cinta. Semuanya serba salah, apakah Tuhan memang sedang mengujiku? Lalu, mengapa Tuhan mengujiku terlalu lama? Apakah aku orang yang sangat kuat, sehingga selalu diuji.

Sekarang aku sudah memiliki satu anak, tetapi masih juga sering dikekang. Apa-apa harus sesuai dengan kemauannya.

Sejak SD, aku sudah sering dilarang untuk main ke rumah teman. Bahkan, berenang, belajar kelompok, mengaji saja dilarang. Baru kelas 4 SD aku diizinkan mengaji di dekat rumah. Itupun sebelumnya guru ngaji pernah dicurigai ibu sebagai "calo" padahal aku tahu jika beliau orang baik. Dulu, aku ingin sekali mempelajari ilmu agama, tetapi ketika mau ngaji di rumahnya Pak Untung bareng teman-temanku, ibu melarangku. Entah apa maksudnya, yang jelas pasti ibu ingin aku bodoh tak tahu agama. Kalau bukan seperti itu, pasti ibu sudah mengizinkan aku mengaji. Ya, aku memang bodoh, mengapa ketika dilarang aku menurut saja. Rasa takut kepadanya sampai membuat diriku selalu menuruti keinginannya hanya untuk menyenangkan dirinya, padahal diriku menderita. Masih balita pun udah dibiasakan sakit mental. Untung besarnya aku tidak gila, hanya stres berat.

Ya, sekarang aku kembali mengingat masa-masa itu. Masa yang membuat diriku jatuh sakit kembali. Ingatan yang sukar sekali aku lupakan.

Hingga aku kuliah S1 pun, ibu selalu melarangku. Padahal aku tergolong sudah besar, sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika kos, ibu melarangku jalan-jalan dengan temaku. Padahal aku juga ingin seperti mereka. Ibu juga sempat melarangku melewati lampu merah ketika menyeberang, dia kira hal itu berbahaya. Padahal larangannya justru membuat diriku merasa terpukul dan kehilangan masa remajaku. Kecillu dilarang main ke rumah teman, besarku dilarang untuk hal-hal yang tak masuk akal.

Ketika mondok, aku pun dilarang melewati tembok yang sedikit retak. Ketika ketahuan aku melewatinya, beliau marah besar. Padahak aku melewati hanya untuk sekadar mandi di kamar mandi sebelah. Lalu, apa salahnya?

Yang paling tragis ketika tahun 2016, saat itu aku kelas XI SMA. Ibu selalu mengunci diriku di dalam rumah ketika beliau berangkat kerja. Dan tak boleh membuka pintu untuk siapa pun yang datang ke rumah selain dirinya. Hal ini pun berlangsung hingga sekarang. Aku paling tidak suka dengan aturan ini, lebih baik aku dibunuh saja daripada diatur yang sagat tidak logis.

Aturan lain yang membuatku menggelengkan kepala adalah, dilarang tidur siang dengan jendela atau pintu terbuka. Ya, aku juga ingin bebas seperti orang lain. Kalaupun ibu tak menyuruhku, aku juga pasti hati-hati, kok. Aku sudah dewasa, Bu. Tak pantas ibu melarang diriku terlalu jauh. Belum cukupkah ibu melarangku saat aku SD, SMP, SMA bahkan mondok. Sekarang aku sudah hampir S-2 Bu. Jika memang ibu tak suka denganku, lebih baik bunuh saja aku Bu. Aku ikhlas mati daripada hidup menderita.

Mungkin kau mengira jika aku disalahi orang lain sampai aku bersedih? Itu perkiraan yang salah besar. Sesungguhnya yang membuat diriku bersedih adalah dirimu sendiri, Bu. Ketika aku bercerita kau tak mau mendengarkan, kau hanya egois dengan pendapatmu sendiri. Kau selalu mengira jika orang tua selalu benar dan anak selalu salah di matamu. Iya kan, Bu? Itu sudah terbukti karena ketika aku berpendapat, kau selalu bilang "Aku akan pergi, tapi kau akan merasakan sendiri akibatnya jika aku sudah pergi dari sini." Kau selalu mengatakan seperti itu kan Bu? Lalu, buat apa ibu melahirkanku? Hanya untuk kau sakiti bu?

Aku sudah cukup merasakan penderitaan sejak masih sekolah. Saat itu aku juga tak ingin kau menjemputku karena aku sudah besar. Tapi kau tak pernah percaya padaku. Sampai usia SMA pun kau selalu menjemputku, padahal aku sudah membawa sepeda sendiri. Seolah dirimu tak percaya kepadaku. Jujur aku iri terhadap mereka yang bisa bebas dengan kebaikannya masing-masing, Bu.

Mumpung masih ada waktu, maukah ibu memebrikan kasih sayang untukku? Dengan cara memberikan kebebasan kepadaku sebebas yang aku mau, asal itu sesuai syariat. Aku tidak minta harta yang banyak. Aku hanya butuh kebahagiaan, sekali saja. Mungkin ini sudah waktunya aku akan kembali ke pangkuan Tuhan, jadi aku ingin sekali merasakan kebahagiaan di dunia walau sebentar. Kalau memang ibu tidak membebaskan diriku, lebih baik bunuh saja aku, atau aku sendiri yang akan bunuh diri.

Dari anakmu yang selalu mencintaimu: CATUR KRISTIYANI
0
1.3K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan