Kaskus

News

diesviAvatar border
TS
diesvi
Bapanas: Menjaga Ketahanan Pangan Tidak Memerlukan Anggaran Besar
Sekitar 800 juta orang di seluruh dunia terancam kelaparan, Cadangan pangan yang kuat akan mampu menjaga ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau.

Seperti Bank Indonesia, kalau rupiah lebih dari Rp 15.000 per dolar AS bisa melakukan intervensi pasar karena memiliki cadangan devisa, intervensi di pangan yang harganya bergejolak juga bisa dilakukan jika cadangan pangan pemerintah cukup.

"Jika harga pangan melonjak, kemudian cadangan dikeluarkan dan kita jual murah, ya harga di pasar akan turun. Dana yang digunakan untuk membentuk cadangan pangan ini juga tidak habis, tapi bisa terus bergulir, karena pemerintah tidak perlu membayar semuanya, namun hanya membayar selisih biaya pengadaan dengar harga pasar,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat dihubungi Investor Daily, pekan lalu.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad memaparkan, terjaganya stabilitas harga pangan dan pasokan pangan ini juga berperan penting dalam upaya menjaga inflasi tidak melonjak terlalu tinggi, dan sekaligus mengamankan target pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang tidak terlalu melambung juga akan melindungi daya beli masyarakat, mencegah bertambahnya jumlah orang miskin, dan membantu agar tingkat suku bunga tidak perlu dinaikkan tinggi. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa sebesar 5,2% dan tahun depan ditargetkan 5,3%.

“Target pertumbuhan ekonomi itu masih bisa dicapai, namun pemerintah harus memastikan insentif kebijakan terhadap sektor usaha produktif berjalan sesuai target. Pengaruh inflasi juga perlu diantisipasi melalui kebijakan food security dan energy security; dengan optimalisasi sektor produksi ketahanan pangan harus dipastikan berjalan sesuai target. Jalur distribusi dijamin lancar dan ketersediaan stock pangan termasuk di setiap provinsi harus terkontrol,” ujar Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad kepada Investor Daily, pekan lalu.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, inflasi yang naik tinggi harus dikendalikan. Ia pernah mengatakan sebelumnya, alasan utama bank sentral menaikkan suku bunga adalah mengendalikan tingkat inflasi.

Berapa Dana Dibutuhkan?
Saat Investor Daily menanyakan berapa dana yang dibutuhkan guna membentuk cadangan pangan pemerintah yang memadai untuk stabilisasi harga dan pasokan pangan, Arief mengatakan, dihitung berdasarkan jenis pangan yang menjadi penugasan Bapanas, dibutuhkan dana sekitar Rp 8,7 triliun untuk kebutuhan per 3 bulan. Dana ini bisa dipakai lagi untuk periode berikutnya.

Dana itu jauh lebih rendah dari subsidi serta kompensasi BBM dan energi yang lain. Dalam rapat Komisi VI DPR bulan lalu pernah dipaparkan, anggaran subsidi energi dari APBN tahun 2022 totalnya sebesar Rp 502 triliun, yang habis sekali pakai. Anggaran itu terdiri dari subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp 267 triliun, dengan rincian subsidi BBM Rp 14,6 triliun dan kompensasi BBM Rp 252,1 triliun. Kemudian, untuk subsidi LPG tabung 3 kg sebesar Rp 134,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 100,6 triliun.

“Untuk dana sekitar Rp 8,7 triliun itu juga bisa dari kredit tapi bunganya murah, dengan menghitung cadangan pangan yang perlu dibentuk sekitar 2-5% dari kebutuhan nasional. Pendanaannya bisa dengan diberi pinjaman modal kerja dengan bunga murah 4% lewat Bulog, BUMN Holding Pangan ID FOOD, dan PTPN. Mekanismenya bisa dengan pemerintah menerbitkan garansi yang diberikan kepada Bank Himbara (bank BUMN), kemudian nanti Bulog, ID FOOD, dan PTPN mengembalikan pokoknya beserta bunga. Sedangkan pemerintah pembayar selisih biaya pengadaan dan harga pasar saja, saat melakukan program KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga, dulu disebut operasi pasar/OP),” kata Arief.

Artinya, tandas dia, dana yang digunakan untuk cadangan pangan pemerintah itu tidak habis pakai, tapi bisa bergulir. Selain itu, untuk pangan produksi lokal akan membantu stabilisasi harga di tingkat petani/peternak sekaligus menjaga inflasi di hilir (konsumen).

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 66 Tahun 2021, Badan Pangan Nasional bertugas mengatur sembilan jenis pangan. Ini mencakup beras, jagung, telur unggas, daging unggas, cabai, kedelai, gula konsumsi, bawang (merah dan putih), dan daging ruminansia (terutama sapi dan kerbau).

Berdasarkan data neraca pangan, untuk beras, jagung, telur unggas, daging unggas, dan cabai sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sedangkan empat komoditas yang lain yakni kedelai, gula konsumsi, bawang putih, dan sapi/kerbau masih harus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena produksi kita tidak mencukupi.

Berdasarkan data Bapanas, untuk gula konsumsi, produksi dalam negeri sebanyak 2,2 juta ton tahun ini, sedangkan kebutuhan 3,2 juta ton. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi, Indonesia akan mengimpor 1,0 juta ton.

Kebutuhan bawang putih tercatat mencapai 621,9 ribu ton, namun produksi nasional hanya 38,09 ribu ton, sehingga untuk mencukupi Indonesia akan mengimpor 606,4 ribu ton.

“Kebutuhan Indonesia akan daging lembu dan sejenisnya sekitar 706,4 ribu ton tahun 2022, sedangkan produksi di dalam negeri sekitar 509,5 ribu ton. Oleh karena itu, sisanya dipenuhi dari impor yang direncanakan sebanyak 193,2 ribu ton dan dari stok di awal tahun ini yang sebanyak 62,5 ribu ton,” tutur Arief.

Untuk kedelai, kebutuhan nasional 2,98 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya sekitar 200,32 ribu ton. Untuk memenuhinya, impor direncanakan sebanyak 2,84 juta ton.

Sedangkan kebutuhan beras sebanyak 29,54 juta ton, dan produksi dalam negeri 31,81 juta ton. Artinya ada surplus produksi sekitar 2,27 juta ton.

Kebutuhan jagung tercatat 14,13 juta ton, sedangkan produksi RI 16,27 juta ton. Dengan demikian, terjadi surplus produksi sebanyak sekitar 2,15 juta ton

Kebutuhan cabai keriting dan cabai rawit sebanyak 1,98 juta ton, sedangkan produksi lokal 2,50 juta ton. Surplus produksi sebanyak 0,52 juta ton.

Kebutuhan telur ayam ras 5,31 juta ton dan produksi 5,93 juta ton. Surplus produksi sekitar 0,62 juta ton telur.

Kebutuhan daging ayam ras 3,20 juta ton dan produksi nasional 4,08 juta ton. Berarti, ada surplus produksi 0,88 juta ton.

Namun, untuk kesembilan pangan yang diamanatkan UU tersebut, stok pangan yang dalam penguasaan pemerintah sangat sedikit dibanding kebutuhan. Hal ini antara lain karena BUMN harus melakukan pengadaan menggunakan pinjaman dengan bunga komersial. Akibatnya, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi yang efektif untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan dari hulu hingga hilir.

"Misalnya untuk kebutuhan beras 29,54 juta ton sebenarnya dibutuhkan cadangan beras dalam penguasaan pemerintah sebanyak 5% atau 1,48 juta ton. Sedangkan cadangan beras di Bulog sekarang hanya sekitar 800 ribu ton," imbuhnya.

Bahkan, untuk cabai, bawang, dan telur ayam ras, pemerintah tidak memiliki cadangan sama sekali. Padahal, harga cabai, bawang, dan telur ayam ras ini sering bergejolak dan menyumbang inflasi besar.

https://www.beritasatu.com/ekonomi/9...a-Selengkapnya
daratmpvAvatar border
s.c.a.Avatar border
s.c.a. dan daratmpv memberi reputasi
0
1.1K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan