- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
'Apartemen Hantu' Makin Banyak, Ini Efeknya ke Ekonomi RI


TS
yellowmarker
'Apartemen Hantu' Makin Banyak, Ini Efeknya ke Ekonomi RI
06 October 2022 08:15

Infografis/Fakta-Fakta di Balik Fenomena Apartemen 'Hantu' di Jakarta/Aristya Rahadian
News - redaksi, CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia -Akhir-akhir ini ramai pemilik rumah hingga apartemen menjual asetnya. Bahkan, sampai jauh di bawah harga pasaran.
Biasanya, harga apartemen sudah dibanderol di atas Rp400-an juta. Kini, pemilik terpantau melego asetnya hingga Rp100-an juta.Bahkan, ada yang masih full furnished alias furnitur terisi lengkap.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengungkapkan, penjualan apartemen saat ini memang terus melandai. Padahal, pasokan apartemen baru terus bertambah kian hari.
Hanya saja, promosi atau diskon harga tidak langsung mendongkrak penjualan secara signifikan. Kondisi ini kemudian memicu munculnya fenomena tadi. Pemilik apartemen menjual murah asetnya.
Pemicunya tingkat permintaan sewa apartemen sedang sepi, sehingga banyak pemilik lebih memilih menjual apartemen daripada harus menanggung rutin pengeluaran service charge apartemen yang tak murah.
"Kenapa apartemen penjualannya terus melandai nggak ada peningkatan? Salah satunya investor di apartemen ini kebanyakan resident buyer. Untuk menambah portofolio, mereka akan pikir dulu," kata Ferry dalam Colliers Virtual Media Briefing, dikutip Kamis (6/10/2022).
Artinya, pengembang harus memikirkan cara bagaimana menjadikan apartemen sebagai obyek untuk hunian atau pengguna, jadi bukan sekedar untuk investasi. Perubahan pola pikir dan strategi itu yang perlu diubah.
"Kalau investor kita nggak punya banyak market investor yang besar. Orangnya muter di situ-di situ aja," kata Ferry.
Pantauan CNBC Indonesia, penjualan apartemen yang minim memang terlihat dari tingkat hunian yang minim. Apartemen di wilayah Jakarta marak pemandangan ini hingga menimbulkan kesan 'apartemen hantu'.
Pengamat properti Ajib Hamdani mengatakan, pandemi yang berkepanjangan membuat nilai properti jadi turun. Diwarnai keputusan pemilik properti yang lebih memilih menjual asetnya demi memiliki aset berupa uang tunai.
"Tiga tahun terakhir karena pandemi, jadi daya beli lemah. Masyarakat akan menggeser daya belinya ke kebutuhan yang mendasar, akhirnya apartemen stagnan. Bahkan dalam beberapa kasus, orang mengonversi jadi cash, terutama dalam tiga tahun terakhir," katanya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Akibat banyaknya masyarakat memilih menjual aset propertinya, maka suplai di pasar jadi bertambah besar. Sebaliknya, permintaan justru sedikit karena banyak orang yang memilih untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
"Dalam kondisi abnormal ekonomi, ketika shifting dan fokus daya beli masyarakat ke hal mendasar, maka properti akan terkorbankan," ujar Ajib yang juga Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo.
Saat ini pun, pemilik apartemen terpantau berusaha menjual asetnya segera karena 'butuh uang' alias BU.
Seperti pemilik apartemen di Kebagusan City ini. Dari pantauan CNBC Indonesia, pemilik apartemen rela menjual asetnya dengan harga Rp 270 juta, itu pun masih ada ruang untuk negosiasi.
Tipe apartemennya studio dengan luas bangunan 22 meter per segi (m2)m2, 1 Kamar Tidur, 1 Kamar Mandi dengan daya listrik 1.300 watt. Sudah full furnished yang terdiri dari free AC, TV, fridge, Bed Set, hingga Kitchen set.
"Jual BU Apartemen Kebagusan City (Plus Furnished), Dekat AEON Mall Tanjung Barat, Dekat Stasiun Tanjung Barat, Dekat Gedung Nestle Arkadia, Dekat Perkantoran Hijau Arkadia, Dekat 18 Office Park, Dekat Plaza Oleos, Dekat Jl. TB Simatupang Jakarta Selatan," tulis penjual dilansir dari Lamudi.
"Memang di secondary market, sekarang ini kan banyak yang butuh cash. Sementara mereka perlu uang segar untuk bisnis mereka, terutama dari kalangan businessman. Jadi pilihannya menjual apartemen rugi, artinya lebih rendah dari harga perolehan mereka pada saat membeli dan ini terjadi. Tapi memang karena posisinya lagi butuh uang," kata Ferry.
Colliers pun memperkirakan penjualan tahun ini tidak akan melampaui penjualan tahun 2021. Suramnya proyek di tahun ini membuat pengembang lebih memilih menunggu.
"Kita lihat suplai 2022 di awal tahun dengan suplai sekarang itu sudah terjadi pengurangan signifikan. Artinya selama proyek-proyek ini masih tahap awal dari pembangunan, masih ada kemungkinan mereka menunda sampai melihat kondisi benar-benar baik," kata Ferry.
Artinya, akan banyak proyek-proyek properti, khususnya pembangunan apartemen yang akan tertunda karena pengembang juga masih kurang percaya diri dengan kondisi ekonomi makro.
Mulai tercermin dari absennya launching project baru di kuartal ini. Apalagi kenaikan harga bahan bangunan dan inflasi yang dipengaruhi oleh kondisi global membuat developer harus cermat dalam menentukan waktu launching dan strategi harga yang tepat.
Padahal, industri properti disebut-sebut mempengaruhi 175 industri lainnya, seperti semen, besi baja, hingga furnitur.
(dce/dce)
Quote:
Diubah oleh yellowmarker 06-10-2022 04:22





darkwilliam00gg dan 7 lainnya memberi reputasi
8
2.8K
73


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan