Kaskus

News

sangdewikantiAvatar border
TS
sangdewikanti
RUU Sisdiknas Dituntut Penuhi Hak Pelajar Penghayat Kepercayaan, Alasannya Mendesak
RUU Sisdiknas Dituntut Penuhi Hak Pelajar Penghayat Kepercayaan, Alasannya Mendesak


RUU Sisdiknas Dituntut Penuhi Hak Pelajar Penghayat Kepercayaan, Alasannya Mendesak

Pelajar penghayat kepercayaan di DIY. ©2022 Merdeka.com/Rizka Nur Laily Muallifa

Merdeka.com - Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) diluncurkan ke publik pada Agustus 2022. Kemunculannya menuai pro dan kontra.

Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (YLKIS) menuntut pemerintah memenuhi hak pelajar penghayat kepercayaan sebagaimana pelajar pemeluk agama lain. Pasalnya, selama ini para pelajar penghayat masih mengalami kendala dalam memperoleh haknya mendapatkan pendidikan agama sesuai keyakinannya.

Manajer Program YLKI, Tri Noviana mengungkapkan, penghayat kepercayaan merupakan salah satu kelompok minoritas yang menjadi korban diskriminasi sejak zaman orde baru. Dalam konteks RUU Sisdiknas, penghayat kepercayaan juga dinilai belum mendapatkan perhatian pemerintah.

Hak Penghayat Kepercayaan

RUU Sisdiknas Dituntut Penuhi Hak Pelajar Penghayat Kepercayaan, Alasannya Mendesak

©2022 Merdeka.com/Rizka Nur Laily Muallifa

Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan menjadi dasar hukum penyelenggaraan pendidikan kepercayaan di sekolah.

Setahun kemudian, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemdikbud mengeluarkan Pedoman Implementasi Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan.

Bahkan, jauh sebelum dua peraturan yang dimiliki Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menerbitkan Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Agama atau Kepercayaan yang diproklamasikan oleh Resolusi Majelis Umum 36/55, 25 November 1981.

Novi menjelaskan, Pasal 5 deklarasi tersebut menyatakan bahwa setiap anak harus memperoleh hak mempunyai akses ke pendidikan agama atau kepercayaan sesuai dengan harapan-harapan orang tuanya dan tidak dapat dipaksa menerima pengajaran agama atau kepercayaan yang berlawanan dengan harapan orang tuanya atau wali hukumnya.

Selain itu, pasal 18 ayat 4 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menekankan bahwa negara pihak dalam kovenan ini (Indonesia) berjanji menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.

Masih Alami Diskriminasi

RUU Sisdiknas Dituntut Penuhi Hak Pelajar Penghayat Kepercayaan, Alasannya Mendesak

©2022 Merdeka.com/Rizka Nur Laily Muallifa

Sementara itu, sejak tahun 2015 hingga sekarang YLKIS mendampingi kelompok Penghayat Kepercayaan yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Novi mengungkap, selama pendampingan pihaknya menemukan banyak persoalan seperti stigmatisasi dan diskriminasi yang dialami para penghayat kepercayaan.

YLKIS, imbuh dia, mengapresiasi Badan Legislatif (Baleg) DPR  yang tidak memasukkan RUU Sisdiknas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022 dan mengembalikan ke Kemendikbudristek agar dilakukan sosialisasi efektif kepada publik.

Novi mengungkap, penyusunan RUU Sisdiknas terkesan terburu-buru dan tidak cermat, sehingga tidak sinkron dengan Naskah Akademik RUU Sisdiknas. Pada naskah akademik tertera kata “kepercayaan” sebanyak 18 kali, namun saat muncul RUU Sisdiknas tidak ada satu pun kata “kepercayaan” yang muncul. Hal ini dikhawatirkan melanggengkan diskriminasi yang dialami para penghayat kepercayaan.

Berikut catatan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) terhadap RUU Sisdiknas melalui siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (30/9/2022):

Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD NKRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menindaklanjuti Putusan MK dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 118 Tahun 2017 tentang Blangko KK, Register, dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil. Oleh karena itu, penting memasukkan kata “Agama dan Kepercayaan” dalam seluruh pasal yang ada di RUU Sisdiknas.

Pemerintah menerbitkan Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan. Dengan demikian, RUU Sisdiknas harus mampu mengakomodir hak-hak penghayat kepercayaan.

Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan penghayat kepercayaan, pasalnya dalam perencanaan RUU Sisdiknas ini tidak melibatkan penghayat kepercayaan sehingga tidak mengakomodir layanan terhadap hak-hak penghayat kepercayaan.

https://m.merdeka.com/jateng/ruu-sis...-mendesak.html

Betul, mendingan pendidikan agama dihapus aja, nggak ada gunanya sama sekali







muhamad.hanif.2Avatar border
areszzjayAvatar border
areszzjay dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
-2
874
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan