istijabahAvatar border
TS
istijabah
[COC Reg.Klaten] Tradisi Sebar Apem, Masih Tetap Lestari Meski Berumur Ratusan Tahun!

Sumber gambar: di sini


Covid-19 hingga sampai saat ini masih terus menghantui kita semua, korbannya pun semakin hari semakin bertambah. Kabar tentang vaksin Covid-19 yang telah ditemukan pun tidak mengurangi kekhawatiran kita.

Seperti yang kita ketahui, Covid-19 ini benar-benar membuat kita seperti menghadapi jalan buntu. Banyak rencana yang sudah tersusun rapi seketika harus diubah, begitu juga dengan kegiatan yang sudah biasa dilakukan harus ditiadakan untuk sementara waktu.

Hingga saat ini pun sekolah-sekolah masih ditutup dan kegiatan belajar mengajar masih harus dilakukan secara daring. Para orang tua tidak hanya harus sabar menghadapi kenyataan ekonomi yang semakin merosot, tapi juga harus sabar menemani dan membimbing anak-anak belajar di rumah.

Tidak hanya kegiatan belajar mengajar saja yang mengalami imbasnya, tapu acara budaya atau adat istiadat yang sudah menjadi kegiatan yang rutin dilakukan terpaksa harus ditiadakan untuk sementara. Karena untuk menghindari kerumunan yang akan membuat semakin banyaknya korban berjatuhan akibat Covid-19 ini.

Seperti yang terjadi di daerah Klaten, Jawa tengah, acara tradisi yang dilakukan setiap tiba bulan Safar atau biasa disebut tradisi Yaqowiyu tahun ini terpaksa ditiadakan untuk menghindari kerumunan masyarakat.

Tradisi Yaqowiyu adalah tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan oleh warga Jatinom, Klaten. Tradisi ini biasa digelar di bulan Safar (pertengahan bulan Safar) tepat hari Jum'at. Ciri khas dari tradisi Yaqowiyu ini adalah penyebaran kue apem dengan jumlah tidak terhitung karena dari tahun ke tahun jumlahnya semakin banyak..

Tradisi Yaqowiyu ini bermula dari tahun 1637 yaitu saat datangnya Ki Ageng Gribig dari tanah suci Mekkah. Saat hendak membagikan buah tangan pada warga ternyata jumlahnya tidak memadai. Akhirnya, beliau meminta istrinya membuat kue apem dan membagikan kue apem tersebut sebagai buah tangan.

Ki Ageng Gribig adalah salah satu ulama pada zaman kerajaan Mataram yang menyebarkan agama Islam di wilayah Jatinom. Beliau juga diyakini adalah salah satu bangsawan Majapahit, putra Prabu Brawijaya.

Sedangkan terciptanya kata 'Yaqowiyu' itu berasal dari bacaan doa dalam bahasa Arab, yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin. Doa ini biasanya dibaca sebagai penutup pengajian Ki Ageng Gribig dan beliau juga membacanya saat membagikan kue apem tersebut. Adapun arti dari doa ini adalah meminta kekuatan pada Allah untuk kaum muslimin.

Awalnya, kue apem itu disebarkan secara langsung, tapi sejak tahun 1974 kue-kue apem itu disusun menyerupai gunung. Gunungan itu disusun seperti sate dan berjumlah sebanyak roka'at sholat lima waktu.


Sumber gambar: di sini


Sebutan 'Apem' sendiri berasal dari kata affan atau affuwun yang artinya memaafkan.

Dalam susunan gunungan kue apem itu juga terdapat beberapa hasil pertanian seperti wortel, kacang panjang dan tomat. Yang artinya itu adalah bahwa masyarakat Jatinom hidup dengan hasil pertanian.

Sedangkan, di ujung paling atas gunungan apem itu terdapat kubah kecil seperti kubah masjid yang berisi tumpukan kue apem juga.

Gunungan apem dalam tradisi Yaqowiyu ini ada dua jenis, yang pertama disebut gunungan lanang dan yang kedua gunungan wadon. Adapun cirinya adalah, kalau gunungan lanang lebih tinggi dan ada simbol kepala ular dan macan putih. Konon dua hewan itu adalah hewan yang disukai Ki Ageng Gribig.

Sedangkan ciri dari gunungan wadon adalah gunungan itu lebih pendek dan juga bulat.

Awalnya tradisi ini dilaksanakan di halaman Masjid Gedhe, kemudian pada 1974 pula dipindah ke panggung tepi sungai, sebelah selatan Masjid Gedhe dan makam Ki Ageng Gribig.

Kue apem itu dimasak dan disusun oleh semua warga dengan saling gotong royong. Kemudian gunungan apem itu nantinya akan dibawa ke tempat penyebaran kue apem tersebut. Penyebaran kue apem itu dilakukan setelah sholat Jum'at dari dua menara setinggi lima meter di tengah lapangan dekat makam Ki Ageng Gribig. Sebelum disebarkan para warga juga diingatkan tentang makna dari tradisi ini dan juga dihimbau untuk tertib.

Menurutku, tujuan dari tradisi Yaqowiyu ini adalah menjaga silaturahmi antar sesama warga. Dan jika dilihat dari asal kata apem itu adalah affan, maka tujuan lainnya dari tradisi ini adalah untuk saling maaf- memaafkan.

Kita semua sudah tahu bahwa menyimpan dendam atau kebencian pada orang itu tidak baik. Ya, tidak baik untuk iman kita juga tidak baik untuk kesehatan kita. Maka dari itu minta maaf dan memaafkan adalah hal yang paling baik yang membawa berkah untuk diri kita sendiri. Maka, tidak heran jika warga percaya bahwa yang mendapatkan apem itu akan mendapatkan keberkahan.

Dalam tradisi Yaqowiyu ini juga kita diajarkan untuk saling membantu, gotong royong tanpa pandang bulu, karena hal yang awalnya terasa berat jika dilakukan secara bersama maka akan lebih terasa ringan dan mudah. Artinya tidak ada kebersamaan itu yang merugikan karena dengan bersama kita akan semakin kuat. Dengan bergotong royong pun akan menjadikan ikatan persaudaraan semakin dalam.

Dan juga tradisi Yaqowiyu ini mengajarkan kita untuk saling berbagi, saling mendoakan kebaikan, keselamatan dan bersama-sama mengharapkan ridho Allah. Artinya berbagi tidak hanya dilakukan dengan materi, tapi juga dengan saling membantu (berbagi kekuatan) dan saling mendoakan.

Kebersamaan dalam tradisi tahunan Yaqowiyu ini juga bisa menimbulkan rasa rindu pada kampung halaman bagi warga yang merantau. Juga bisa menarik para wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut.

Meski sudah berumur ratusan tahun, tapi tradisi Yaqowiyu ini tetap dilestarikan hingga saat ini. Sungguh ini hal yang sangat luar biasa dan sangat mengagumkan.

Bagaimana Agan dan Sista tertarikkah untuk terlibat dalam tradisi Yaqowiyu ini? Oke, tunggu pandemi ini berakhir jika ingin melihat dan menikmati tradisi ini secara langsung, ya. Karena kabarnya tahun ini tradisi Yaqowiyu ini tidak digelar seperti tahun-tahun lalu tapi juga tidak menolak jika ada warga yang menyumbangkan apem. Karena ritual atau doa-doa dalam tradisi ini tetap dilaksanakan, tapi dibatasi jumlahnya. Penyebaran apem pun tetap dilakukan dengan langsung mengantarkan dari rumah ke rumah melalui kurir.

Kalau tradisi Saparan di desaku itu bikin bubur sumsum merah putih atau ketan yang disiram bubur sumsum di atasnya. Setelah didoakan, kemudian dibagikan ke tetangga sekitar rumah. Kalau sudah bulan Safar itu tiap hari pasti ada saja orang-orang atau tetangga yang ngantar bubur ke rumah. Sedekah bubur merah putih itu diniatkan untuk menolak balak.

Bagaimana tradisi Saparan di daerah agan dan sita?

Baiklah, cukup sampai di sini dulu, semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan semoga pandemi ini segera berakhir.


Terima kasih :terimakasih

Referensi: di sini
Diubah oleh istijabah 09-10-2020 06:45
lonelylontong
anna1812
anna1812 dan lonelylontong memberi reputasi
2
542
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan