- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tidak Lagi Sesuai Perkembangan Zaman, KUHP Harus Diperbarui


TS
diesvi
Tidak Lagi Sesuai Perkembangan Zaman, KUHP Harus Diperbarui
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan hukum harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Jika masyarakat berubah, hukum juga harus berubah agar sesuai kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat.
Mahfud mengatakan masyarakat Indonesia sekarang sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, dan dari masyarakat terjajah menjadi bangsa merdeka. Oleh karena itu, hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional.
“Itulah sebabnya politik hukum tentang perubahan KUHP itu menjadi salah satu perintah utama yang ditulis di dalam UUD 1945,” kata Mahfud dalam sambutannya pada Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bidang Informatika dan Elektronika, di Makassar, seperti dilansir pada Senin, 26 September 2022.
Menko Polhukam menjelaskan Indonesia sudah 77 tahun merdeka dan terus selalu berusaha membuat hukum pidana nasional dalam bentuk kitab undang-undang tersendiri. Sejak 1963, pemerintah telah mendiskusikan perubahn KUHP.
Dia bersyukur saat ini telah menghasilkan rancangan kitab undang-undang hukum pidana atau RKUHP yang relatif siap untuk diundangkan. "Sudah selama 59 tahun kita membahas dan merancang RKUHP ini dan telah mendapatkan arahan politik hukum dari tujuh presiden yang berbeda,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bertiana Sari, mengatakan pada 2019, telah dihasilkan kurang lebih 6 ribu daftar inventarisasi masalah pada RKUHP dengan memperhatikan masukan lebih dari 22 lembaga swadaya masyarakat. Namun, pada September 2019, RKUHP ditarik lagi oleh Presiden Joko Widodo karena ada penolakan dari masyarakat terhadap beberapa isu.
“Setelah penarikan RKUHP tersebut pada tahun 2019, pemerintah melakukan pembahasan secara intensif dengan melibatkan pemangku kepentingan,” kata Bertiana.
Bertiana juga menyampaikan ada 14 isu krusial yang menjadi kontroversi dalam RKUHP. Antara lain mengenai living law yang terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 601 RKUHP, juga terkait dengan pidana mati yang diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 100 RKUHP, dan terkait penghinaan terhadap presiden diatur dalam Pasal 18 RKUHP.
“Saat ini terdapat dua isu krusial yang sudah dihapuskan dari 14 isu tersebut, sehingga tersisa 12 isu krusial yang masih dalam pembicaraan,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan hukum yang digunakan bangsa Indonesia sekarang adalah terjemahan dari Wetboek van Strafrecht, kitab hukum pidana berbahasa Belanda.
Menurut Topo, buku dari bahasa lain memiliki problem terjemahan yang bisa berbeda-beda. Baik dari istilah yang digunakan, bahkan ancaman pidananya yang sebagian berbeda, maupun sebagian terjemahan ada yang hilang pasalnya karena dianggap tidak sesuai dengan undang-undang 1946.
“Sebagai bangsa yang merdeka tentu kita perlu, sangat mutlak bagi kita memiliki KUHP buatan bangsa sendiri dan disusun oleh bangsa sendiri, dengan filosofi budaya bangsa kita sendiri, dengan latar belakang kebutuhan dan juga politik hukum bangsa kita sendiri, moralitas dan nilai-nilai dari bangsa kita sendiri yang kita belum punya sampai detik ini,” jelas Topo.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan alasan dimasukkannya tindak pidana terhadap informatika dan elektronika dalam RKUHP. Marcus mengatakan dari sisi kejahatan kalau bertolak dari kriminologi, media informatika dan elektronika bisa menjadi alat tetapi sekaligus juga objek dari tindak pidana.
"Dan, kejahatan media informatika dan elektronika itu sifatnya victimizing. Bisa menimbulkan korban, dan korban itu bisa saja berupa kerugian materiel, imateriel dan juga bisa menimbulkan penderitaan psikis," ucap dia.
Marcus menambahkan kejahatan media informatika dan elektronika akan berkembang. Sehingga pemberian sanksi pidana terhadap perbuatan kejahatan informatika dan elektronika ini terus terjadi.
"Itulah pentingnya kejahatan terhadap informatika dan elektronika itu dimuat di dalam RKUHP, supaya tetap mengacu pada KUHP, dalam kaitannya sebagai konstitusi hukum pidana," ujar dia.
https://www.medcom.id/nasional/polit...rus-diperbarui
Mahfud mengatakan masyarakat Indonesia sekarang sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, dan dari masyarakat terjajah menjadi bangsa merdeka. Oleh karena itu, hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional.
“Itulah sebabnya politik hukum tentang perubahan KUHP itu menjadi salah satu perintah utama yang ditulis di dalam UUD 1945,” kata Mahfud dalam sambutannya pada Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bidang Informatika dan Elektronika, di Makassar, seperti dilansir pada Senin, 26 September 2022.
Menko Polhukam menjelaskan Indonesia sudah 77 tahun merdeka dan terus selalu berusaha membuat hukum pidana nasional dalam bentuk kitab undang-undang tersendiri. Sejak 1963, pemerintah telah mendiskusikan perubahn KUHP.
Dia bersyukur saat ini telah menghasilkan rancangan kitab undang-undang hukum pidana atau RKUHP yang relatif siap untuk diundangkan. "Sudah selama 59 tahun kita membahas dan merancang RKUHP ini dan telah mendapatkan arahan politik hukum dari tujuh presiden yang berbeda,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bertiana Sari, mengatakan pada 2019, telah dihasilkan kurang lebih 6 ribu daftar inventarisasi masalah pada RKUHP dengan memperhatikan masukan lebih dari 22 lembaga swadaya masyarakat. Namun, pada September 2019, RKUHP ditarik lagi oleh Presiden Joko Widodo karena ada penolakan dari masyarakat terhadap beberapa isu.
“Setelah penarikan RKUHP tersebut pada tahun 2019, pemerintah melakukan pembahasan secara intensif dengan melibatkan pemangku kepentingan,” kata Bertiana.
Bertiana juga menyampaikan ada 14 isu krusial yang menjadi kontroversi dalam RKUHP. Antara lain mengenai living law yang terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 601 RKUHP, juga terkait dengan pidana mati yang diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 100 RKUHP, dan terkait penghinaan terhadap presiden diatur dalam Pasal 18 RKUHP.
“Saat ini terdapat dua isu krusial yang sudah dihapuskan dari 14 isu tersebut, sehingga tersisa 12 isu krusial yang masih dalam pembicaraan,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan hukum yang digunakan bangsa Indonesia sekarang adalah terjemahan dari Wetboek van Strafrecht, kitab hukum pidana berbahasa Belanda.
Menurut Topo, buku dari bahasa lain memiliki problem terjemahan yang bisa berbeda-beda. Baik dari istilah yang digunakan, bahkan ancaman pidananya yang sebagian berbeda, maupun sebagian terjemahan ada yang hilang pasalnya karena dianggap tidak sesuai dengan undang-undang 1946.
“Sebagai bangsa yang merdeka tentu kita perlu, sangat mutlak bagi kita memiliki KUHP buatan bangsa sendiri dan disusun oleh bangsa sendiri, dengan filosofi budaya bangsa kita sendiri, dengan latar belakang kebutuhan dan juga politik hukum bangsa kita sendiri, moralitas dan nilai-nilai dari bangsa kita sendiri yang kita belum punya sampai detik ini,” jelas Topo.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan alasan dimasukkannya tindak pidana terhadap informatika dan elektronika dalam RKUHP. Marcus mengatakan dari sisi kejahatan kalau bertolak dari kriminologi, media informatika dan elektronika bisa menjadi alat tetapi sekaligus juga objek dari tindak pidana.
"Dan, kejahatan media informatika dan elektronika itu sifatnya victimizing. Bisa menimbulkan korban, dan korban itu bisa saja berupa kerugian materiel, imateriel dan juga bisa menimbulkan penderitaan psikis," ucap dia.
Marcus menambahkan kejahatan media informatika dan elektronika akan berkembang. Sehingga pemberian sanksi pidana terhadap perbuatan kejahatan informatika dan elektronika ini terus terjadi.
"Itulah pentingnya kejahatan terhadap informatika dan elektronika itu dimuat di dalam RKUHP, supaya tetap mengacu pada KUHP, dalam kaitannya sebagai konstitusi hukum pidana," ujar dia.
https://www.medcom.id/nasional/polit...rus-diperbarui




reid2 dan daratmpv memberi reputasi
-2
650
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan