Kaskus

News

bayucemingAvatar border
TS
bayuceming
Penerbit ijazah palsu layak diburu
Penerbit ijazah palsu layak diburu

Penerbit ijazah palsu layak diburu

Penggerebekan wisuda sarjana Yayasan Aldiana Nusantara (YAN), di Convention Center Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Tangerang Selatan (19/9/2015), hanyalah puncak gunung es.

Di bawahnya ada perdagangan ijazah palsu alias abal-abal, yang tak pernah berhenti dari waktu ke waktu. Pembeli ijazah bahkan bisa ikut seremonial wisuda.

Wisudawan YAN berjumlah seribuan orang, dari empat perguruan tinggi di bawah naungan yayasan tersebut. Yaitu: Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ganesha, serta Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa.

Keempat perguruan tinggi tersebut menurut Ketua Tim Evaluasi Akademik Perguruan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof Supriyadi sudah lama nonaktif, dan tidak ada proses belajar mengajar. Padahal yayasan ini sudah tiga kali menyelenggarakan wisuda.

Bukan kali ini saja Kemenristek dan Dikti blusukan dan memergoki'jual beli' ijazah palsu. Mei lalu, Menristek Dikti, Mohamad Nasir, sempat blusukan ke dua kampus di Jakarta dan Bekasi yang melakukan praktik perdagangan ijazah palsu.

Ketika itu ia menerima laporan, setidaknya ada 18 perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah palsu. Ia berjanji segera membekukan kampus tersebut.

Di Jawa Timur ada 12 perguruan tinggi yang dibekukan. Di Jambi empat perguruan tinggi. Sebaran perguruan tinggi yang ditengarai menjual ijazah palsu tak cuma di kota-kota besar, tapi sampai ke pelosok. Sedang stempelnya tak sekadar lokal.

Ada juga kampus internasional, dengan tingkatan pasca sarjana S2 dan S3, seperti yang dikeluarkan University of Berkley, Michigan, Amerika Serikat.

Tarif untuk memperoleh ijazah abal-abal beragam, namun jauh lebih murah dari biaya pendidikan yang sesungguhnya untuk mendapatkan ijazah asli. Wisudawan YAN misalnya, membayar Rp15 juta untuk mendapatkan ijazah.

Sedang University of Berkley, perguruan tinggi asing abal-abal yang buka waralaba di Indonesia, mengutip setoran Rp35 juta untuk meraih gelar master, dan Rp57 juta untuk jenjang doktor.

Tarif ijazah sarjana YAN, sangat murah dibanding biaya pendidikan tingkat S1 perguruan tinggi swasta maupun perguruan tingggi negeri. Bahkan bila dibanding dengan uang 'sumbangan' masuk perguruan tinggi manapun.

Namun ongkos ijazah S2 dan S3 University of Berkley, setara dengan biaya pendidikan strata S2 dan S3 di universitas negeri di Indonesia. ITB misalnya, biaya program masternya ditaksir Rp34 juta hingga lulus (empat semester), dan Rp54 juta untuk program doktoral.

Sedang salah satu perguruan tinggi asing yang cukup terkenal, University of California, uang kuliahnya per semester pada jenjang S2, 17.000 dolar AS per semester.

Kemenristek dan Dikti merasa kesulitan memberantas ijazah palsu tersebut. Sulitnya memberantas ijazah palsu sama seperti memberantas korupsi. Padahal ancaman pidana dan denda untuk penerbit maupun pemegang gelar lewat ijazah palsu, cukup tinggi. Menurut UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, terancam penjara 10 tahun dan/atau denda sebesar Rp1 miliar.

Lalu mengapa orang memburu ijazah abal-abal? Meminjam istilah yang pernah diucapkan Mendikbud era SBY, Muhammad Nuh, dia berbilang Ijazah itu memiliki civil effect. Artinya, bisa membuat seseorang diakui dan dapat diterima bekerja di sebuah perusahaan bahkan mengabdi sebagai pegawai negeri sipil atau pejabat negara.

Itulah sebabnya banyak orang yang gelap mata mencari jalan pintas, mengejar gelar abal-abal demi karir, kedudukan dan tentu saja kemapanan ekonomi. Saat ini saja menurut Menristek dan Dikti, Mohamad Nasir, ada 187 pemegang ijazah abal-abal dari University of Berkley, yang memegang jabatan strategis di pemerintah.

Ikhwal ijazah abal-abal sesungguhnya tak sekadar persoalan pendidikan dan sanksi hukum. Soal lemahnya pengawasan dari Kementerian Ristek dan Dikti juga mencolok. Umumnya lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah palsu, bukanlah lembaga baru, tapi sudah berumur beberapa tahun, bahkan puluhan tahun.

Padahal untuk membuat lembaga pendidikan, swasta lokal maupun asing, harus ada izin kementerian. Ketika lembaga pendidikan berjalan, kementerian berkewajiban melakukan pengawasan dan evaluasi seperti untuk mendapatkan akreditasi misalnya. Begitupun ketika lembaga tersebut menghasilkan lulusan, masih ada pengawasan dalam pemberian ijazah.

Bila mekanisme pengawasan berjalan, rasanya terbitnya ijazah abal-abal akan diketahui lebih dini. Tak perlu menunggu pengguna ijazah palsunya sampai menduduki jabatan strategis di pemerintah. Apa lagi posisinya punya pengaruh untuk mereduksi penanganan ijazah palsu.

Penggerebekan wisuda sarjana Yayasan Aldiana Nusantara (YAN), di Convention Center Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Tangerang Selatan (19/9/2015), hanyalah puncak gunung es.

Di bawahnya ada perdagangan ijazah palsu alias abal-abal, yang tak pernah berhenti dari waktu ke waktu. Pembeli ijazah bahkan bisa ikut seremonial wisuda.

Wisudawan YAN berjumlah seribuan orang, dari empat perguruan tinggi di bawah naungan yayasan tersebut. Yaitu: Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ganesha, serta Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa.

Keempat perguruan tinggi tersebut menurut Ketua Tim Evaluasi Akademik Perguruan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof Supriyadi sudah lama nonaktif, dan tidak ada proses belajar mengajar. Padahal yayasan ini sudah tiga kali menyelenggarakan wisuda.

Bukan kali ini saja Kemenristek dan Dikti blusukan dan memergoki'jual beli' ijazah palsu. Mei lalu, Menristek Dikti, Mohamad Nasir, sempat blusukan ke dua kampus di Jakarta dan Bekasi yang melakukan praktik perdagangan ijazah palsu.

Ketika itu ia menerima laporan, setidaknya ada 18 perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah palsu. Ia berjanji segera membekukan kampus tersebut.

Di Jawa Timur ada 12 perguruan tinggi yang dibekukan. Di Jambi empat perguruan tinggi. Sebaran perguruan tinggi yang ditengarai menjual ijazah palsu tak cuma di kota-kota besar, tapi sampai ke pelosok. Sedang stempelnya tak sekadar lokal.

Ada juga kampus internasional, dengan tingkatan pasca sarjana S2 dan S3, seperti yang dikeluarkan University of Berkley, Michigan, Amerika Serikat.

Tarif untuk memperoleh ijazah abal-abal beragam, namun jauh lebih murah dari biaya pendidikan yang sesungguhnya untuk mendapatkan ijazah asli. Wisudawan YAN misalnya, membayar Rp15 juta untuk mendapatkan ijazah.

Sedang University of Berkley, perguruan tinggi asing abal-abal yang buka waralaba di Indonesia, mengutip setoran Rp35 juta untuk meraih gelar master, dan Rp57 juta untuk jenjang doktor.

Tarif ijazah sarjana YAN, sangat murah dibanding biaya pendidikan tingkat S1 perguruan tinggi swasta maupun perguruan tingggi negeri. Bahkan bila dibanding dengan uang 'sumbangan' masuk perguruan tinggi manapun.

Namun ongkos ijazah S2 dan S3 University of Berkley, setara dengan biaya pendidikan strata S2 dan S3 di universitas negeri di Indonesia. ITB misalnya, biaya program masternya ditaksir Rp34 juta hingga lulus (empat semester), dan Rp54 juta untuk program doktoral.

Sedang salah satu perguruan tinggi asing yang cukup terkenal, University of California, uang kuliahnya per semester pada jenjang S2, 17.000 dolar AS per semester.

Kemenristek dan Dikti merasa kesulitan memberantas ijazah palsu tersebut. Sulitnya memberantas ijazah palsu sama seperti memberantas korupsi. Padahal ancaman pidana dan denda untuk penerbit maupun pemegang gelar lewat ijazah palsu, cukup tinggi. Menurut UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, terancam penjara 10 tahun dan/atau denda sebesar Rp1 miliar.

Lalu mengapa orang memburu ijazah abal-abal? Meminjam istilah yang pernah diucapkan Mendikbud era SBY, Muhammad Nuh, dia berbilang Ijazah itu memiliki civil effect. Artinya, bisa membuat seseorang diakui dan dapat diterima bekerja di sebuah perusahaan bahkan mengabdi sebagai pegawai negeri sipil atau pejabat negara.

Itulah sebabnya banyak orang yang gelap mata mencari jalan pintas, mengejar gelar abal-abal demi karir, kedudukan dan tentu saja kemapanan ekonomi. Saat ini saja menurut Menristek dan Dikti, Mohamad Nasir, ada 187 pemegang ijazah abal-abal dari University of Berkley, yang memegang jabatan strategis di pemerintah.

Ikhwal ijazah abal-abal sesungguhnya tak sekadar persoalan pendidikan dan sanksi hukum. Soal lemahnya pengawasan dari Kementerian Ristek dan Dikti juga mencolok. Umumnya lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah palsu, bukanlah lembaga baru, tapi sudah berumur beberapa tahun, bahkan puluhan tahun.

Padahal untuk membuat lembaga pendidikan, swasta lokal maupun asing, harus ada izin kementerian. Ketika lembaga pendidikan berjalan, kementerian berkewajiban melakukan pengawasan dan evaluasi seperti untuk mendapatkan akreditasi misalnya. Begitupun ketika lembaga tersebut menghasilkan lulusan, masih ada pengawasan dalam pemberian ijazah.

Bila mekanisme pengawasan berjalan, rasanya terbitnya ijazah abal-abal akan diketahui lebih dini. Tak perlu menunggu pengguna ijazah palsunya sampai menduduki jabatan strategis di pemerintah. Apa lagi posisinya punya pengaruh untuk mereduksi penanganan ijazah palsu.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...u-layak-diburu
0
1.8K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan