Kaskus

News

tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
Sejarah Islam di Nusantara: Formasi dan Evolusinya
Sejarah Islam di Nusantara: Formasi dan Evolusinya


Belakangan ini mulai viral soal klaim dari oknum-oknum haba'ibanggota kabilah Ba'alawi yang "konon" merupakan keturunan Muhammad sang Nabi, bahwa Islam di Nusantara sebenarnya disebarkan para haba'ib dari sadah Ba'alawi ini yang mengembara dari Tarim dan Hadhramaut di Yaman ke Kepulauan Melayu. Tidak tanggung-tanggung, klaim yang tidak bertanggungjawab lainnya dapat dengan mudah ditemukan dalam ceramah-ceramah mereka, seperti misalnya para Wali Sångå sebenarnya adalah keturunan Muhammad sang Nabi melalui keturunan Ba'alawi. Menurut klaim salah seorang habib Ba'alawi yang terkenal congkak dan arogan, yaitu Habib Bahar bin Smith, bahwa masyarakat Muslim Indonesia seharusnya bersyukur dengan kehadiran haba'ib Ba'alawi, karena berkat leluhur mereka inilah masyarakat Indonesia tidak lagi menyembah pohon. Dengan congkak, Habib Bahar berkata: "Kalo bukan karena haba'ib, nenek-moyang elu masih nyembah pohon". Tentu saja klaim ini tidak memiliki dasar sejarah. Namun, banyaknya umat Muslim di Indonesia yang cukup buta akan sejarah Islam dan sejarah Nusantara, tentu saya sebagai TS tergerak hati untuk membahas bagaimana Islam dapat hadir dan bahkan terbentuk kuat di Indonesia. Mengingat bahwa masyarakat di Kepulauan Melayu sebenarnya memiliki corak sosio-relijius yang sama dengan negeri-negeri tetangganya, seperti Thailand, Myanmar, dan Kamboja, bahwa Buddhisme telah mengakar sangat kuat di Kepulauan Melayu, bahkan dapat bersinkretis dengan Hinduisme. Lalu mengapa penduduk di Indonesia hari ini menjadi mayoritas Muslim?

Kepulauan Melayu, atau dalam teks-teks Jawa disebut "Nuswantårå", atau "Nusantara", yang sebagian besar wilayahnya meliputi apa yang kita kenal sebagai Indonesia tanah air kita ini, adalah sebuah daerah kepulauan yang membentang dari Teluk Benggala di barat sampai ke Kepulauan Maluku di timur. Bersamaan dengan Semenanjung Melayu dan seluruh wilayah Asia Tenggara lainnya, Nusantara selama berabad-abad dianggap sebagai wilayah India/Hindia. Di berbagai catatan asing, baik itu catatan Arab, Persia, Turki, bahkan Eropa, daerah Asia Tenggara memang secara populer dianggap merupakan wilayah India yang jauh di sebelah timur. Dalam banyak catatan asing itu, secara tidak langsung telah menggambarkan sebuah khazanah konsep Hindia Raya (Greater India) yang dimulai dari wilayah Indo-Yunani di Afghanistan sampai Filipina dan Maluku, sebuah konsep yang memaksa sejarahwan harus ekstra teliti saat melakukan penelitian historiografi tentang Asia Tenggara (termasuk Nusantara) karena seringkali digeneralisasi sebagai "India", atau "Hindia timur". Tentu saja stigmatisasi India/Hindia ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, wilayah Nusantara ini memiliki corak India yang sangat kental, meskipun sama-sama kita ketahui hari ini bahwa kebudayaan India di Nusantara ini telah mencapai titik asimilasi yang memisahkan mana yang "India sejati" di Semenanjung India ("Jambudvipa") di sana, dengan mana yang "India ala Nusantara" sejak abad ke-4 sampai abad ke-13. Periode ini dalam sejarah resmi Indonesia dikenal sebagai periode Peradaban Hindu-Buddha, atau periode Kerajaan Hindu-Buddha.

Sebagai suatu wilayah yang sangat multikultur dan heterogen, ajaran Hindu dan Buddha di Nusantara juga mengalami sinkretisme yang sangat kokoh, yang dikenal sebagai Ajaran Siwa-Buddha, sebuah fusi antara ajaran Shaivisme dan Bhairava Tantra (yang dalam catatan Jawa disebut sebagai "Siwa-Bhairawa") dengan ajaran Buddhisme. Inilah yang membedakan antara Hindu dan Buddha di wilayah selain Nusantara dengan yang di wilayah Nusantara, meskipun proses sinkretisasi itu memakan waktu yang tidak singkat. Keberadaan sinkretisme ini telah mengubah cara pandang para sejarahwan tentang pentingnya kedudukan Nusantara dalam perkembangan Hinduisme dan Buddhisme dunia. Kita dapat menemukan banyak sekali catatan asing yang menyiratkan besarnya aktifitas intelektual Hindu-Buddha di Nusantara saat itu. Misalnya, penjelajah sekaligus bhikkhu Cina yang terkenal, Yijing/I-tsing (w. 713) pernah menulis dalam memoar pengembaraannya menuju "universitas" Mahavihara Nalanda di Bihar, Nanhai Jigui Neifa Zhuan p. xl-xli tentang Sriwijaya sbb: "Ibukotanya menjadi pusat pendidikan ajaran sang Buddha terbesar di kawasan laut selatan. Ada banyak pula Brāhmaṇa yang menguasai bahasa Sanskerta di sini. Aku disarankan untuk berguru memperdalam bahasa Sanskerta terlebih dahulu dengan Hui-Ning dari Cho-po di Mo-lo-yu". Pulau Sumatra dan pulau Jawa, yang dalam catatan lokal dan India disebut sebagai Suvarnadvipa dan Yavadvipa, memang menjadi pusat perkembangan intelektual Hindu-Buddha di Nusantara. Suvarnadvipa merupakan sebuah pulau yang memang terkenal bagi kalangan India, terutama orang-orang Bengal (Benggala) yang sudah lama menjalin hubungan dagang dengan Sriwijaya. Seperti di dalam Prasasti Nalanda dimana Maharaja Devapala dari Pala di Bengal mengabulkan permintaan dari Suvarnadvipa Maharaja Balaputradeva, raja Sriwijaya, untuk membangun sebuah śramagrha di Mahavihara Nalanda sebagai biara agung tempat berkumpulnya para bhikkhu dan sangha lintas aliran. Bagaimanapun majunya Sumatra sebagai pusat intelektual Hindu-Buddha, namun Sumatra yang sekarang menjadi pulau dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Ini pula yang menjadi pertanyaan baru, bagaimana bisa sebuah pulau besar yang sangat kental dengan pengaruh Buddhisme bisa berganti keyakinan menjadi Islam?

Pertanyaan ini mungkin tidak terlalu misterius. Selat Malaka telah lama menjadi wilayah yang sangat diandalkan untuk berdagang dan menjadi jalur laut penghubung antara wilayah barat (India, Persia, Arab, dll) dengan Cina hingga Jepang. Baik Odorico de Pordenone/Matiussi (w. 1331), Marco Polo (w. 1324), Ibnu Baththuthah/Battutah (w. 1369), hingga Tomé Pires (w. circa 1524/1540) secara serempak mencatat ramainya aktifitas dagang internasional lintas etnis dan agama di Selat Malaka. Dan memang dari Sumatra dan Semenanjung Melayu inilah Islam dapat masuk ke Nusantara. Namun, yang menjadi misteri yang sampai hari ini belum berhasil dipecahkan adalah, kapan dimulainya secara persis persebaran Islam di Sumatra, berapa lama, dan bagaimana prosesnya sampai mengubah demografi Sumatra yang tadinya merupakan mayoritas Buddhisme (dan Hindu) selama berabad-abad menjadi mayoritas Muslim hingga hari ini. Pertanyaan yang sama juga berlaku terhadap Jawa, yang menjadi pusat sinkretisme intelektual Ajaran Siwa-Bhairawa menjadi pusat intelektual pesantrian/pesantren Islam Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah terbesar di dunia hari ini. Thread ini mungkin belum dapat menyajikan jawaban yang memuaskan agan-agan semua, namun TS yakin bahwa wacana yang disajikan thread ini akan sangat berbeda dan sangat detil dengan apa yang kita ketahui pada umumnya.

INDEX
Dianjurkan untuk membaca berurutan, karena beberapa informasi unik yang sudah dibahas tidak akan dibahas ulang di bab berikutnya


Diubah oleh tyrodinthor 20-07-2024 20:12
scorpiolamaAvatar border
starcrazyAvatar border
gambitgoblinAvatar border
gambitgoblin dan 8 lainnya memberi reputasi
7
4.1K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan