Kaskus

News

lingkarpolitikAvatar border
TS
lingkarpolitik
Indikator Ekonomi yang Menunjukkan Posisi Indonesia Jauh Lebih Baik dari Sri Lanka
Krisis ekonomi di Sri Lanka menjadi peringatan dan pelajaran bagi Indonesia untuk terus memperkuat perekonomian di tengah tekanan global, seperti kenaikan harga energi dan pangan, kata pengamat ekonomi.

Sri Lanka tengah mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarah yang menyebabkan negara itu bangkrut.

Staf khusus menteri keuangan, Yustinus Prastowo menyebut kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih kuat secara struktur. Yustinus membandingkan, kondisi di Sri Lanka saat ini dengan Indonesia pada tahun 1998 yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Krisis moneter tahun 1998 menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk di mana tingkat inflasi mencapai 70%, pertumbuhan ekonomi minus hingga 13% dan jatuhnya rezim Orde Baru di bawah Soeharto.

Merespon yang terjadi di Sri Lanka, pemerintah Indonesia diminta tetap mewaspadai dinamika ekonomi global dan geopolitik, walaupun kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan Sri Lanka.

Direktur eksekutif dari lembaga Center of Reform on Economics, CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, kemungkinan Indonesia mengalami seperti Sri Lanka masih sangat jauh, jika dilihat dari berbagai indikator.

"Untuk resesi, saya rasa masih jauh, tapi yang mungkin terjadi peningkatan risiko berupa melambat atau tertahannya pertumbuhan ekonomi jika kondisi ini terus terjadi," katanya.

Indikator pertama adalah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi di Indonesia 4,35% (yoy) dan 3,19% (Januari-Juni 2022). Angka itu timpang secara drastis dengan inflasi di Sri Lanka yang sudah mencapai 50%, bahkan disebut berpotensi mencapai 80%.

"Kondisi inflasi Indonesia masih sangat moderat dibandingkan Sri Lanka," kata Faisal.

Indikator kedua adalah neraca perdagangan Indonesia yang surplus karena topangan komoditas yang harganya kini meningkat, yaitu batu bara dan kelapa sawit.

Dua komoditas yang kini sangat terdampak secara global adalah di bidang pangan dan energi.

"Kita net-importer minyak bumi, tapi kita net-exporter CPO sawit, minyak bumi, dan juga terbesar untuk batu bara. Jadi ini menolong Indonesia karena harga internasional tinggi," ujar Faisal.

Sebaliknya, Sri Lanka itu net-importer energi sehingga ketika mengalami peningkatan luar biasa harganya di internasional, mereka yang paling terpukul dibandingkan negara seperti indonesia."

Faisal juga menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia positif, yaitu 5,01% pada kuartal I tahun 2022.

"Kita tidak akan sampai ke sana (seperti Sri Lanka). Asalkan kebijakan yang merespon kondisi global itu, cepat. Jadi gabungan antara kebijakan moneter dan fiskal saling sinergi sehingga dampak buruk dari ekonomi global bisa diredam di dalam negeri," kata Faisal.

Rasio utang Indonesia terhadap produk domsetik bruto atau PDB di bawah 40% atau masuk dalam kategori relatif aman, kata Faisal.

Walaupun ia menyoroti pertumbuhan utang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penerimaan pajak dan juga komposisi pinjaman luar negeri yang cukup besar.

"Dua hal itu harus dijadikan pertimbangan untuk melihat kemampuan bayar utang," kata Faisal.

Dalam laporan APBN Kita Edisi Juni 2022, utang Indonesia hingga akhir Mei 2022 mencapai Rp7.002,24 triliun, atau setara dengan 38,88% dari Produk Domestik Bruto (PDB) indonesia.

Porsi utang didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 88,20% dan 11,80% dari pinjaman dari total utang.

Faktor lain, di luar ekonomi, yang menopang ketahanan Indonesia menghadapi krisis global adalah stabilitas politik dan sosial.

"Seperti di Sri Lanka, terjadi pemboman, konflik antar etnis. Kita harus menjaga stabilitas itu agar tidak terjadi di Indonesia yang kemudian menekan perekonomian," ujarnya.

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-62121109
muhamad.hanif.2Avatar border
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
1
746
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan