03.SESUATU YANG BERNAMA CINTA

Ketika kita jatuh cinta dengan seseorang, semua yang dia lakukan tampak menakjubkan dan layak untuk dicintai. Kita merasa puas hanya dengan makan batagor di pinggir jalan bersamanya, melihatnya menyelesaikan tugas kantornya, dan lain-lain. Aktivitas-aktivitas ini membuat kita merasa lebih terhubung dengan pasangan kita. Pada saat seperti ini, kita seperti tak mampu berkompromi dengan emosi kita. Semua lirik lagu cinta sepertinya ada hubungannya dengan hubungan kita. Tidak mudah untuk melepaskan perasaan ini. Mencintai seseorang membuat tubuh kita mengalami banyak perubahan. Memproduksi senyawa seperti dopamin, oksitosin, dan serotonin. Senyawa-senyawa tersebut adalah bahan kimia yang bertanggung jawab untuk mendorong perasaan bahagia, senang, dihargai, dan lain-lain. Perasaan-perasaan yang tak ingin pergi.

Jadi, ketika keadaan berubah, hubungan tak bisa diselamatkan, dan kita tidak bisa lagi menahan diri untuk terpuruk, hal ini bisa jadi masalah untuk kita. Kita mungkin merasa takut dan mulai berpikir, "Apakah saya akan menemukan orang lain? Bagaimana saya hidup sebagai seorang lajang? Apa yang akan orang lain pikirkan tentang hubungan saya?".

Jenis pertanyaan ini memengaruhi penilaian kita pada diri kita, "Mampukah saya menghentikan cinta ini?"

Logika perlu dihadirkan kembali di sini. Komponen diri kita yang kita usir pergi semenjak hadirnya emosi yang bernama 'cinta'. Tak mudah menghadirkannya kembali. Akan tetapi, bila kita ingin kembali waras, back to the real life again, kehadiran logika adalah kemutlakkan.

Kita perlu berpikir bahwa perginya cinta hanya salah satu fase dalam tahapan hidup manusia. Berpikir bahwa apapun dan siapapun yang hadir dalam hidup kita, sejatinya adalah 'easy come easy go'. Hanya Allah yang takkan pernah pergi dari hidup kita.

Kita perlu berpikir bahwa diri kita sangat berharga. Berpikir bahwa diri kita akan menemukan cinta yang baru. Cinta sejati. Cinta yang diridhoi oleh Allah. Cinta sehidup sesurga.

04. POSISI MENENTUKAN PRESTASI

Sebagai mantan siswa sekolah formal, TK hingga kuliah, saya yakin kita semua pernah mendengar istilah beken ini, 'posisi menentukan prestasi'. Kita yakin bahwa posisi duduk kita akan menentukan prestasi kita di kelas. Duduk di dekat yang paling pinter di kelas, bakal ketularan pinternya. Minimal bisa ngeliat jawaban lembar ujiannya. Duduk di dekat yang paling hits di sekolah, bisa ketularan ikutan hits di sekolah. Intinya, kita akan tertular energi, kebiasaan, dan kebisaan dari sosok yang kita dekati tempat duduknya.

Istilah ini saya bawa terus hingga saat saya berkarir. Salah satu rahasia dalam ilmu komunikasi di dunia kerja adalah duduk dekat dengan sosok yang paling berpengaruh dalam ruangan itu. Bisa big boss. Bisa klien. Intinya, siapa pun yang paling dekat dengan sosok yang paling berpengaruh dalam ruangan itu akan dianggap memiliki pengaruh yang sama. Just try!

Next, dalam ibadah. Posisi pun sebenarnya menentukan prestasi. Sudah tahukan kalau cowok dalam ibadah sholat berjamaah, siapapun yang berada di shaf paling depan akan dapat pahala lebih banyak? Tentu saja pahala ini tetap mempertimbangkan syarat dan ketentuan yang berlaku dari Allah. Namun, berada dalam shaf paling depan adalah bentuk ikhtiar kita dalam mendapatkan pahala lebih banyak dari Allah. Bukankah Allah meminta kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau dalam bahasa Arab disebut Fastabiqul khairat?

Akan tetapi, lucunya, jarang banget istilah 'posisi menentukan prestasi' digunakan dalam sholat berjamaah. Banyak cowok justru mempersilahkan orang disebelahnya atau dibelakangnya untuk menempati shaf didepannya. Minim cowok yang berebut untuk berada di shaf terdepan. Antara sungkan, terlampau baik, sudah cukup pahalanya, atau memang malas berada di shaf di depan, Wallahu a'lam.

Last but not least, posisi masih relevan dalam menentukan prestasi. So, siap untuk memilih posisi terbaik untuk menentukan prestasi dunia dan akhirat?