Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

utdkaskusAvatar border
TS
utdkaskus
Kisah Persahabatan Manchester United dan Real Madrid


Beberapa tahun belakangan, hubungan Manchester United dan Real Madrid cenderung memanas. Episode terpahitnya adalah kegagalan transfer David De Gea ke Madrid yang terjadi dikarenakan keterlambatan pihak United dalam mengirimkan proposal kepindahan sang pemain persis pada menit-menit terakhir penutupan jendela bursa transfer.

Kegagalan Madrid mendatangkan De Gea membuat mereka curiga dan mengira bahwa United sengaja melakukan hal itu sebagai bentuk "balas dendam" karena sebelumnya United berkali-kali merayu Sergio Ramos untuk bergabung dengan mereka namun penawaran tersebut selalu berakhir dengan penolakan Madrid.

Bisa dibilang, kegagalan transfer De Gea itu sedikit merusak hubungan baik kedua klub yang telah terjadi puluhan tahun lamanya. Hubungan United dan Madrid sudah seperti keluarga beda negara. Yang paling kentara adalah eksodus pemain-pemain kunci United yang kerap kali menyeberang ke Bernabeu seperti Ruud van Nistelrooy, David Beckham, Gabriel Heinze, dan Cristiano Ronaldo.



Jika dirunut ke belakang, persahabatan United dan Madrid ini mulai tumbuh lebih dari setengah abad lalu melalui hubungan persahabatan di antara kedua founding fatherdari kedua klub: Santiago Bernabeu, yang namanya diabadikan menjadi nama stadion Madrid, dan Sir Matt Busby, sosok yang membuat Manchester United bertransformasi menjadi klub yang disegani di tingkat Eropa melalui skuad mudanya.

Kehangatan antara Bernabeu dan Busby tumbuh dengan saling menghormati dari kesebelasan masing-masing, dan menyebabkan kemurahan hati saat United berada di titik terendah mereka saat tertimpa peristiwa tragis.





Bila kamu pernah berkunjung ke markas Manchester United di Old Trafford, kamu akan melihat sebuah jam yang terpasang kokoh di salah satu sudut tenggara stadion, namanya The Munich Clock. Jam itu menjadi semacam penjaga ingatan: dahulu, pada 6 Februari 1958, United pernah tertimpa tragedi kelam yang merenggut nyawa delapan pemain serta tiga staf mereka.



The Munich Disaster, demikian mereka menyebutnya. Peristiwa tragis itu terjadi ketika pesawat British European Airways (BEA) dengan nomor penerbangan 609 jatuh pada usaha ketiganya untuk lepas landas dari kubangan lumpur salju yang menyelimuti landasan.





Para skuad muda Manchester United yang dijuluki Busby Babes—merujuk pada nama sang pelatih, Sir Matt Busby—baru saja bergembira merayakan tiket ke semifinal Piala Eropa (kini UCL) usai menyingkirkan tim kebanggaan warga Serbia, Red Star Belgrade, di kandang mereka. Namun, United harus cepat-cepat pulang ke Inggris lantaran jadwal liga yang padat telah menanti mereka.

Sayangnya, cuaca di langit Eropa kala itu benar-benar mengerikan dengan gempuran salju nan gelap. Pesawat yang mereka tumpangi pun nampaknya harus transit terlebih dahulu di bandara Munich-Reim, Jerman Barat, untuk mengisi bahan bakar. Usai terisi penuh, pesawat rupanya mengalami gangguan mesin. Sang pilot dan kopilot sempat mencoba lepas landas sampai dua kali, tetap tidak juga berhasil. Namun, lantaran takut terlambat jadwal dan enggan menginap di Munich, sang pilot memilih ambil risiko: melakukan upaya lepas landas untuk ketiga kalinya.

Di sinilah muncul kegelisahan dari para penumpang. Dikutip dari The Guardian, salah satu punggawa Busby Babes, Liam “Billy” Whelan, menggumam dengan kalimat “Ini mungkin kematian, tapi saya siap”, dan rupanya itu bukan hanya gumaman semata.

Pada saat upaya ketiga, salju lebat mulai turun dan lumpur mulai melapisi ujung landasan. Tatkala roda pesawat menggilas lumpur tersebut, tragedi sesungguhnya terjadi: pesawat itu oleng tak terarah melewati ujung landasan, sebelum kemudian menabrak pagar dan sayap pesawat membentur rumah terdekat hingga hancur.



Tiga staf dan delapan pemain Manchester United menjadi korban: Walter Crickmer (sekretaris klub), Tom Curry (trainer), Bert Whalley (salah satu pelatih kepala); Geoff Bent, Roger Byrne, Duncan Edwards, Eddie Colman, Mark Jones, David Pegg, Tommy Taylor, dan pemain yang memiliki firasat sangat kuat pada perjalanan pulang saat itu, Liam “Billy” Whelan.

Salah satu korban dalam tragedi tersebut, Duncan Edwards, merupakan sosok pemain serbabisa yang baru menginjak usia 21 tahun dan telah digadang-gadang akan menjadi calon pemain terhebat di Eropa, bahkan dunia.



Banyak orang menyayangkan, sekaligus mengutuk sikap sang kapten dan kopilot yang bersikukuh untuk tetap menerbangkan pesawat dalam situasi cuaca yang buruk walaupun pihak menara pengawas bandara sebelumnya telah memperingatkan agar jangan terbang dan mengusulkan mereka untuk menginap satu malam di Munich.





Di antara tim sepakbola di Eropa, Real Madrid menjadi tim yang segera turun tangan usai mengetahui tragedi yang menimpa United. Mereka langsung menggunakan umbul-umbul berisi nama para pemain yang tewas dan tulisan “Damai bagi Para Korban”.

Ekspresi solidaritas Madrid ini kemudian terungkap lebih jauh dalam buku karangan John Ludden berjudul A Tale of Two Cities: Manchester and Madrid 1957-1968.



John Ludden sempat menceritakan sekelumit mengenai reportasenya terkait persahabatan Madrid - United tersebut kepada Jack Pitt-Brooke, jurnalis sepakbola Independent, yang kemudian tayang dalam artikel berjudul How Real Madrid Helped Rebuild Manchester United After The Munich Air Disaster tahun 2013.

Dalam artikel dijelaskan, relasi antara Madrid dengan United rupanya sudah dibangun sejak semifinal Piala Eropa (kini UCL) yang mempertemukan kedua tim pada April 1957 atau setahun sebelum tragedi Munich. Walaupun Madrid menang dengan agregat 5-3, Santiago Bernabeu yang kala itu menjadi presiden Madrid amat sangat terkesan dengan semangat dan kualitas tim United (Busby Babes) yang didominasi oleh pemain muda dengan rata-rata usia 21-22 tahun.

Apalagi pada saat itu, United merupakan satu-satunya klub (atau klub pertama) dari Liga Inggris yang berkompetisi di Piala Eropa dan hanya dapat ditumbangkan oleh Real Madrid yang pada masanya menjadi kekuatan yang nyaris tak bisa diruntuhkan.



Bahkan Bernabeu sempat menawari Busby sebuah pekerjaan di Madrid namun Busby menolaknya. Meskipun dengan menerima tawaran tersebut Busby akan semakin dekat dengan impiannya meraih trofi Piala Eropa tapi Busby hanya ingin menjadi juara bersama United. Mendapat penolakan tersebut, Bernabeu justru makin merasa terkesan. Menurutnya, integritas Busby adalah alasan utama anak-anak muda United ini bermain dengan penuh semangat dan daya juang tinggi.

Sekitar sepuluh bulan kemudian, Munich Air Disaster terjadi. Akibat tragedi tersebut, United kehilangan delapan pemain mudanya yang dijuluki Busby Babes, tiga staf, dan Matt Busby sebagai pelatih yang kala itu turut ada di pesawat juga harus menepi cukup lama karena luka yang cukup serius meskipun pada akhirnya berhasil selamat.



Syahdan, tiga bulan usai mengalami kecelakaan, United tetap harus melakoni laga semifinal Piala Eropa kontra AC Milan. Melihat track United di Liga Domestik yang hanya berhasil meraih satu kemenangan dari 14 laga pasca tragedi. Tentu saja, dengan skuat compang-camping dan kondisi mental yang sepenuhnya rusak, United harus takluk dari Milan dan mimpi Busby untuk menaklukkan Eropa harus dilebur dalam-dalam.

Di laga final Piala Eropa, giliran Madrid yang berhasil mengalahkan Milan dengan skor 3-2 dan Bernabeu pun mendedikasikan kemenangan tersebut kepada United.

Tak tanggung-tanggung, Bernabeu bahkan menawarkan trofi Piala Eropa tersebut kepada United. Namun, tawaran simbolik itu kembali ditolak dengan halus. Hanya saja, Bernabeu berkeyakinan bahwa United tidak semestinya larut dalam tragedi yang menimpa mereka. Maka ia pun kembali menawarkan bantuan lain: meminjamkan Alfredo di Stefano yang merupakan pemain bintang Real Madrid kepada United. Stefano sendiri menyetujui hal itu namun sayangnya FA Inggris melarang hal tersebut karena ditakuti akan menghambat potensi pemain lokal (homegrown).

Setelah segala jenis bantuan tidak berhasil, Madrid berinisiatif melakukan hal lain: membuat umbul-umbul peringatan dengan mencantumkan nama para korban tragedi Munich. Umbul-umbul yang mereka namakan “Champions of Honour” itu dijual bebas dan hasilnya nanti akan diberikan kepada United. Selain itu, Madrid juga menawarkan bantuan pengobatan korban yang terluka dan berduka untuk memulihkan diri di fasilitas mewah Madrid tanpa biaya sepeserpun.

Bantuan lainnya: serangkaian pertandingan persahabatan kedua kesebelasan digelar demi menggalang dana. Real Madrid dikenakan biaya £12.000 untuk pertandingan tersebut, tapi Bernabeu mengatakan, "United membayar dengan apa pun yang Anda (United) mampu".



Pertandingan ini bukan hanya untuk amal. Tetapi juga untuk menjaga mentalitas skuad asuhan Busby. Karena pasca tragedi, United bahkan tidak bisa bermimpi lagi untuk bermain di kompetisi Eropa. Target klub saat itu lebih kepada agar United terus bertahan di Divisi Satu (atau setara Liga Primer saat ini).

Dengan bermain bersama Madrid, ini memberi tantangan bagi para pemain asuhan United dengan tingkat permainan level Eropa. Setidaknya, dari pemain-pemain Madrid seperti Ferenc Puskas dan Di Stefano, skuad United harus berhadapan dengan lawan-lawan level seperti itu jika mereka ingin kembali ke kancah Eropa.

Dari pertandingan persahabatan inilah, United sedikit demi sedikit bangkit dan mulai membaik. Awalnya, United kerap dikalahkan oleh Madrid dengan skor 6-1, 6-5, dan 3-2. Sementara dalam dua pertandingan terakhir, United berhasil menang dengan skor 3-1 dan 2-0 di markas Madrid.

Manchester United yang diarsiteki Matt Busby pada akhirnya melakukan proses rebuild dengan menelurkan bakat-bakat muda lainnya dari akademi dan mencetak Busby Babes yang baru. Busby pun menemukan bakat yang mencolok dari seorang George Best, yang nantinya akan menjadi pesepakbola superstar di tanah Inggris.



Tahun 1968 menjadi tahun yang istimewa bagi United. Tepat 10 tahun setelah Tragedi Munich, mimpi Matt Busby dan skuad asuhannya untuk menjuarai Piala Eropa akhirnya terwujud. United menjadi tim Inggris pertama yang berhasil mengangkat trofi Si Kuping Lebar. Bernabeu turut senang dan mengucapkan selamat kendati di babak semifinal Real Madrid disingkirkan oleh United. "Jika ada tim yang mengalahkan kami (Real Madrid) dan berhasil menjadi juara (Piala Eropa), saya senang itu adalah mereka (United)", ujarnya.

Hal itu dilakukan Bernabeu karena ia tahu betul bagaimana besar tekad Busby, juga United, untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi juara. Sampai akhir hayatnya, Bernabeu selalu kagum dan memandang Busby sebagai manusia "terbesar" yang pernah ditemuinya dalam dunia sepakbola.


Diubah oleh utdkaskus 12-06-2022 03:46
titstutsntots
bladedrewz
robertson11
robertson11 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
9.6K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan