Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Rahasia Suami Temanku (Sad Story, Based On True Story)
Cerpen

Diambil dari kisah nyata seseorang.

Rahasia Suami Temanku

Namaku Salsa. Aku bekerja sebagai Quality Control line 30 di sebuah perusahaan garment di kota. Aku punya rahasia besar tentang suami Mbak Yanti yang harus aku sembunyikan.

Mbak Yanti adalah seorang operator mesin jahit. Dia tengah mengandung anak kedua. Saat itu usia kehamilannya baru lima bulan, perutnya sudah terlihat membuncit.

Jika tidak lembur, Mbak Yanti akan menunggu suaminya berjam-jam di depan pabrik. Tentu karena suaminya mengira ia pulang di jam biasa. Jika lama menunggu, ia akan meminjam ponsel pada siapa saja yang disekitarnya untuk sekedar mengirim wa. Jika tidak bosan ia lebih memilih menunggu suaminya berjam-jam. Pernah waktu itu ia bercerita padaku, jika ia menunggu suaminya sampai dua jam. Sementara saat itu hujan lebat. Cuaca sangat dingin. Aku benar-benar kasihan setiap mendengar ceritanya.

Kini aku sudah di pindahkan menjadi QC line 2 di gedung 2. Tentu aku sudah lama tak bertemu dengan Mbak Yanti. Saat pulang aku melihat Mbak Yanti tengah duduk sambil mengelus perutnya. Sementara itu musim hujan belum berganti. Aku benar-benar tak tega melihat Mbak Yanti duduk menunggu di tengah cuaca dingin seperti ini. Kemudian aku duduk di sampingnya.

"Mbak Yanti, gak lembur?" Tanyaku.

"Enggak. Mbak Sa."

"Suami belum jemput?"

"Belum, kayaknya dia jemput jam enam."

Padahal saat ini baru jam tiga lebih sedikit. Mbak Yanti pasti akan menunggu lama.

"Main ke kosku yuk, aku bawa payung. Daripada Mbak Yanti nunggu di sini, mending di kosanku. Nanti sambil istirahat di sana."

"Kosanmu jauh gak?"

"Enggak, cuma jalan sebentar kok, di belakang kedai mie ayam."

Mbak Yanti setuju. Aku mengeluarkan payung dari dalam tas.

Sampai di kosan, aku memesan dua mangkuk dan dua gelas teh panas lewat WA pada penjual Mie ayam di depan kosanku. Tentu tanpa sepengetahuan Mbak Yanti. Wajah Mbak Yanti sangat pucat. Mungkin dia lapar.

Aku menjamu Mbak Yanti seadanya sebelum mie ayam itu datang. Aku keluarkan setoples biskuit yang kupunya. Lalu kutuang air putih di gelas. Mbak Yanti meneguk sampai habis.

"Mbak, botol minumnya masih ada airnya gak?"

"Udah habis dari tadi, Mbak Sa."

Lalu kuminta dia menyerahkan botol untuk kuisi.

Mie ayam datang. Aku mengajaknya makan bersama. Dia terlihat sungkan.

"Jangan repot-repot, Mbak. Aku ke sini cuma main."

"Enggak ngrepotin sama sekali kok. Mbak makan-makan aja di sini. Tidur-tidur di sini juga gak papa."

Aku sangat senang ia mau memakan jamuanku dengan lahap.

"Mbak Sa masih jualan paket data?" tanya Mbak Yanti setelah selesai makan.

"Masih," jawabku.

"Tolong isi ke nomor suamiku yang paket biasa. Uangnya besok ya, Mbak. Aku lgi gak bawa uang lebih. Kayaknya suamiku gak punya paketan."

"Iya, Mbak gapapa."

Setelah mengirim paket data, Mbak Yanti meminjam ponselku. Dia bilang mau mengirim pesan pada suaminya. Biar tidak lama menunggu.

Beberapa menit kemudian, suaminya sampai di kosanku. Aku lihat suaminya begitu sayang pada Mbak Yanti.

Seminggu berikutnya Mbak Yanti juga aku ajak ke kosanku. Dia meminjam ponselku untuk menelepon.

"Mas, aku dikosan Mbak Salsa, yang dibelakang Mie Ayam."

Suami Mbak Yanti yang bernama Bayu itu menjemput di kosanku. Kali ini Mas Bayu mengucapkan terimakasih padaku. Tidak seperti kemarin yang hanya diam saja.
Sampai di sini aku belum ada masalah dengan Mas Bayu. Pertemananku dengan Mbak Yanti masih berjalan lancar.

Hari Minggu tiba. Aku baru saja selesai mandi dan mencuci baju. Sebuah pesan tanpa nama mengajakku bertemu.

"Ini siapa?"

"Aku Bayu. Suami Mbak Yanti."

"Ada apa Mas?" Tanyaku. Aku pikir ia akan bertanya tentang Mbak Yanti. Ternyata tidak.

"Kamu ada acara gak?"

"Enggak, aku kan libur mau beres-beres kos. Memang ada apa Mas?" Aku tak curiga.

"Aku mau ngajak kamu jalan."

Membaca pesan mas Bayu membuat darahku seakan mendingin.

"Maaf, aku gak bisa."

Aku lalu mematikan data. Aku pikir setelah aku menolak Mas Bayu, ia tak akan pernah berani ngechat aku lagi. Ternyata dugaanku salah. Setiap hari sepulang kerja selalu ada pesan darinya. Terutama di hari minggu. Tentu aku tak membalas pesanya.

Semakin aku menghindar, dia semakin berani untuk meneleponku. Bahkan ia menulis di pesanya, bahwa dia akan datang ke kosanku. Aku benar-benar muak.

Lalu kubalas chatnya.

"Mas, kamu tuh punya istri, harusnya kamu mikir! dia udah bantuin kamu cari nafkah malah kamu main-main dibelakang!"

"Sudahlah ... Gak usah munafik. Kamu jomblo kan. Kamu pasti kesepian. Kita jalan aja. Istriku gak bakalan tau."

Saat itu aku memang baru saja putus dengan pacarku. Tapi bukan berarti aku tak punya harga diri tanpa malu mau berkencan dengan suami temanku.

"Gila kamu,
ya!"

"Aku gak gila, istriku yang gila. Disuruh jangan lembur gak nurut sama suami. Istri harusnya nurut sama suami."

"Itu kan aturan pabrik Mas. Ya kamu harusnya ngertiin! Kalo ada masalah harusnya diselesein! Bukan malah nyari cewek lain. Itu namanya nambah masalah!" Geram sekali aku membaca pesan dari Mas Bayu.

Lalu kublokir nomer ponselnya.

Namun godaan Mas Bayu tak sampai di situ. Ia berani datang ke kosanku tanpa Istrinya. Kepalaku sangat pening waktu itu. Aku lekas mengunci pintu. Mengungsi ke kosan temanku.

"Sa, aku mau ngomong sama kamu," kata Mas Bayu lembut saat aku akan meninggalkannya.

Aku memandang dengan penuh kebencian padanya. "Apalagi?" tanyaku sewot sambil membenarkan ranselku. Aku sudah membawa baju, kawatir kalau-kalau Mas Bayu masih menunggu di depan kosku.

"Aku cuma mau bicara berdua, kamu jangan berpikir negatif."

Aku sudah biasa menghadapi buaya sepertinya. Tentu aku tak peduli dengan ucapannya yang sengaja di lembut-lembutkan.

"Kalo aku gak mau? Kamu mau apa?"

"Sa, gak usah munafik. Aku dah biasa jalan sama temen-temennya Yanti. Karyawan pabrik kaya kamu pasti kesepian sama kaya mereka. Yang lain juga mau kalo aku ajak jalan."

Kata-kata yang ia lontarkan padaku membuatku mengelus dada. Beristighfar berkali-kali. Berarti selama ini suami Mbak Yanti ....

"Astaghfirullah. Kamu yang munafik! Jangan samakan aku sama temen-temennya yang lain. Aku gak bakal mau! Mending kamu pulang sana!"

Setelah itu aku pergi ke kosan Desi. Di sana aku menangis sesenggukan. Aku merasa ketakutan. Temenku hanya mengelus pundaku karena mereka tak tahu ceritaku. Aku bilang pada temenku.

"Aku mau pindah kost di sini biar sama kamu."

"Loh, kan kamu baru bayar kost seminggu yang lalu? Sayanglah duitnya. Mending kamu betah-betahin. Nanti kalo akhir bulan baru kamu ke sini."

"Aku dah ga betah, Des."

"Ya udah kalo gak betah, gak usah dipaksa. Pindah aja."

Sebulan setelah aku pindah, aku melihat Mbak Yanti sedang menunggu di tempat biasa. Aku sebenarnya tak tega membiarkannya sendirian menunggu suaminya yang tak tau diri itu. Sementara aku tak mau Mas Bayu sampai tahu kediamanku yang baru.

"Maafkan aku Mbak Yanti. Aku harus tega demi kebaikanku dan kebaikan pernikahannmu." Aku berkata dalam hati.

Setelah itu aku pulang begitu saja. Aku merasa sangat bersalah padanya. Semenjak itu, aku memilih untuk melupakan Mbak Yanti. Aku tak pernah melihat Mbak Yanti dan tak pernah mendengar kabar darinya lagi.
gramediapubl701
penikmatbucin
Jengki.
Jengki. dan 15 lainnya memberi reputasi
16
3.6K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan