Kaskus

News

lowbrowAvatar border
TS
lowbrow
Rocky Gerung Sebut Tradisi Ibu Melahirkan di NTT Menyumbang Defisit IQ Nasional
Rocky Gerung Sebut Tradisi Ibu Melahirkan di NTT Menyumbang Defisit IQ Nasional

POS-KUPANG.COM - Akademisi dan pengamat kebijakan publik Rocky Gerung mengangkat tradisi ibu melahirkan di daerah-daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai penyumbang defisit IQ nasional Indonesia.

Pernyataan Rocky Gerung itu terekam dalam sebuah video pendek berdurasi 1,36 menit yang beredar di WhatsApp Group.

Dalam video Jurnal Perempuan tersebut , Rocky berada dalam satu meja dengan kaum ibu. Rocky yang berdiri di ujung meja tampaknya dihadirkan sebagai pembicara di sebuah forum yang membahas ketidakadilan.

Di sela pembicaraannya itu, dia menyebut sebuah tradisi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat seorang ibu melahirkan.

"NTT, ada satu daerah yang boleh disebut paling miskin di Indonesia, yang mempraktikkan suatu prinsip bahwa ibu setelah melahirkan dia harus tidur di dapur selama 40 hari, tidak boleh makan daging bersama bayinya.

Lalu kita berpikir kalau wisdom semacam itu tidak dipersoalkan oleh kebijakan publik, maka kita bisa bikin sebuah prediksi cepat-cepat bahwa dalam satu dekade ke depan IQ nasional kita akan tergerogoti oleh jumlah anak yang kekurangan oksigen, kekurangan zat besi yang disuplai oleh sebuah tradisi di NTT.

Dengan kata lain, IQ nasional akan defisit nol koma nol sekian poin hanya karena sebuah local wisdom yang berbahaya bagi pertumbuhan manusia.


Yang saya maksud adalah sering kebijakan publik tidak diselenggarakan dengan posisi teori yang kritis.

Jadi itu soalnya, sehingga in justice, tumbuh dan kita baru bisa lihat akibatnya setelah satu dua periode ke depan."

Beberapa anggota grup WhatsApp sempat memberi tanggapan mengenai kebenaran ucapan Rocky Gerung tersebut.

Dari tiga orang yang memberi tanggapan, semuanya membenarkan pernyataan Rocky Gerung, meskipun tradisi itu sudah pelan-pelan terkikis oleh pola hidup sehat yang disosialisasikan pemerintah.

Orang pertama yang menanggapi video tersebut adalah Sipri Pani, seorang warga Kupang yang lahir dan menjalani masa kecil hingga remaja di wilayah Kabupaten Ende, Flores, NTT.

"Betul kak, itu dulu ketika saya saya masih kecil. Ibu yang baru melahirkan tiap hari hanya makan bubur Jagung atau bubur nasi yang masak campur dengan daun Paria atau daun daun yang mengandung pahit. Itu selama beberapa minggu tidak boleh makan nasi atau dan daging. Dulu saya masih kecil saya menyaksikan juga kak, sekarang sudah tidak ada lagi kak," tulis Sipri Pani.

Komentar lain datang dari Rofinus Boys, seorang asli Pulau Timor yang berdomisili di Naimata, Kota Kupang, NTT.

"Di Timor juga begitu, apalagi yang namanya daging tidak boleh makan sampai 40 hari," tulis Rofinus.

"Masih ada pantangan atau 'pemali' yang harus dilakukan oleh ibu nifas. Saya masih temukan sampai beberapa tahun lalu di wilayah TTS (Timor Tengah Selatan)," kata Sipri D. Nar, warga NTT kelahiran Manggarai Flores NTT.

Dalam konteks IQ (Intelligence quotient = skor total yang diperoleh dari serangkaian tes atau subtes standar yang dirancang untuk menilai kecerdasan manusia), secara umum akhir-akhir ini dikaitkan dengan gizi buruk.

Berdasarkan data BPS (2018), rasio penderita gizi buruk di Nusa Tenggara Timur sebesar 9,7. Artinya, ada 9 orang setiap 10 ribu penduduk di NTT yang menderita gizi buruk.

Rasio tersebut merupakan yang tertinggi secara nasional. Di posisi kedua adalah Papua (6,3), ketiga Maluku Utara (4,5), keempat Gorontalo (2,9), dan kelima Maluku (2,8).

Rasio penderita gizi buruk di kelima provinsi tersebut cukup jauh berada di atas rata-rata rasio nasional yang sebesar 1,7 terutama Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gizi buruk atau yang dikenal dengan kwashiorkor merupakan salah satu bentuk malnutrisi. Malnutrisi dapat dipahami sebagai kesalahan dalam pemberian nutrisi baik berupa kekurangan ataupun kelebihan nutrisi. Gizi buruk kebanyakan menyerang anak-anak di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut WHO (2017), secara global sebanyak 462 juta orang dewasa menderita kekurangan berat badan dan sekitar 1,9 miliar orang dewasa mengalami berat badan berlebih dan obesitas. Pada anak-anak, diperkirakan sejumlah 155 juta anak mengalami tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia dan 41 juta anak mengalami berat badan berlebih dan obesitas (sumber: databoks.katadata.co.id)

Akhir-akhir ini pun Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur gencar dengan program menurunkan angka stunting.

Tidak hanya Pemprov NTT, gereja lokal pun turut mengampanyekan program penurunan angka stunting tersebut.

Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang pada kesempatan rekoleksi masa Prapaskah 2022 di aula Gereja Assumpta Kupang, menugaskan para pastor paroki untuk mendata dan menangani kasus stunting di wilayah parokinya masing-masing.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Pencegahan stunting bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih (dinkes.karanganyarkab.go.id).

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, sebagaimana dilansir kompas.com 3 Maret 2022, masih ada 15 kabupaten di NTT yang berkategori merah dalam kasus stunting.

Penyematan status merah tersebut yakni wilayah yang prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka.

Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen.

Sementara sisanya, tujuh kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur.

Bahkan tiga daerah seperti Kabupaten Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satu pun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berprevalensi stunting antara 10 hingga 20 persen.

Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

“Saya yakin dengan fokus kepada konvergensi tingkat desa sangat menentukan penerimaan paket manfaat kepada keluarga berisiko stunting," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Kamis 3 Maret 2022.

Menurut Hasto, pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga kelurahan atau desa harus disegerakan.

"Keberadaan TPPS di semua tingkatan pemerintahan sangat membantu pencapaian target penurunan angka stunting,” ujar Hasto.

Menurut Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional ini, kecenderungan rata-rata penurunan stunting di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2019 berkisar 0,3 persen.

Sementara, target penurunan stunting dari tahun 2020 hingga 2024 harus berkisar di angka 2,5 persen.

Angka stunting 14 persen yang menjadi target nasional di 2024 diyakini akan tercapai termasuk kontribusi dari NTT.

Dia menjelaskan, persoalan stunting yang ada di masyarakat, tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka.

"Persoalan stunting adalah persoalan bangsa yang harus kita tuntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan," kata dia. (*)

https://kupang.tribunnews.com/amp/20...it-iq-nasional
0
1.7K
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan