Curigai Ada Praktik Pembelian WTP, Mahfud MD: Menghilangkan Kepercayaan Publik pada
TS
yellowmarker
Curigai Ada Praktik Pembelian WTP, Mahfud MD: Menghilangkan Kepercayaan Publik pada
BPK
30 April 2022 - 07:06 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD mencurigai masih adanya jual beli untuk mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Foto/MPI
Erfan Maaruf
JAKARTA -Menko Polhukam Mahfud MD mencurigai masih adanya jual beli untuk mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) . Dia menyebut jika hal itu terus terjadi akan terjadi hilangnya kepercayaan masyarakat.
Hal itu merespons keterlibatan sejumlah pegawai BPK dalam kasus suap Bupati Bogor Ade Yasin agar Bogor mendapatkan predikat WTP. Baca juga: KPK Ngaku Kantongi Bukti Kuat Suap Bupati Bogor Ade Yasin ke Anggota BPK Jabar
"Kita banyak melihat instansi-instansi yang WTP itu banyak juga yang korupsi di dalamnya. Oleh sebab itu, kita berharap agar BPK juga membenahi diri agar tidak ada. Dulu kan ada isu WTP itu ada harganya jangan-jangan ini masih ada," ujar Mahfud, Sabtu (30/4/2022).
Dia juga menjelaskan saat dulu dirinya masih menjadi Ketua MK dia pernah bertanya tentang instansi yang dipimpinnya selalu mendapatkan WTP. Dia menilai dari penilai bahwa peluang untuk melakukan kecurangan mendapatkan WTP tersebut masih ada.
"Saya melihatnya memang peluang untuk tidak baik itu masih ada. Oleh sebab itu, tahun 2012 itu saya bilang supaya di BPK itu mekanismenya diperketat. Jangan ada lagi isu WTP bisa dibeli," jelasnya.
Dia menyebut jika hal itu terus terjadi masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus Bupati Bogor harus menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali.
"Katanya sih yang di Bogor kalau saya baca kan kasarnya mau membeli WTP. Nah itu akan menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap BPK kalau itu masih terjadi," pungkasnya.
4 Kali Berturut-turut, Pemprov DKI Jakarta Kembali Raih WTP dari BPK
Kompas.com - 31/05/2021, 14:01 WIB Pembacaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) laporan keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2020 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Ruang Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (31/5/2021)(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)
Penulis Singgih Wiryono | Editor Sabrina Asril
JAKARTA, KOMPAS.com- Provinsi DKI Jakarta kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Opini WTP tersebut diserahkan langsung BPK kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam rapat paripurna penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas laporan keuangan pemerintah daerah DKI Jakarta tahun 2020.
"Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020, termasuk implementasi atas rencana aksi yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menindaklanjuti rekomendasi, maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian," ujar Anggota V BPK RI Barullah Akbar di Ruang Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (31/5/2021).
Opini WTP kali ini merupakan WTP keempat yang diraih Pemprov DKI Jakarta secara berturut-turut.
WTP diraih Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 2017 dan terus meraih predikat tertinggi dalam pemeriksaan BPK itu di tahun 2018, 2019 dan tahun 2020.
Dikutip dari bpk.go.id, berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) jenis Opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
3. Opini Tidak Wajar atau adversed opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Opini WTP yang Tak Pernah Sekali Pun Diraih Jokowi-Ahok-Djarot...
Kompas.com - 13/10/2017, 08:49 WIB
Penulis Jessi Carina | EditorDian Maharani
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak Joko Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta, laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. WDP pertama diterima untuk laporan keuangan tahun anggaran 2013.
Pemprov DKI Jakarta lagi-lagi mendapat predikat WDP pada laporan keuangan tahun anggaran 2014. Saat pemerintahan dipimpin oleh Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, laporan keuangan terus-menerus WDP.
Artinya, sudah empat tahun berturut-turut Pemprov DKI mendapat WDP dan tidak pernah meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Pemerintahan Djarot sesaat lagi akan berakhir.
Laporan keuangan untuk tahun anggaran 2017 baru keluar pada tahun depan. Jika WDP lagi, maka pemerintahan Jokowi-Ahok-Djarot benar-benar tidak pernah menerima WTP sepanjang periode. Sebenarnya, apa masalah Pemprov DKI sehingga sulit mendapatkan WTP?
Inventarisasi aset
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan saat ini Pemprov DKI memiliki masalah dalam inventarisasi aset.
"Inventarisasi aset itu kami masih proses dan nanti semua mau menggunakan e-aset ya," ujar Djarot saat wawancara khusus bersama Kompas.com, Senin (4/9/2017).
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah juga pernah berkomentar soal masalah aset yang menjadi penghalang Pemprov DKI dalam mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Pemprov DKI tidak memiliki pencatatan aset yang baik sehingga seringkali diklaim orang lain. Masalah aset ini terus menerus muncul dalam laporan keuangan BPK dan membuat Pemprov tidak pernah meraih WTP.
Menurut Saefullah, masalah aset sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya. Masalah aset yang masih tersisa saat ini merupakan akumulasi dari tahun sebelumnya.
"Sejak DKI ini ada, asetnya tidak dicatat dengan baik dan akan kami selesaikan sekarang. Orang berpikiran ada pekerjaan yang enggak beres di 2016, padahal bukan begitu, ini akumulasi," kata Saefullah.
Pemprov DKI Jakarta sudah mulai membenahi aset dengan membuat badan aset secara khusus. Nantinya, setiap aset milik DKI Jakarta memiliki kode dan tercatat secara digital.
"Tanpa digital, enggak mungkin lagi kita bisa simpan harta DKI yang begitu banyak," kata Saefullah.
Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Achmad Firdaus membenarkan pihaknya saat ini sedang membangun sistim inventarisasi aset. Sebelumnya, pencatatan aset hanya dilakukan secara manual saja. Firdaus mengatakan butuh sebuah sistim teknologi untuk mendata aset-aset milik DKI Jakarta.
"Sistim informasi aset ini memang rekomendasi dari BPK. Jadi BPK meminta untuk menyempurnakan sistim informasi aset," ujar Firdaus.
Tidak mengejar WTP
Beberapa kali Djarot sendiri menyampaikan bahwa dia tidak pernah mengejar predikat WTP. Dia tidak kecewa Pemprov DKI belum mendapatkan WTP selama 4 tahun terakhir ini.
"Saya tidak apa-apa Jakarta belum sampai pada WTP karena itu bukan tujuan kami, tujuan kami adalah bagaimana pengelolaan keuangan di DKI itu efisien dan tidak dikorup," kata Djarot.
Dia juga pernah menyinggung instansi-instansi yang hanya mengejar WTP dari BPK RI. Instansi-instansi itu mengejar opini WTP tetapi tidak memikirkan substansi dari pekerjaan yang mereka lakukan.
"Pokoknya WTP, meskipun nanti amburadul di dalam enggak peduli, enggak tercapai tujuannya enggak peduli, tepat pada sasaran tidak enggak peduli, asalkan secara administrasi beres semua. Masa begitu," kata Djarot.