- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Deplu AS Soroti Intimidasi terhadap Ahmadiyah di Indonesia


TS
kutarominami69
Deplu AS Soroti Intimidasi terhadap Ahmadiyah di Indonesia

Penganut Ahmadiyah melaksanakan salat dzuhur berjamaah usai peringatan Isra Mi'raj di Bandung, Jawa Barat, Rabu, 3 April 2019 siang. (VOA/Rio Tuasikal)
Dalam laporan "2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia,” Deplu AS menyoroti intimidasi terhadap komunitas Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat. Ini bukan pertama kalinya persekusi Ahmadiyah di Indonesia disorot Kemenlu AS.
Dalam laporan yang dirilis 12 April itu, Pemerintah AS menyoroti perusakan masjid Ahmadiyah di Sintang, Februari lalu. Deplu AS mendokumentasikan bahwa perusakan itu didahului demonstrasi dan surat edaran pembongkaran masjid.
Persekusi terhadap komunitas Ahmadiyah di Indonesia juga pernah disorot dalam laporan “2020 International Religious Freedom” Deplu AS. Laporan itu menyebut bahwa Ahmadiyah, bersama komunitas Syiah, merasa di bawah tekanan kelompok intoleran. Laporan itu mencatat kemunculan perda-perda diskriminatif terhadap Ahmadiyah, seperti di Kabupaten Bogor.
Ahmadiyah Mengalami Paling Banyak Kekerasan
Penelitian SETARA Institute di Indonesia mengonfirmasi bahwa Ahmadiyah adalah kelompok yang paling banyak mengalami kekerasan. Peneliti SETARA, Ikhsan Yosarie, mengatakan dari 2.713 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama pada 2007-2020, 570 peristiwa atau sekitar 21% dialami oleh komunitas Ahmadiyah.
“Jadi kita bukan lagi dalam hitungan satu, dua, atau satuan. Tetapi sudah ratusan. Jadi dengan angka segitu sudah seharusnya pembahasan dan jaminan kelompok Minoritas Ahmadiyah perlu semakin ditingkatkan dan jadi diskusi publik,” ujarnya dalam peluncuran penelitian inklusi Ahmadiyah di Jakarta, Kamis (21/4).

Anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) membagikan takjil gratis di depan masjidnya yang disegel. (Foto: Rio Tuasikal/VOA)
Penelitian SETARA mengungkap bahwa kekerasan terhadap kelompok ini mulai muncul pasca Orde Baru, yang diperparah dengan berbagai peraturan diskriminatif.
“Jadi kekerasan atau intoleransi itu mulai melembaga. Kemudian pada 2008 juga lahirnya SKB 3 Menteri menjadi pemicu utama ramainya diskriminasi terhadap JAI. Karen peraturan di skala nasional itu jadi justifikasi ke bawah-bawahnya. Bisa kita lihat pasca 2008 larangan terhadap Ahmadiyah lahir di daerah-daerah,” terangnya.
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, ada 35 perda diskriminatif yang menyasar komunitas Ahmadiyah.
Ahmadiyah Berbaur Sejak Lama
Tingginya kekerasan terhadap Ahmadiyah menjadi ironi karena, sebagaimana diungkap penelitian ini, komunitas Ahmadiyah sudah berbaur dengan masyarakat luas sejak lama.
Peneliti SETARA, Sayyidatul Insiyah, mengatakan bahwa Ahmadiyah aktif dalam berbagai kegiatan sosial lewat berbagai sayap organisasinya. Organisasi Lajnah Imaillah (LI), misalnya, adalah pendonor mata terbanyak di Indonesia.
“Organisasi Lajnah Imaillah (LI) juga berkontribusi aktif memberikan donasi berupa sumbangan terhadap korban tsunami Aceh. Cukup besar kontribusinya, kami menemukan kontribusinya 3,5 miliar Rupiah, dan juga mengrimkan 100 dokter ke lokasi tsunami pada 2004,” terangnya.

Ahmadiyah Depok Jalani Ramadan dalam Senyap
Penelitian ini juga mencatat bahwa komunitas Ahmadiyah di Konawe Selatan dan Manislor berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat.
Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana, mengatakan bahwa pihaknya telah berbaur sejak hadir di Indonesia pada 1925. Pada masa kemerdekaan RI, khalifah Ahmadiyah menyerukan pengakuan Indonesia sebagai bangsa merdeka. Hal itu dia perintahkan kepada seluruh mubaligh Ahmadiyah di Eropa, Asia, dan Amerika.
“Ini menggambarkan bahwa inklusi Ahmadiyah itu sudah sejak sangat awal sekali. Di masa awal-awal kemerdekaan Ri sudah sangat berperan. Misalnya juga ketua PB JAI yang pertama, Rd Moehyidin, itu menjadi Sekretaris Panitia HUT RI yang pertama,” paparnya.
Yendra menyebut bahwa Ahmadiyah juga berperan mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Atlet badminton Olich Solichin menyabet Piala Thomas pada 1958 dan Tutang Djamaluddin menyabet medali Asian Games 1962. “Jadi sudah sejak lama Ahmadi itu adalah orang-orang yang inklusif, cair, dan ingin berperan dalam setiap gerakan kemanusiaan dan kebangsaan,” tambahnya.

Ruangan masjid Al Hidayah nampak kosong dan lama tidak digunakan. (Foto: Rio Tuasikal/VOA)
Berbagai catatan itu menunjukkan bahwa komunitas Ahmadiyah telah berkontribusi merawat keindonesiaan, ujar Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti. Dia berharap semakin banyak anggota masyarakat yang mengetahui kiprah masyarakat Ahmadiyah.
“Jemaat Ahmadiyah ini sebagai bagian dari warga bangsa yang sebenarnya bukan ancaman bagi negara ini. Bahkan berkontribusi merawat keindonesiaan dan mengembangkan nila-nilai kearifan,” ujarnya merespon penelitian SETARA.
“Jadi komunitas ini meretas prasangka dan diskriminasi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Mengembangkan kerjasama yang menembus sekat keragaman,” tambahnya. [rt/em]
https://www.voaindonesia.com/a/kemen...a/6545808.html
Miris sekali


muhamad.hanif.2 memberi reputasi
-1
749
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan