tyasnitinegoroAvatar border
TS
tyasnitinegoro
MBAH MOJO GENI
KISAH PERJALANAN MBAH MOJO GENI




Aku hanya anak seorang petani desa yang mendapat banyak penindasaan dari penjajah negri yang selalu dirampas hasil bumi. Perampokan merajalela demi kelangsungan hidup. Hingga terbesit keinginan diri untuk belajar ilmu bela diri. Dari padepokan, aku belajar ilmu silat yang hanya mengandalkan penapakan luar atau yang dikenal dengan sebutan jurus. Setelah bertahun-tahun belajar, kini membuahkan hasil. Kepiawaian gerakan, kelenturan tubuh dan juga terbentuknya fisik. Belajar dari kecil sampai kini usia ku sudah matang untuk menapaki kerasnya dunia. Sampai di suatu malam sepulang dari menonton pertunjukan wayang dikampung. Aku melihat orang tua yang sedang dihadang oleh dua orang perampok. Entah apa yang akan mereka rampok dari orang tua itu yang kelihatannya tidak membawa harta benda. Sampai aku berniat untuk membantu kakek tua itu, namun tiba-tiba golok milik perampok menebas tepat di dadanya.

"Mati!! "Teriak ku.

Namun kakek itu malah tersenyum.

"Gamanmu kurang landep"
(Golokmu kurang tajam)

Lalu satu lagi dari orang itu mengayunkan goloknya tepat di kepala kakek. Sekitaran jarak sejengkal atau kurang lebih nya tiga puluh centi golok tajam itu terhenti dengan sendirinya tanpa menyentuh ikat kepala yang dikenakan kakek itu.

"Wes...Wes...anggonmu gojek"
(Sudah.. sudah... Cukup kalian bermain-main)

Belum sampai berhenti, terbesit akan ilmu milik kakek tiba-tiba dengan secepat kilat kakek itu menghancurkan batu besar disebelah kirinya hanya dengan sekali pukul. Golok perampok itu berjatuhan ke tanah disusul dengan tubuh gemetaran, mereka tersimpuh tanpa bergerak. Aku yang masih terdiam dengan posisi berdiri, menyaksikan kesaktian itu. Hingga tanpa aku sadari beliau sudah berjalan menjauh.

"Kyai, tunggu, kyai" Teriakku memanggilnya.

Dengan berlari aku susul tubuh tua yang berjalan itu, hingga beliau menghentikan langkahnya.
"Ngapunten kyai, tenggo sekedap" Kataku.
(Maaf kyai, tunggu sebentar)

"Kui mau lembu sekilan" Balasnya tanpa di tanya.
(itu tadi lembu sekilan) Kakek itu menjawab pertanyaan hati ku sebelum aku bertanya.

"Mlaku ngetan kanti restuku yen siro krentek ati"
(Berjalanlah ke timur dengan restuku jika kamu berkenan dengan hati)

"Dawuh kyai, anampi restu kyai" Jawabku yang kini melihat kakek itu berlalu pergi.
(Siap melaksanakan tugas kyai, menerima dengan restu kyai)

"Siapa beliau kang??" Tanya dua perampok tadi yang kini ada di sampingku.

"Aku juga tidak tau, beliau hanya memberi titah untukku berjalan ke timur maka beliau akan menjumpai ku" Jawab ku menjelaskan ke mereka yang masih dalam keadaan gemetar.

"Saya ikut kang"
"Saya juga ikut kang" Ungkap mereka berdua

"Ya besok kita bertiga ke timur, aku pulang dulu untuk mengambil beberapa baju dan berpamitan bopo juga biyung ku" Pungkasku.

Quote:


Setelah berpamitan dan membawa beberapa pakaian. Ku niatkan langkah ini mengikuti amanah sang kakek tua. Perjalanan menuju timur yang tidak pernah tau dimana arah dan tujuannya. Di sisi desa telah kulihat dua orang menunggu ku. Ya, dua perampok semalam yang ingin ikut serta menemukan ilmu yang dimiliki sang Kyai.

"Sebelum kita lakukan perjalanan, siapa nama kalian berdua" Tanya ku pada mereka

"Aku Jati Waringin Kang dan dia adik ku Jati Randu" Jawabnya

"Ohh.. jadi kisanak ini yang dijuluki begal tunggal jati itu" Tanyaku penasaran.

"Iya kang, benar itu"

"Kalau kepala kalian saya bawa ke Kadipaten, dapat upah saya kang" Jawab ku sambil tertawa

"Kami taubat kang"

"Kenapa?? dengan kejadian semalam itu??" Makin tertawa aku dibuatnya

"Iya kang, golok yang kami miliki ini bukan golok sembarangan, tapi tidak mempan ditubuh kyai itu" jelas Jati Randu pada ku.

"Memang golok yang kisanak miliki itu apa??" Tanyaku masih penasaran.

"Sepasang golok iblis Mandala siluman kang" Jawabnya.

Sepasang golok yang sangat diminati oleh para pendekar golongan hitam. Pantas mereka menjadi perampok karena memiliki gaman atau pusaka sakti. Namun pusaka yang mereka miliki ini tak mampu menggores orang tua sakti itu. Betapa dahsyatnya "ilmu lembu sekilan" yang di milikinya.

"Karena golok kami tak sanggup menembus perisai ghaib kyai itu, kami putuskan untuk menjadi murid beliau dan bertaubat kang" Penjelasan Jati Waringin pada ku

"Ya sudah mari kita jalan. Yang perlu kita ingat diatas langit masih ada langit, jangan berpuas diri dengan apa yang kita miliki saat ini, belum tentu itu yang terbaik"

"Iya kang, mari kita mulai perjalanan" Pungkas Jati Waringin

Kami bertiga melangkah mencari sumber ilmu yang tak pernah tau dimana letaknya. Sangat jauh berbeda orang mencari ilmu jaman dulu dengan kita jaman sekarang, yang hanya tinggal menerima. Sudah enak, masih malas. Perjalanan yang terus mereka cari menyusuri hutan yang sangat lebat terlihat singup menampakan keangkeran diarea itu. Sampai senja hari mereka berjalan hingga haus pun dirasakan. Dibawah pohon yang sangat besar, keluarlah mata air dari sela-sela akar kokohnya. Aku memutuskan untuk beristirahat dan meminum air itu... sampai tiba-tiba terdengar suara.

"Manusia tidak punya sopan santun" Terdengar suara wanita dari pohon itu

"Siapa kamu? perlihatkan wujud mu" Aku yang penasaran dengan suara tanpa wujud itu menjawab dengan sedikit menantang. Seketika melesat seekor rusa dari balik pohon itu, hanya dengan empat kali melompat rusa itu sudah tepat berdiri disisi kanan ku.

"Awas kang" teriak Jati waringin dan menarik tangan kiri ku untuk menjauh beberapa langkah.

"Siluman terkutuk !! siapa kamu sebenarnya" teriak Jati Randu

Asap putih melintas tiba-tiba, hanya sekedipan mata rusa itu kini berubah wujud menjadi sosok wanita yang anggun nan cantik.

"Sepasang golok mandala siluman!! kalian kira dengan berbekal itu seenaknya bisa mengotori tempat ku!!'' teriak sosok wanita itu.

"Kami hanya kebetulan lewat dan menumpang istirahat sambil meminum air disumber itu" Terang ku pada makhluk itu.

"Siapa yang mengijinkan mu, hah!!" Bentak sosok wanita itu.

"Maaf kan kelancangan kami. siapa anda sebenarnya, Nyai??" Aku mecoba meminta maaf dengan nada yang sopan

Namun tiba-tiba keluar suara tantangan dari Jati Randu.

"Banyak bicara maju kamu iblis betina" Teriak Jati Randu

Dia berlari sambil mengayunkan golok untuk menebas makhluk itu, namun tebasan itu sia-sia karena ketika golok iblis itu ditebaskan, sosok itu berubah menjadi kabut putih dan seketika berubah menjadi wujud wanita lagi.

"Hahahahahaa…manusia bodoh!!" Ungkapnya.

Kekehan dan umpatan amarah itu mengancam Jati Randu yang masih berdiri dengan kuda-kuda nya.

"Cukup!!" Teriak ku mencoba menghentikan pertarungan yang jelas akan membuat Jati Randu kalah jika diteruskan.

Hingga wanita itu melayang diudara sambil tertawa dan berkata.

"Masih banyak manusia bodoh seperti kalian dijagad ini!! bermulut besar tidak memiliki kemampuan sedikit pun!!"

"Siapa, Nyai sebenarnya?" ucap Jati Randu yang merasa kalah oleh nya tanpa perlawanan sedikit pun

"Aku Dewi Kidang Kuneng! Ratu dialas ini, dan kalian manusia sombong berani sekali menginjakan kaki busuk kalian dialas kekuasaan ku"

"Kami hanya berjalan saja bertujuan kearah timur, dan memohon maaf atas segala kelancangan kami bertiga, Nyai Dewi" Ucapku menjelaskan juga meminta maaf.

"Pergilah kalian dari sini, keluar lah sebelum fajar atau nyawa kalian akan dilumat oleh makhluk penghuni sini, hahahahaa"

Sosok itu menghilang dari hadapan kami dengan ancaman yang sangat mengerikan.

Quote:


Pertarungan yang tanpa perlawanan itu terjadi oleh Jati Randu dengan Dewi Kidang Kuneng atau siluman rusa betina penunggu alas yang memiliki belik (sumber mata air). Akhirnya pertarungan itu diakhiri dengan menghilangnya sosok wanita itu dengan menyuruh kami bertiga segera meninggalkan alas angker itu sebelum fajar. Perjalanan kami lanjutkan dengan berlari agar segera keluar dari belik misterius ini. Sampai langkah kami terhenti oleh sungai yang membentang luas dengan arus nya yang sangat deras.

"Kang kita sudah sampai kali Selo Projo" jelas Jati Waringin

"Kita harus sebrangi sungai ini dan terus susuri hutan sampai tanah Tidar" jawab ku sambil mengajak kedua Tunggal Jati.

"Ayo kang sebelum terbit matahari kita harus di sebrang sungai" ajak Jati Randu

Quote:


Kembali ke penyebrangan, aku dan dua tunggal Jati harus menghanyutkan diri untuk menggapai seberang sungai Selo Projo yang menghubungkan laut selatan dengan Merapi. Sudah sangat jelas jin penunggu Selo Projo sangat tidak terhitung jumlah dan jenisnya.
Akhirnya dengan perjuangan dan pertempuran, aku berhasil menyeberangi kali luas ini. Namun sampai ditepian sungai, aku belum melihat kedua tunggal Jati tersebut. Kemudian menunggu ditepian hutan sembari membuat perapian sebagai tanda untuk mereka.

Ketika fajar menyingsing

"Kang ... kang Mojo" Suara panggilan dari kejauhan

"Siapa itu"

"Aku Jati Waringin kang"

Jati Waringin yang kulihat berjalan mendekat seorang diri.

"Dimana adik mu, Jati Randu??" tanya ku

"Tidak tau kang, aku sendirian sampai tepian sungai, lalu aku lihat asap hingga aku mengikuti sampai sini" jelasnya.

Kini hanya tinggal Jati Randu yang belum sampai. Entah dia selamat atau tidak saat mengarungi sungai Selo Projo yang penuh akan dedemit itu. Kami menunggu sampai siang hari sambil membakar pisang yang kami temukan. Karena hanya menemukan pisang yang belum masak, akhirnya kami bakar untuk dimakan.

"Bagaimana kalau kita susuri sungai sambil mencari adik saya kang" ucap Jati Waringin padaku

"Iya mari kang kita cari Jati Randu sambil mencari jalan keluar"

Lalu kami berdua menyusuri tepian sungai sambil mencari. Sesekali juga meneriakkan nama Jati Randu. Sampai senja hari pun tiba, langit temaram terlihat cahaya warna jingga diujung cakrawala bagian barat. Akhirnya kami menemukan sebuah desa di atas tebing sungai.
Sayu terdengar lantunan gending gamelan. Di depan rumah warga yang berplataran luas, sedang riuh berkumpulnya warga desa yang menyaksikan ledek yang sedang menari.

"Ini desa manusia apa lelembut ya kang??" tanya ku penuh keraguan sama Jati Waringin
"Alah sudah lah kang, kita lihat saja, mereka itu manusia apa dedemit alas sini" Jawab Jati Waringin.

Quote:


Derasnya arus sungai membuat Jati Randu belum terlihat batang hidungnya. Kami putuskan menyusuri sungai untuk mencarinya. Sampai tiba dibawah desa yang sedang mengadakan pertunjukan tari ledek. Antara yakin dan tidak, ditengah alas ini ada sebuah desa. Kami berjalan memasuki kerumunan itu dan melihat para among memainkan gamelan. Ada empat wanita yang sedang menari melenggak-lenggok ditonton oleh seluruh warga desa. Sampai kami ditegur oleh seseorang.

"Kisanak, sugeng rawuh wonten dusun engasn mbudur" Ucap seorang Perangkat Desa yang menegur juga mengucapkan selamat datang. (Kisanak, selamat datang didesa engasn mbudur)

"Matur sembah nuwun kyai dipun tampi wonten dhalem puniko" Jawabku.
(Terima kasih banyak kyai, sudah diterima di desa ini)

"Monggo pinarak kisanak" (Mari mampir kisanak) Ajak bayan desa itu mengajak kami ke dalam rumah nya.

Dan ternyata di dalam rumah itu sangat banyak orang yang sedang merawat Jati Randu.

"Loh, muniko sanak kadhang dalem sinuwun" (Loh, itu saudara saya sinuwun) ucap Jati Waringin kepada pemimpin desa.

"Njih kisanak muniko dipun pinanggih wonten lepen Selo Projo "(Iya kisanak ini ditemukan ditepi sungai Selo Projo) jawab bayan desa tersebut.

Bayan dalam istilah sekarang itu perangkat desa yang menjabat sebagai wakil kepala desa.
Jati Randu ditemukan dalam keadaan pingsan di hulu sungai lalu dibawa oleh warga desa yang kebetulan sedang mengadakan sukuran panen desa yang melimpah ruah. Di daerah ini rata-rata petani palawija. Bekerja diperkebunan pala milik pemerintah keraton yang dipegang oleh kolonial Belanda dimasa itu. Perkebunan pala sekarang dikenal dengan kebon polo. Mungkin warga sekitar akan faham dan tau daerah ini yang masih berada di tanah Tidar (gunung Tidar).

Keesokan harinya setelah Jati Randu sudah pulih, kami bertiga kembali melanjutkan perjalanan menapaki belantara alas Gelangglang (magelang) Yang masih menjadi hutan belantara waktu itu. Era ini masih menjadi kawasan hutan belantara. Bagi yang ingin mengetahui sejarah berdirinya kota Magelang silahkan untuk cari kisah nya, karena terlalu panjang jika saya tuangkan di sini.

Di pengembaraan kami bertiga saat menapaki perbukitan dimalam itu, kembali kami dihadang oleh makhluk tinggi besar dengan wajah menyeramkan. Taring yang sangar menjadi gading disela bibir besarnya, mata merah melotot, badan berkulit hitam dan dipenuhi bulu seperti beruk gunung. Hanya mengenakan selembar kulit pohon tua untuk menutupi bagian auratnya.
Suara yang serak menyeramkan itu mulai tertawa dan berkata.

"Hahaha...anak manusia!! Akan ku jadikan kalian makan malam ku" tutur demit tersebut.

Makhluk jenis Gendruwo ini menghadang perjalanan kami bertiga, dengan cakarnya dia menggaruk-garuk rambut gimbal nya.

"Siapa kisanak. kami hanya mau melanjutkan perjalanan dan sekedar lewat di daerah bumi Tidar ini" Jelas Jati Waringin kepada raksasa berbulu itu.

"Aku utusan kyai Semar, sesepuh Tidar. jika kalian melewati area ini maka kalian akan jadi makan malam ku!! hahahahaa"

"Kyai Semar sudah tertunduk oleh Kanjeng Kyai Subakir juga Kanjeng kyai Jangkung. kami sanak cucu nya hanya melakukan perjalanan kearah timur"

Hingga makhluk itu tertawa dan angin meniup disekitaran area itu. Aku mengucapkan dua nama itu seketika Gendruwo hitam itu menghilang, seakan takut mendengar dua nama kanjeng kyai tersebut.

Quote:


Perjalanan tiga sahabat ini masih sangat jauh hingga banyak peristiwa yang mereka lalui. Sementara keberadaan kakek sakti itu belum juga ditemukan. Penelusuran tanah demi tanah yang angker dengan penuh prahara selalu mudah mereka lalui. Seakan perjalanan mereka bertiga sudah di ridhoi atau mendapat perlindungan khusus dari Tuhan. Tanah Tidar mereka lalui dan terus menyusuri angkernya alas Gelangglang. Kini mereka memusuki sebuah desa yang dilanda pagebluk. Gagalnya panen, tanah kering tandus, rakyat yang dilanda kelaparan. Siang yang menyengat membakar bumi. Angin berhembus meniupkan debu dan ranting-ranting kering.

"Kenapa disini tanah begitu kering, sementara kita baru saja keluar dari lebatnya hutan" Seruan ku kepada Tunggal Jati

"Apakah tanah ini terkena kutukan Kang??" tanya Jati Waringin

"Sepertinya ada yang tidak beres dengan bumi yang kita pijak ini kang" imbuh Jati Randu ikut membahas.

"Sebaiknya kita segera mencari sumber air agar tidak terpanggang di bumi yang tandus ini kang" ajak ku kepada mereka berdua

Sejauh kaki ini menapaki tanah kering yang terbelah, kami di sambut sebuah desa yang hampir semua penduduknya dilanda kelaparan. Mayat bergelimpangan dipelataran rumah, ruak burung gagak banyak berputar-putar di angkasa. Hingga ada anak kecil kurus kering tanpa daya dan tenaga merangkak ke arah kami.

"Lapar... haus" Suara rintihan bocah tak berdaya, di akhiri dengan debu berhembus dari nafasnya.

"Mati dia kang" ucap Jati Randu yang mengecek nadi bocah itu

"Ini pagebluk dari mana, sampai begini keadaan negri" Mengiba ku pada mereka yang nanar menyaksikan semua ini.

"Kita bergegas bergerak kang, sebelum mati kehausan seperti mereka" ajak Jati Waringin

"Kita jalan, setelah menemui mata air bawa kesini untuk manusia yang masih hidup"

Sampai ditengah perjalanan kami menemukan sebuah candi yang mengeluarkan air panas dan berbau belerang. Seakan seperti pemandian yang ditinggalkan dimasa itu.
Quote:

Sampai disini, kami mencari sumber air yang bisa diminum, namun nihil. Yang ada hanya dua buah kolam berisi air mendidih karena belerang.

"Kalian mencari apa ketanah ini"

Terdengar suara orang lain dibarengi munculnya sosok putri muda yang sangat cantik

"Kami mencari air untuk kehidupan kanjeng ratu" jawab ku yang menyimpulkan wanita ini seperti putri dari sebuah kerjaan

"Jangan panggil aku seperti itu, nama ku ENGGAR KLUWUNG UNGU abdi dalem yang diutus keraton kidul untuk melihat bumi yang dilanda kegersangan karena sebuah dosa anak manusia" Jelas bahwa sosok ini seorang abdi dalem dari kerjaan selatan yang diutus untuk melihat keadaan dibumi ini.

"Maaf gusti, siapa gerangan manusia yang melakukan kesalahan itu??" tanya Jati Waringin yang mewakili pertanyaan kami semua.

"Ada seorang manusia yang gagal menyelesaikan pertapaannya, karena tidak mampu membendung godaan hawa nafsunya sendiri yang menjadikan dampak kemarau ini sebagai pengganti kesalahannya" Jawab Gusti Enggar

"Ilmu seperti apa itu hingga kegagalannya berdampak keseluruh Negri??" Tanya ku heran akan penjelasan itu.

"Ilmu iblis betara karang. Mengharap keabadian hidup dengan persekutuan manusia dengan iblis" Jelas Gusti Enggar.

Ilmu sesat ini yang melakukan harus bersekutu dengan iblis dan melakukan pertapaan untuk kesempurnaan ilmu. Merubah raganya menjadi jenglot (betara karang). Keabadian di dunia hanya tipu daya iblis dan pengikutnya. Menciptakan berbagai ilmu termasuk betara karang, rawa rontek dan banyak ilmu hitam lainnya. Untuk itu pelajari keilmuan dengan landasan iman yang kukuh. Semakin tinggi kedudukan manusia akan semakin halus rayuan tipu daya syetan, untuk itu belajarlah ilmu hak, ilmu yang turun dari illahi.

Di negri yang mengalami pagebluk, kemarau panjang, kelaparan, hingga kematian penduduk di bumi timur alas Gelangglang. Kami yang menemukan sebuah candi dengan sumber mata air panas, serasa sia-sia karena air yang mengandung belerang itu tidak dapat diminum, hingga munculnya dayang ENGGAR KLUWUNG UNGU yang menceritakan bencana yang melanda negri ini.

"Bagaimana kami menemukan air agar bisa kami minum dan menyelamatkan penduduk yang lain gusti putri??" Tanya ku kepada sosok itu

"Akan ku tolong niat mulia kalian bertiga" Balasnya.

Seketika dia mencabut sebuah sindik konde yang melekat di rambutnya dan mencelupkan ke salah satu kolam air panas yang bercampur belerang itu, seketika air itu berubah rasa, jernih dan bisa diminum.

"Minum lah dan bawa sebagian air ini untuk kehidupan rakyat" Ucap nya

"Terimakasih Gusti Putri" Ucap ku atas pertolongan nya



Diubah oleh tyasnitinegoro 26-03-2022 15:56
tulip.putih
japraha47
Araka
Araka dan 29 lainnya memberi reputasi
30
7.8K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan