Kaskus

News

kutarominami69Avatar border
TS
kutarominami69
Sedulur Sikep Yang Dihormati Tapi Tetap Didiskriminasi
Sedulur Sikep Yang Dihormati Tapi Tetap Didiskriminasi

Komunitas yang merupakan penghayat ajaran Saminisme ini memang dihormati dengan segala sikap bijaknya pada alam, namun di sisi lain mereka masih didiskriminasi oleh perangkat negara.

Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo

Sedulur Sikep Yang Dihormati Tapi Tetap Didiskriminasi

Tokoh Sedulur Sikep, Gun Retno (kanan) dalam Sesi webinar perayaan Seabad Perjuangan Samin Surosentiko, Selasa (14/3). Validnews/Andesta Herli Wijaya

JAKARTA – Komunitas Sedulur Sikep, masyarakat para penghayat ajaran Samin Surosentiko hingga hari ini masih eksis dengan segala ajaran dan laku hidupnya. Mereka menyebar di sejumlah daerah, seperti Blora, Pati dan Kudus.

Sebagai penghayat Saminisme, masyarakat Sedulur Sikep dikenal memiliki kearifan lokal yang kuat, baik terkait hubungan dengan alam maupun sesama manusia. Komunitas masyarakat ini dikenal dengan laku hidupnya yang bijak dalam mengelola alam, dan hormat kepada setiap manusia lainnya.

Sedulur Sikep juga memiliki ajaran sikap kritis, yang selalu berani melawan upaya eksploitasi alam namun dengan sikap tenang tanpa kekerasan. Ciri khas perlawanan tanpa kekerasan, sudah melegenda, menjadi identitas gerakan Samin Surosentiko dan kini dilestarikan para anak cucu dan masyarakat pengikutnya.

Karena itulah, bagi masyarakat modern atau yang tumbuh di perkotaan, prinsip dan laku hidup Sedulur Sikep pengikut ajaran Samin dianggap merepresentasikan nilai luruh dan patut diberi penghormatan. Sedulur Sikep di daerahnya masing-masing dianggap sebagai sumber inspirasi, menjadi patron bagi banyak orang.

Menurut Bupati Blora, Arief Rohman, komunitas eksistensi Sedulur Sikep tak hanya relevan dalam pembicaraan tentang pembangunan sosial dan budaya, tapi meluas sampai ke khazanah politik. Di Blora, misalnya, Sedulur Sikep dipandang sebagai patron penting bagi masyarakat.

“Selain di bidang kesenian kebudayaan, Samin ini telah menjadi sebuah patron ketokohan. Zaman pilkada misalnya, laku para calon ini, bagaimana cara mencari restu dari Sedulur Sikep, nah ini sudah jadi patron kebudayaan,” ungkap arief dalam sesi webinar perayaan Seabad Perjuangan Samin Surosentiko beberapa waktu lalu.

Sayang, citra penting dan terhormat yang dilekatkan masyarakat kepada komunitas penghayat Samin, kadang bertolak belakang dengan perlakuan terhadap komunitas itu sendiri. Misalnya terkait urusan-urusan administrasi pemerintahan, warga Samin malah kerap menerima diskriminasi.

Salah satu tokoh Samin, Gun Retno atau Kang Gun mengungkapkan, salah satu bentuk diskriminasi itu misalnya dalam hal pengesahan identitas kependudukan. Hingga saat ini, katanya, warga Samin masih banyak yang kesulitan dalam pengurusan identitas penduduk atau KTP, dokumen yang diwajibkan oleh negara.

Kesulitan itu berkaitan dengan prinsip warga Samin yang tidak menyandang identitas keagamaan tertentu sebagaimana yang enam agama yang resmi diakomodir Undang-Undang. 

Meski negara telah memfasilitasi dengan menghadirkan alternatif ‘penghayat’ untuk penganut ajaran atau kepercayaan lokal seluruh Indonesia, tetap saja, pengurusannya sering kali lebih rumit.

Gun Retno bercerita, banyak Sedulur Sikep yang kesulitan dalam mengurus KTP karena ternyata para pelayan kantor administrasi kependudukan di tingkat bawah, banyak yang masih diskriminatif terhadap mereka.

“Kayaknya untuk proses mempertahankan hak-haknya, masih ada perdebatan dengan orang-orang yang melayani. Aturannya sudah diakui dari apa yang disampaikan kepala daerah jelas tega. Tetapi pelayanan di tingkat bawah ini kayaknya lebih dia mengakomodir apa yang selama ini umum saja, yang gampang saja,” ungkap Gun Retno.

“Jadi ketika ada dulur yang menyampaikan keterangan identitas mereka yang tidak umum, itu mereka (pegawai kantor kependudukan) merasa melayani dengan kerepotan,” imbuhnya.

Bahkan, menurut Gun Retno, tak jarang pula kasus ketika salah satu sedulur mengurus KTP, tahu-tahu kolom agamanya diisi dengan salah satu agama yang diakui Undang-Undang. Hal seperti ini menurutnya terjadi baik di Blora, Kudus maupun Pati.

Hal itulah yang menurut Gun Retno, membuat masyarakat penghayat Samin merasa masih menerima perlakuan diskriminatif. Negara masih membedakan mereka dengan masyarakat umum lainnya.

Meski pemerintah, seperti yang ditunjukkan Bupati Blora sebelumnya, memberi penghormatan yang tinggi bagi komunitas Sedulur Sikep dan menyebut mereka sebagai patron, tetap saja itu tak melenyapkan diskriminasi yang ada.

Gun Retno berharap, jika memang negara menghormati ketokohan seorang Samin Surosentiko, maka sudah seharusnya penghormatan yang layak juga diberikan kepada para anak-cucu dan pengikutnya. 

Begitu pun jika negara memang menghormati eksistensi masyarakat penghayat ajaran lokal, termasuk Samin, maka sudah semestinya penghormatan itu ditunjukkan dalam segala aspek pelayanan negara.

https://www.validnews.id/kultura/sed...didiskriminasi

Miris sekali, mendingan kolom agama di KTP dihapus aja, nggak ada gunanya sama sekali
nomoreliesAvatar border
scorpiolamaAvatar border
Nikita41Avatar border
Nikita41 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
705
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan