Seruan azan, bahkan pengajian dan juga ceramah yang dilakukan di dalam masjid tujuannya memang sebagai sarana syiar Islam. Tapi di negara multikultur, multi agama hal ini menjadi kritikan tersendiri.
Mau tak mau pemerintah akhirnya turun tangan lewat Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Pertanyaannya untuk apa, pemerintah mengatur hal itu?
Agama sebenarnya muncul sebagai tameng rasa takut, baik rasa takut terhadap hal supranatural maupun rasa takut kejadian di dunia nyata. Tapi berjalannya waktu agama juga sering dijadikan alat sebagai tameng dan agresi kepada kelompok lain, untuk menutupi rasa takut.
Hal ini terjadi pada pengkritik suara adzan di pengeras suara yang volumenya terlalu besar, di tahun 2016 Meliana, di Jalan Karya Lingkungan I Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai, Sumut. Dia mengkritik volume suara adzan yang terlalu kencang, hanya minta untuk dikecilkan, namun hal itu berakibat hembusan isu sara, dan mengakibatkan pengrusakan rumah Meliana, dan juga tempat ibadah non muslim pun juga ada yang ikut dirusak.
Hasilnya 8 orang yang terlibat pengrusakan tempat ibadah dihukum rata-rata 1-2 bulan, sedangkan Meliana di tahun 2018 oleh PN Medan dijatuhi hukuman 18 bulan penjara kepada Meliana, atas dasar penistaan agama.
Berdasarkan kitab suci umat Islam, apa yang dilakukan Meilana tidak bisa disalahkan. Karena,
Quote:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَا ذْكُرْ ربكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرعًا وخِيْفَةً ودُوْنَ الْجَـهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِا لْغُدُو وَا لْاٰ صَا لِ وَلَا تَكُنْ منَ الْغٰفِلِيْنَ
"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 205)
* Via Al-Qur'an Indonesia
https://quran-id.com
Jadi, mengingat nama Tuhan, memanggil nama Tuhan tidaklah harus keras dan bising. Jadi ini dalil membatasi suara adzan yang terlalu keras, karena akan menganggu orang lain dan mereka akan mengkritik atas hal itu dan mencelanya.
Lantas bagaimana ayat ini menurut tafsir?
Quote:
Dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslin), diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata: Orang-orang mengeraskan suaranya ketika berdo’a dalam salah satu perjalanan. Maka Rasulullah saw. bersabda kepada mereka:
“Hai sekalian manusia, rendahkanlah suara kalian dalam do’a. Sebab sesungguhnya kalian tidak berdo’a kepada yang tuli dan yang ghaib. Sesungguhnya yang kalian seru itu adalah Mahamendengar lagi sangat dekat. Allah lebih dekat kepada kalian melebihi dekatnya salah seorang di antara kalian kepada leher binatang kendaraannya.”
Dan maksud ayat ini bisa berarti juga seperti firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, serta carilah jalan tengah di antara keduanya.” (QS. Al-Israa’: 110)
Tafsir Lengkap Kemenag
Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul beserta umatnya untuk menyebut nama Allah atau berzikir kepada-Nya. Baik zikir itu dengan membaca Al-Quran, tasbih, tahlil, doa, ataupun pujian lain-lainnya menurut tuntunan agama, dengan tadharru dan suara lembut pada setiap waktu terutama pagi dan sore, agar kita tidak tergolong orang yang lalai. Kemudian Allah menggariskan bagi kita adab dan cara berzikir atau menyebut nama Allah itu sebagai berikut:
Zikir itu yang paling baik dilakukan dengan suara lembut, karena hal ini lebih mudah mengantar untuk tafakur yang baik.
Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Adapun mengenai makna firman-Nya:
...dengan merendahkan diri dan rasa takut.
Artinya, sebutlah nama Tuhanmu dalam dirimu dengan penuh rasa harap dan takut, yakni dengan suara yang tidak terlalu keras. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
...dan dengan tidak mengeraskan suara.
Untuk itulah maka zikir disunatkan dilakukan bukan dengan ucapan yang keras sekali. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Apakah Tuhan kami dekat, maka kami akan berbicara dengan suara perlahan? Ataukah jauh, maka kami akan berbicara dengannya dengan suara yang keras?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al Baqarah:186)
Karena sesungguhnya dahulu orang-orang musyrik apabila mendengar suara Al-Qur'an dibacakan, maka mereka mencacinya, mencaci Tuhan yang menurunkannya, juga mencaci nabi yang menyampaikannya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk tidak mengeraskan bacaan Al-Qur'an, agar orang-orang musyrik tidak mencacinya, jangan pula merendahkan bacaannya dari sahabat-sahabatnya karena mereka tidak dapat mendengarnya, tetapi hendaklah mengambil jalan tengah di antara bacaan keras dan bacaan rendah. Hal yang sama telah dikatakan pula olehnya sehubungan dengan makna firman-Nya:
...dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
Sumber kutipan
https://quranhadits.com/quran/7-al-a...araf-ayat-205/
Awalnya suara azan tanpa menggunakan speaker, jadi suara maksimal dari Bilal saja dan saat itu tentu tidak dipermasalahkan. Namun berjalannya waktu, karena perkembangan zaman azan pun memakai speaker hingga di Arab Saudi pun mulai mengatur penggunaan speaker ini karena suaranya yang terlalu keras, tentu mengakibatkan kebisingan.
Quote:
Menteri Urusan Islam Arab Saudi Abdullatif Al Sheikh lalu menerangkan, pembatasan pengeras suara masjid ini dilakukan setelah banyaknya keluhan bahwa volume keras mengganggu anak-anak serta orang tua.
"Mereka yang mau shalat tidak perlu menunggu... imam azan," kata Sheikh dalam video yang diterbitkan televisi pemerintah.
"Mereka harus berada di masjid terlebih dahulu," lanjutnya, dikutip Kompas.com dari AFP.
Sumber kutipan
https://www.kompas.com/global/read/2...warga?page=all
Maka, hal itu juga dilakukan Menag dimana surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.
Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
Semoga dengan adanya aturan baru ini, kerukunan umat beragama dapat terjaga. Tidak ada lagi kritikan terhadap suara bising dari masjid yang berujung kepada isu sara.
Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.
"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2022
referensi :
klik,
klik,
klik
Pic : google