Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
HAM Wadas Dikorbankan Ganjar, Kejar Tayang 2024
Spoiler for Ganjar:


Spoiler for Video:



Iwan Fals pernah membuat lagu tentang lingkungan di tahun 1982. Lagu tersebut berjudul “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi” yang menceritakan kekhawatiran akan kerusakan alam atas nama pembangunan. Lewat lagu tersebut, Iwan menceritakan betapa serakahnya manusia dalam mengeksploitasi alam sehingga pada akhirnya akan berdampak buruk pada manusia itu sendiri. Seperti bencana erosi, kekeringan, dan banjir.

Memang eksploitasi alam atas nama energi dan pembangunan tak dapat dihindarkan. Selama ada manusia yang membutuhkan makan, selama ada kebutuhan yang harus dipenuhi, mustahil untuk 100 persen melestarikan alam. Hal yang bisa kita lakukan hanyalah mengurangi dampak dari pembangunan, terutama jangan sampai berdampak buruk terhadap masyarakat.

Sayang, setelah 40 tahun lagu “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi” diperdengarkan di seantero Indonesia, masih saja ditemukan upaya merusak alam atas nama pembangunan yang dikhawatirkan akan berdampak langsung pada masyarakat di sekitar proyek pembangunan itu.

Baru-baru ini mata publik Indonesia tertuju pada Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa Wadas saat terjadi penangkapan 64 orang oleh aparat keamanan saat pengukuran lahan proyek di desa itu.

Peristiwa ini sendiri tidak terjadi begitu saja. Awal mula kasus tersebut dimulai sejak 2013 silam, tahun dimulainya pemerintahan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah.

Anggota Divisi Penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kharisma Wardhatul mengungkapkan pada tahun 2013, warga telah mendengar adanya rencana pembangunan bendungan/waduk di Kecamatan Bener, tepatnya di Desa Guntur. Hanya saja, proyek waduk itu membutuhkan banyak batuan andesit karena bendungan yang akan dibangun memiliki tinggi dua kali lipat Bendungan Jatiluhur.

Wartawan senior Dahlan Iskan memperkirakan bahwa secara hitungan kasar saja, volume batu yang dibutuhkan sekitar 3 juta meter kubik. Dari angka segitu kita sudah bisa menghitung nilai batu tersebut sekitar Rp 1 triliun dengan asumsi harga batu Rp 125 ribu per meter kubik.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo lantas memutuskan batu senilai Rp 1 triliun itu akan diambil dari Desa Wadas.

Lalu di tahun 2015, dilakukan pengeboran di dua lokasi di Desa Wadas guna mengambil sampel tanah dan batu sebagai bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pada akhirnya, di tahun 2017, BBWSSO menempelkan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa terdampak proyek bendungan. Akan tetapi, spanduk tersebut tidak mencantumkan Desa Wadas dan tidak ditempelkan pula di Desa Wadas. Padahal, penempelan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa terdampak merupakan salah satu prasyarat dari izin lingkungan.

Pihak Desa Wadas, yakni dua orang warga dan Kepala Desa Wadas hanya diundang pada November 2017, dan tiba-tiba disodorkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tanpa diberi informasi atau pemahaman apapun mengenai isinya. Padahal selain Amdal itu menjadi hak warga untuk mereka ketahui secara menyeluruh, proses pembuatannya pun seharusnya melibatkan masyarakat.

Pada Maret 2018, tiba-tiba muncul SK Gubernur 660/1/19 2018 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup dan SK 660/1/20 2018 tentang Izin Lingkungan. Dalam pengumuman Izin Lingkungan, ternyata Desa Wadas sudah masuk dalam daftar pembebasan lahan. Lalu bulan April 2018, ada Konsultasi Publik dan warga diminta untuk menandatanganinya, tapi ternyata tanda tangan tersebut digunakan sebagai prasyarat Izin Lingkungan. Sehingga pada Juni 2018, keluar SK 590/41 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi.

Pada 2020, Gubernur Ganjar mengeluarkan SK 539/29 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di mana Desa Wadas masih tercantum sebagai proyek lokasi pengadaan tanah.

Oleh karena warga Desa Wadas tidak merasa dilibatkan soal Amdal serta kekhawatiran akan proyek pengambilan batuan yang berdampak pada hilangnya air sebagai sumber kehidupan pertanian masyarakat, maka pada 23 April 2021 warga Desa Wadas melakukan pengadangan terhadap tim BBWSSO yang akan meninjau lokasi. Namun mereka diserang oleh BBWSSO dan polisi. Peristiwa itu menyebabkan sembilan warga luka-luka, dan 11 orang ditangkap, termasuk dua orang pendamping hukum dari LBH Yogyakarta.

Tanggal 2 Juni 2021, pihak Desa Wadas menyerahkan 13 ribu lebih suara petisi untuk menghentikan rencana tambang. Namun, pada 7 Juni 2021, Gubernur Ganjar tetap mengeluarkan IPL Pembaruan SK 290/20 2021. Menurut Kharisma penerbitan IPL itu tentu tidak sesuai prosedur. Sehingga LBH Yogyakarta dan warga Desa Wadas mengajukan gugatan PTUN pada 15 Juli 2021.

Namun yang terjadi adalah pemerintahan Jawa Tengah justru mengirimkan aparat ke Desa Wadas, pada 23 Sepetember 2021 (patroli aparat bersenjata lengkap) dan puncaknya pada 8 Februari 2022 saat Desa Wadas didatangi aparat serta menangkap puluhan warga yang diwarnai pula dengan kericuhan.

Sumber : Republika 
Sumber : FIN 

Akibat dari peristiwa itu, baik Polda Jateng maupun Gubernur Ganjar mendapat kritikan pedas. Humas Polda Jateng menyatakan bahwa penangkapan dilakukan karena warga membawa senjata tajam. Sementara Gubernur Ganjar mengaku sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM. Dia menjelaskan tidak ada yang perlu ditakuti dan tidak ada kekerasan di Wadas.

Namun, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan LBH Yogyakarta berkata lain. Kedua lembaga pendamping warga Desa Wadas tersebut menuding polisi melakukan penyesatan informasi dan Gubernur Ganjar melakukan kebohongan publik.

Sumber : Detik 

Selain itu, Ketua YLBHI, Muhammad Isnur juga menduga adanya pelambatan internet di Desa Wadas untuk mencegah penyebarluasan informasi terkait situasi yang terjadi di sana. Menurut Isnur, upaya pelambatan internet ini sempat pula dilakukan saat maraknya aksi demonstrasi di Papua usai isu ras di Surabaya.

Sebagai informasi kasus internet di Papua tersebut menyebabkan PTUN Jakarta memutuskan Menkominfo Plate telah melakukan perbuatan melawan hukum karena memblokir atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019. Mengapa bersalah? karena pemutusan atau pelambatan internet itu melanggar HAM ITE.

Sumber : CNN Indonesia 

Akibat bantahan tersebut, akhirnya Ganjar meminta maaf atas perilaku represif aparat ke warga Desa Wadas. "Pertama, saya ingin menyampaikan minta maaf kepada seluruh masyarakat Purworejo dan khususnya masyarakat di Wadas. Karena kemarin mungkin ada yang merasa tidak nyaman, saya minta maaf," kata Ganjar, tanggal 9 Februari 2022, sehari sesudah peristiwa itu.

Namun warga Desa Wadas justru membantah pernyataan Gubernur Ganjar bahwa tindakan aparat sebatas membuat tidak nyaman. Salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan tindakan pemerintah dan aparat bukan saja membuat tidak nyaman, melainkan menyiksa warga Desa Wadas.

Ia mengatakan warga Wadas tidak bisa memaafkan dengan mudah perilaku pemerintah dan aparat yang telah mengepung dan mengintimidasi mereka. Selain itu, kedatangan sekitar 1000-an aparat ke Desa Wadas membuat mereka ketakutan.

Sumber : CNN Indonesia 

Oleh karena itu pula beberapa politisi mengkritik peristiwa yang terjadi di Desa Wadas. Salah satunya dari puteri mantan Presiden Gus Dur, Alissa Wahid. Ia menyentil Gubernur Jateng agar menunda pengukuran demi menghindari bentrokan antara rakyat dengan aparat.

Ia menilai bahwa pemerintahan Ganjar seolah-olah menganggap rakyat kecil. Jika rakyat menolak dianggap membangkang, memprovokasi, sehingga boleh ditindak. 

Sumber : WartaEkonomi 

Namun akibat membela warga Wadas, akun Twitter milik Alissa Wahid justru diserang buzzer. Koordinator jaringan Gusdurian itu mengakui, ia diserang oleh buzzer dan akun-akun yang tidak nyata alias robot.

“Tiba-tiba tab mention saya dipenuhi pesan yang sama soal Wadas. Terkoordinasi amat. Ndak organik,” kata Alissa di Twitter pribadinya, @AlissaWahid.

Dalam cuitan selanjutnya, Alissa Wahid me-retweet salah satu akun yang sepertinya tidak berada di pihak yang sama soal warga Wadas. Dalam cuitan akun @_AnakKolong menyebutkan, Putri Gus Dur itu bukan Gus Dur.

Sumber : Indopolitika 

Kasus Wadas juga menyorot perhatian dari para akademisi. Seperti sejumlah mahasiswa di Semarang yang menggelar aksi unjuk rasa mengecam aksi represif aparat.

Dalam aksi tersebut, massa aksi menyindir slogan Ganjar. Mereka mengubah slogan Ganjar yang berbunyi, ‘Tuanku ya rakyat, Gubernur cuma mandat’, menjadi ‘Tuanku ya Investor, Gubernur cuma petugas partai.

Sementara dari kalangan dosen, kritikan pedas datang dari Dosen Fakultas Hukum UGM, Herlambang P Wiratraman. Pada 14 Februari 2022, Herlambang menantang Gubernur Jateng untuk berdebat. Ia pun meminta Ganjar menyodorkan ahli yang bisa berbicara soal tambang andesit di Desa Wadas.

Herlambang memaparkan bahwa proyek tambang andesit Desa Wadas tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Dengan dalih bagian dari proyek strategis nasional (PSN), pemerintah hanya mengantongi IPL Bendungan Bener sebagai jalan untuk mengeruk batuan hitam di perut Wadas di lahan seluas 114 hektare.

Herlambang juga menyebutkan sejumlah ahli punya argumen yang bisa mematahkan argumentasi Ganjar ihwal Wadas. Misalnya, soal potensi ancaman bencana longsor yang tidak menjadi pertimbangan pemerintah.

Dosen UGM itu mendesak agar pemerintah membatalkan penambangan andesit di Wadas karena pemerintah mengambil material tanpa IUP. Herlambang menambahkan ada ratusan akademisi yang berada bersamanya dalam gerakan akademisi peduli Wadas. Ada 100 akademisi dari 40 kampus yang ikut dalam gerakan itu. Mereka yang bergabung adalah Tim Kaukus untuk Kebebasan Akademik atau KIKA.

Terakhir Herlambang melihat rencana proyek penambangan batuan andesit ini sebagai proyek yang manipulatif dan penuh kekerasan karena memaksakan warga untuk memenuhi ambisi proyek infrastruktur.

Sumber : CNN Indonesia 
Sumber : Tempo

Persoalan ambisi proyek infrastruktur ini tentunya akan menyeret nama Presiden Jokowi pula. Hal ini diungkapkan oleh Amnesty International Indonesia (AII) yang menyebut bahwa tak hanya pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Desa Wadas, melainkan juga pemerintah pusat.

"Presiden Jokowi dan Gubernur Ganjar harus bertanggung jawab atas pengerahan pasukan yang berlebihan dan dampak ikutannya yang melanggar prinsip-prinsip pemolisian yang demokratis dan kaidah negara hukum, dan penghormatan HAM," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid dalam konferensi pers yang diadakan oleh YLBHI, 10 Februari 2022 lalu.

Usman mengatakan, secara tertulis, pengerahan pasukan hanya diminta untuk mengamankan anggota BPN yang melakukan pengukuran tanah. Namun realitas di lapangan, tak seperti itu.

Usman menambahkan memang terjadi perbedaan pendapat terkait pembangunan Bendungan Bener. Namun perbedaan itu, jelas Usman, disebabkan kebijakan pemerintah yang terburu-buru memaksakan proyek strategis nasional.

Sumber : Detik 

Lantas apakah seharusnya tanggung jawab akibat terjadinya kekerasan di Desa Wadas merupakan salah Presiden Jokowi? Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, insiden yang terjadi di Desa Wadas murni tanggung jawab Gubernur Jateng Ganjar Pranowo beserta jajarannya.

Junimart menyebut penyelesaian masalah yang terjadi di Desa Wadas tidak perlu menyeret-nyeret Presiden Jokowi. Politikus PDIP itu menilai insiden di Desa Wadas bersifat insidential tanpa direncanakan untuk ricuh. Ia yakin masalah ini bisa selesai lewat dialog.

Sumber : CNN Indonesia 

Berdasarkan kronologi sengketa Desa Wadas dimana proyek sudah direncanakan sejak 2013 menunjukkan bahwa sebenarnya memang benar ada keterburu-buruan dari Pemprov Jateng dalam mengejar proyek ini. Terlihat dari proses perizinan yang ditandatangani Ganjar tanpa mempertimbangkan situasi di lapangan. Rakyat terkesan dipaksa menerima proyek tersebut.

Itulah mengapa Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyarankan Ganjar Pranowo meniru gaya persuasif Presiden Jokowi saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Said menuturkan, gaya persuasif Jokowi berhasil memindahkan ratusan pedagang kaki lima di Solo tanpa gesekan apapun meskipun membutuhkan waktu yang panjang.

Sumber : Republika 

Sehingga dapat kita simpulkan sementara bahwa ada komunikasi yang kurang antara Pemprov Jateng dengan warga Desa Wadas.

Itulah mengapa Wakil Ketua MPR RI fraksi PKB, Jazilul Fawaid mempertanyakan peran Gubernur Ganjar dalam peristiwa Wadas. Ia mengkritik penggunaan pendekatan keamanan yang dikerahkan Gubernur dalam masalah tersebut.

"Ini akibat kurang ngopi, pak Ganjar ke mana aja? Saya kok jadi ingat pesan Pak Jokowi, agar setiap masalah bisa diselesaikan sambil ngopi-ngopi, ajak dialog," kata Jazilul pada 9 Februari 2022. Menurutnya dialog atau musyawarah perlu di kedepankan dalam menyelesaikan masalah. Bukan justru saling ngotot.

Sumber : Suara 

Tapi harus ditekankan bahwa komunikasi atau musyawarah yang dimaksud bersifat dua arah. Komunikasi yang tidak hanya melihat dari kaca mata pemerintah. Bukan seperti yang dilakukan Ganjar pasca peristiwa Wadas, yakni hanya menemui warga yang pro terhadap proyek waduk tersebut saat berkunjung memantau Desa Wadas pasca insiden.

Staf Divisi Kampanye dan Jaringan LBH Yogyakarta Dhanil Al Ghifari bahkan mengatakan bahwa kedatangan Gubernur Jateng di Desa Wadas hanya untuk pencitraan.  “Pak Ganjar itu cuma pencitraan aja kemaren dateng terus warga disuruh rukun kayak gitu kan, jangan (katanya). Gimana enggak takut orang dikepung kayak gitu,” ujar Dahnil.

Menurut laporan warga, kata Dahnil, mereka yang menolak pengukuran lahan tidak ada yang ditemui Ganjar. Salah seorang warga mengatakan, kedatangan Ganjar hanya sebatas bertemu para warga yang setuju dengan proyek pengadaan lahan.

Sumber : Terkini 

Dengan kata lain, upaya Ganjar dalam mengejar penyelesaian proyek nasional telah melanggar keinginan Jokowi. Sebab Presiden Jokowi pernah membeberakan pada Januari 2022 lalu kriteria investor yang bakal disambut baik di Indonesia. Menurut mantan Gubernur Jakarta itu, Indonesia terbuka untuk dimasuki investor yang memiliki komitmen dan bermanfaat untuk alam sekitar serta masyarakat banyak.

Di samping itu Jokowi menekankan agar para investor tetap memperhatikan kelesatarian alam, sebab pemanfaatan alam merupakan amanat konstitusi yang harus dimanfaatkan oleh rakyat.

Oleh karenanya, proyek yang kejar tayang tanpa mengindahkan kelestarian alam yang akan berdampak pada warga Desa Wadas adalah proyek yang seharusnya tidak dapat diterima di negeri ini. Apalagi jika sampai terjadi bentrok terhadap warga sekitar.

Lihatlah bagaimana pada akhirnya istana mengirimkan Tim Kantor Staf Presiden (KSP) mendatangi rumah-rumah warga Desa Wadas pada 13 Februari 2022 lalu. Tim KSP selain berkunjung ke warga yang mendukung proyek Bendungan Bener, juga pergi ke Dukuh Prajan untuk bertemu warga menentang pembangunan bendungan.

Mendapat kesempatan tersebut, warga buka suara soal insiden penangkapan hingga alasan penolakan penambangan batu andesit dan pembangunan Bendungan Bener. Sesekali warga berujar dengan emosi. Terkait suara warga tersebut, KSP berjanji akan menyampaikan ke Presiden Jokowi.

Tenaga Ahli Utama KSP Joanes Joko menegaskan ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dari verifikasi lapangan KSP terkait insiden Wadas. Di antaranya pelaksanaan operasi di lapangan oleh aparat keamanan yang perlu dievaluasi dan alasan penolakan warga yang didasarkan pada aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.

Sumber : Sindonews 
Sumber : INews 

Terlihat perbedaannya bukan? Lihatlah bagaimana pihak istana melakukan komunikasi dua arah dalam menyelesaikan polemik Wadas ketimbang apa yang dilakukan Gubernur Ganjar selama bertahun-tahun yang hanya mempercepat proyek Bendungan Bener selesai tanpa mendengarkan keinginan warga Desa Wadas.

Lantas bagaimana dengan aparat Kepolisian yang bentrok dengan warga Wadas sehingga menyebabkan warga menginginkan evaluasi pelaksanaan operasi di lapangan? Sebagai pihak yang harus patuh pada perintah, kemungkinan aparat hanya mengikuti perintah atasannya di Jawa Tengah. Dalam hal ini Gubernur Ganjar.

Harus diingat, bahwa Presiden Jokowi telah meminta setiap Kapolda di Indonesia mengawal investasi di Indonesia. Jokowi bahkan mengancam bakal memrintah Kapolri Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda yang tidak mengawal investasi.

Pengawalan investasi yang dimaksud Jokowi sejalan dengan apa yang dilakukan Kapolri selama ini, yakni mengawal investasi bukan berarti menutup mata atas kelestarian lingkungan ataupun keinginan masyarakat. Pengawalan investasi bukan berarti bisa bertindak melanggar HAM.

Sumber : CNN Indonesia 

Harus diingat oleh aparat Kepolisian, bahwa Kapolri pernah mengungkit indeks HAM yang mengalami penurunan sejak beberapa tahun terakhir pada 10 Desember tahun lalu. Salah satu penyebabnya karena tindakan polisi saat menangani unjuk rasa.

Kapolri Sigit beranggapan, menurunnya Indeks HAM dipengaruhi masalah komunikasi antara anggota dan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi di muka umum. Oleh sebab itu, ia meminta agar fenomena tersebut dijadikan pelajaran bagi jajarannya untuk dapat menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat.

Sumber : CNN Indonesia 


Bersambung...



Diubah oleh NegaraTerbaru 18-02-2022 20:18
fitrigraciaAvatar border
hendrixakbarAvatar border
satyadimitriAvatar border
satyadimitri dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.8K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan