- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
Dari Daun Gugur Kita Belajar Makna Hidup


TS
albyabby91
Dari Daun Gugur Kita Belajar Makna Hidup
Dari Daun Gugur Kita Belajar Makna Hidup

Pernah suatu hari ketika ada satu momen di mana kita tidak melakukan apa-apa, lalu kita sejenak hang out sekedar mencari angin, lalu kita ke sebuah taman yang di dalamnya banyak sekali pohon-pohon rindang dan bunga-bunga dengan rupa-rupa warna. Kita duduk di sebuah bangku kecil, sambil menikmati penganan atau minuman dingin lalu sejenak mata kita tertuju untuk memandangi sekeliling. Nampak banyak sekali daun-daun berjatuhan. satu, dua, tiga, empat lalu semakin banyak, jatuh tertiup angin, lalu di sapu oleh ibu-ibu petugas kebersihan taman itu lalu di masukanlah ke dalam tempat sampah. Tak lama kemudian, muncul mobil truk pengangkut sampah dan membawa serta daun-daun itu ke sebuah tempat pembuangan akhir. Sebagian lalu di bakar, lalu sebagian lagi akan hancur lebur, menyatu dan menjadi tanah. Begitu siklusnya terus menerus, hari demi hari, minggu demi minggu, lalu masuk bulan berikutnya.
Saat bulan baru tiba, anda kembali ke taman lagi lalu seperti biasa duduk di sebuah kursi, menikmati penganan atau minuman lalu sejenak melihat-lihat ke sekeliling. Dan yang terjadi, suasananya sudah berbeda. Daun-daun gugur yang anda lihat tempo hari kini telah di ganti dengan pemandangan tumbuhnya daun-daun hijau baru, tunas baru muncul mengganti daun-daun lama yang mati dan gugur sebulan lalu. Keadaan yang gersang berubah hijau, tak ada komplain, tak ada protes dan tak ada kekecewaan. Semua berjalan normal saja, satu hilang, lain datang. Dan itu, hikmah terbesar dari sang pemilik bumi, hikmah dari alam, untuk sekalian alam, untuk kita juga, manusia.
Dari peristiwa itu, sekilas mungkin tidak ada yang istimewa. Hanya siklus alam biasa, hanya siklus tumbuhan agar bisa bertahan hidup. Dengan menggugurkan daunnya, pohon akan mengurangi beban dan mempertahankan cadangan air yang biasa menguap melalui daun. Proses fotosintesis untuk pembuatan dan penyimpanan makanan. Namun, adakah kita memetik pelajaran dari itu semua?
Ilustrasi di atas berlaku juga untuk kita, untuk makhluk sosial bernama manusia. Kita bisa belajar banyak hal. Soal Ikhlas dan merelakan, soal mengorbankan pribadi demi kehidupan dan kebahagiaan yang lain. Banyak hal dalam hidup ini memang harus di korbankan. Perasaan, harga diri, rupa, harta, tahta dan bahkan, cinta. Ada kalanya kita patut berkaca pada daun gugur, betapa ia ridho akan takdirnya saat tugasnya, saar ikhtiarnya harus ia sudahi dan harus di gantikan dengan tunas-tunas baru yang lebih segar dan lebih bermanfaat.
Demikianlah kita, semua akan di akhiri saat takdir kita telah mencapai titik tertinggi potensinya. Kendati sekuat tenaga menahan dan tak merelakan, kehendakNya lebih kuasa untuk memutuskan dan akhirnya semua akan lerai juga. Lalu apa yang di miliki selamanya dalam hidup ini? Tidak ada. Tak ada satupun yang melekat atau bersama-sama kita akan selamanya milik kita. Semua adalah fasilitas yang Dia berikan untuk kepentingan kekhalifaan kita, kepentingan membangun dan merawat bumi dengan segala potensi yang kita punya dan kita hanya peminjam. Jika demikian adanya, harusnya saat semua hal itu di minta kembali oleh yang Empunya, kita tidak boleh kecewa apalagi marah. Kita harusnya malu untuk menahan sesuatu yang bukan milik kita, bukan? So, mari belajar pada daun gugur yang menjadi sufi yang mukhsin untuk pohon-pohon rindang itu, menjadi martir yang suci bagi alam semesta.
*====*

Pernah suatu hari ketika ada satu momen di mana kita tidak melakukan apa-apa, lalu kita sejenak hang out sekedar mencari angin, lalu kita ke sebuah taman yang di dalamnya banyak sekali pohon-pohon rindang dan bunga-bunga dengan rupa-rupa warna. Kita duduk di sebuah bangku kecil, sambil menikmati penganan atau minuman dingin lalu sejenak mata kita tertuju untuk memandangi sekeliling. Nampak banyak sekali daun-daun berjatuhan. satu, dua, tiga, empat lalu semakin banyak, jatuh tertiup angin, lalu di sapu oleh ibu-ibu petugas kebersihan taman itu lalu di masukanlah ke dalam tempat sampah. Tak lama kemudian, muncul mobil truk pengangkut sampah dan membawa serta daun-daun itu ke sebuah tempat pembuangan akhir. Sebagian lalu di bakar, lalu sebagian lagi akan hancur lebur, menyatu dan menjadi tanah. Begitu siklusnya terus menerus, hari demi hari, minggu demi minggu, lalu masuk bulan berikutnya.
Saat bulan baru tiba, anda kembali ke taman lagi lalu seperti biasa duduk di sebuah kursi, menikmati penganan atau minuman lalu sejenak melihat-lihat ke sekeliling. Dan yang terjadi, suasananya sudah berbeda. Daun-daun gugur yang anda lihat tempo hari kini telah di ganti dengan pemandangan tumbuhnya daun-daun hijau baru, tunas baru muncul mengganti daun-daun lama yang mati dan gugur sebulan lalu. Keadaan yang gersang berubah hijau, tak ada komplain, tak ada protes dan tak ada kekecewaan. Semua berjalan normal saja, satu hilang, lain datang. Dan itu, hikmah terbesar dari sang pemilik bumi, hikmah dari alam, untuk sekalian alam, untuk kita juga, manusia.
Dari peristiwa itu, sekilas mungkin tidak ada yang istimewa. Hanya siklus alam biasa, hanya siklus tumbuhan agar bisa bertahan hidup. Dengan menggugurkan daunnya, pohon akan mengurangi beban dan mempertahankan cadangan air yang biasa menguap melalui daun. Proses fotosintesis untuk pembuatan dan penyimpanan makanan. Namun, adakah kita memetik pelajaran dari itu semua?
Ilustrasi di atas berlaku juga untuk kita, untuk makhluk sosial bernama manusia. Kita bisa belajar banyak hal. Soal Ikhlas dan merelakan, soal mengorbankan pribadi demi kehidupan dan kebahagiaan yang lain. Banyak hal dalam hidup ini memang harus di korbankan. Perasaan, harga diri, rupa, harta, tahta dan bahkan, cinta. Ada kalanya kita patut berkaca pada daun gugur, betapa ia ridho akan takdirnya saat tugasnya, saar ikhtiarnya harus ia sudahi dan harus di gantikan dengan tunas-tunas baru yang lebih segar dan lebih bermanfaat.
Demikianlah kita, semua akan di akhiri saat takdir kita telah mencapai titik tertinggi potensinya. Kendati sekuat tenaga menahan dan tak merelakan, kehendakNya lebih kuasa untuk memutuskan dan akhirnya semua akan lerai juga. Lalu apa yang di miliki selamanya dalam hidup ini? Tidak ada. Tak ada satupun yang melekat atau bersama-sama kita akan selamanya milik kita. Semua adalah fasilitas yang Dia berikan untuk kepentingan kekhalifaan kita, kepentingan membangun dan merawat bumi dengan segala potensi yang kita punya dan kita hanya peminjam. Jika demikian adanya, harusnya saat semua hal itu di minta kembali oleh yang Empunya, kita tidak boleh kecewa apalagi marah. Kita harusnya malu untuk menahan sesuatu yang bukan milik kita, bukan? So, mari belajar pada daun gugur yang menjadi sufi yang mukhsin untuk pohon-pohon rindang itu, menjadi martir yang suci bagi alam semesta.
*====*






kabalisme dan 2 lainnya memberi reputasi
3
932
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan